Sampai di ujung lorong, Sarah memperlambat langkahnya ia kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh bangunan yang berada di ujung gedung. Dulu sisi ini belum ada, sepertinya bangunan baru. Dari atas Sarah dapat melihat taman yang berada di lantai dasar.
"Ibu cari siapa?" Suara ramah menyapanya dari belakang. Sarah berbalik dan mendapati wanita cantik dengan senyum teduhnya.
"Wil ... Pak William."
"Sudah ada janji?" Wanita itu menilisik Sarah dari kepala hingga ujung kaki.
"Saya belum, tapi mungkin Mama sudah."
"Mama?" Wanita mengerutkan kening.
"Mamanya William," jelas Sarah.
"Ngapain kamu di sini?" Wanita itu sudah akan menjawab lagi, tapi William lebih dulu keluar dari ruangannya.
"Bawain makan siang." Sarah mengangkat tas yang dibawanya sejak tadi.
William menyambar tas yang dipegang Sarah, lalu memberikannya pada sekretarisnya, "Buat kamu," Ia lalu mendorong Sarah dan Belle masuk ke dalam ruangannya.
"Kok makanannya di kasih ke dia sih?" protes Sarah begitu pintu sudah tertutup.
"Aku tidak mau makan masakanmu, kalau tidak ada peletnya pasti ada racunnya." William menyeringai sinis.
"Ow, ya terserah. Tidak ada urusannya juga sama aku. Mama tadi cuman minta bawakan masakannya untuk kamu," ujar Sarah santai sembari menaruh Belle di atas sofa.
Mendengar makanan itu buatan mamanya, William langsung keluar dari ruangan dan mengambil kembali dari tangan sekretarisnya, "Maaf, saya lapar kamu beli sendiri," ujar William tak peduli dengan tatapan kesal sekretarisnya.
"Mama di mana?" tanya William.
"Di ruangan Papa."
"Lalu untuk apa kamu masih di sini?"
"Tunggu Mama."
"Ya sana pergi ke ruangan Papa," usir William ketus.
"Aku ga tahu ruangannya di mana," sahut Sarah santai.
"Alasan! Kamu itu pasti mata-mata saingan bisnis Papa. Aku yakin sekali! Kenapa kamu tiba-tiba muncul?" William menunjuk Sarah dengan sendok yang dipegangnya.
"Hei! Asal tuduh aja. Kamu terlihat pintar, tapi ternyata bodoh! Siapa yang datang duluan ke klub malam, minta diajarkan cara bercinta yang panas!" sembur Sarah geram.
"Ssstttt! Hati-hati kalau bicara." William menutup mulut Sarah dengan panik.
"Mmppfff, lepass! Tanganmu bau amis." Sarah berontak dari tangan William yang melingkar di tubuhnya.
"Wil ...."
Pintu terbuka dan suara lembut manja yang memanggil nama William, menghentikan pertikaian keduanya.
"Brenda." Sontak William melepaskan tangannya dari tubuh Sarah.
"Kamu sudah makan, Wil?" Suara ketukan hak sepatu mengiringi langkah wanita cantik itu mendekati William. Mata wanita itu mengawasi Sarah sembari berjalan.
"Lagi makan," ucap William singkat.
"Bawa bekal? Kamu seperti anak kecil saja." Brenda terkekeh anggun, "Siapa dia Wil?" bisiknya dengan ujung mata melirik Sarah yang tampak tak peduli dengan kehadirannya.
"Sarah," jawab William tanpa mau menyebutkan statusnya.
"Ow, hai, Sarah. Kamu saudara William? Atau pekerja rumah tangga yang bawa bekal makan siang?"
"Hai juga. Lebih tepatnya istri, karena kemarin kami sudah menikah," ucap Sarah santai sembari menunjuk dirinya sendiri dan William.
"A-apa? Lucu sekali." Brenda tergelak, tapi matanya terlihat bingung karena Sarah dan William sama sekali tak ada yang ikut tertawa dengannya.
"Wil, bilang kalau itu bohong!" Brenda mencengkram kerah baju William. Sarah yang melihat kebrutalan Brenda membesarkan matanya. Wanita yang awalnya terlihat anggun dan terhormat berubah menjadi mengerikan.
"Benar," sahut William pelan, tapi tak berusaha menghindar dari amarah Brenda.
"Tega kamu, Wil! Aku kira kamu cinta sama aku, ternyata kamu diam-diam ada wanita lain!" Brenda membabi-buta memukul tubuh bahkan wajah William.
Sarah tak suka dengan pemandangan itu. Bukannya ia simpati dengan William, tapi ia risih melihat pria tertindas seperti tak punya harga diri.
"Nanti aku jelaskan," ucap William lirih.
"Kamu! Dasar perempuan licik!" Dengan langkah lebar Brenda mendekati Sarah yang duduk dengan santai di sofa ruangan William. Namun begitu matanya menangkap Belle yang tertidur pulas, kemarahan Brenda semakin memuncak, "Ba-bayi? Kalian sudah punya anak?"
"Memang," sahut Sarah santai.
"Bayi sialan!" Brenda mengambil bantal sofa lalu melemparkannya ke arah Belle. Sontak bayi itu terkejut dan menjerit kencang.
"Hei!" Sarah berdiri lalu mendorong tubuh Brenda menjauh dari Belle.
"Aku bunuh bayi itu, tak mungkin kamu punya anak, Wil!" Brenda semakin histeris dan menggila. Setiap Brenda ingin mendekati Belle, Sarah menarik dan mendorongnya menjauh.
"Wil! bawa Belle pergi. Pacarmu sudah gila!" Sarah menjerit kesal.
"Belle lagi nangis, kamu saja yang gendong aku takut dia jatuh." William menggeleng lalu mendekati Sarah dan Brenda yang masih saling mendorong.
"Kamu yang gendong Belle!" Sarah berteriak semakin keras sembari menahan Brenda yang merengek memanggil William. Ia tak mau William mendekati Brenda, karena tahu suami bonekanya itu lemah terhadap kekasihnya.
"Wiiilll!" Brenda menjerit tak rela ketika William mencoba mengangkat Belle dari sofa.
"Ada apa ini?!" Papa dan Mama muncul dari balik pintu.
Brenda langsung memperbaiki baju dan rambutnya yang kusut.
"Om, William menikah itu hanya lelucon 'kan?" tanya Brenda sembari menyusut air matanya.
"William sudah menikah, lalu ada urusan apa kamu di sini?" tanya Papa garang.
"Ta-tapi sejak kapan? aku masih kekasih William, Om." Brenda bersikukuh.
"Sekarang sudah jelas, William sudah menikah dan punya anak. Kamu tidak ada urusan di ruangan ini, kembali ke ruanganmu. Satu lagi, ini kantor jangan panggil saya Om!"
Brenda melirik ke arah William, berharap kekasihnya itu membelanya seperti biasa. Namun pria itu tampak asyik mengayun bayi di pelukannya. Melihat William tampak akrab bercanda dengan manusia kecil itu, Brenda menggeram marah. Kakinya menghentak keras lalu keluar tanpa berpamitan.
"Mengapa dia masih kerja di sini sih, Bang?" protes Mama.
"Dia masih saudara dengan salah satu pemegang saham. Di luar sikapnya yang tidak menyenangkan, semua pekerjaannya selesai dengan baik. Aku tidak bisa memecat orang tanpa alasan yang jelas."
"Alasannya sudah jelas, dia mengganggu William," sergah Mama tak suka.
"Tidak bisa, itu di luar masalah pekerjaan. Lagipula orang yang diganggu tidak merasa terganggu, sepertinya malah senang." Papa melirik sinis pada putranya.
"Sekarang kalian berdua tahu, alasan Papa meminta Sarah datang ke kantor. Salah satunya ini, agar perempuan itu tidak mendekatimu lagi," sambung Papa.
"Tapi aku masih cinta sama Brenda, Pa," ucap William sedih.
"Kamu bicara seperti itu tidak malu dengan anakmu yang sedang kamu gendong?" Mata Papa membesar.
"Bayi ini bukan anakku, Paaa!" Tepat saat William berteriak, Belle kembali menangis ketakutan, "Ssttt, cup cup cup." William semakin luwes mengayun Belle.
"Anakmu pun protes tak kamu akui," Papa berdecih gemas.
"Brenda itu hanya salah satunya, masih banyak yang harus tahu dengan statusmu, Wil. Sampai kita tahu siapa yang ingin menghancurkan perusahaan ini. Sarah, mulai besok kamu ikut bekerja di kantor ini," titah Papa.
"Baik, Pa. Gaji saya nanti berapa?"
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
TikaPermata
nggak salah kalau Brenda meragukan kejantanan Willi🤣🤣
2023-04-04
1
Red Velvet
Langsung to the point ya Sarah, langsung bicara ke pokok masalah pekerjaan yaitu Gaji😁
2023-03-19
1
memei
William kok bodoh sekali ya
2023-03-10
1