"Sarah ... Sarah!" William memanggil Sarah yang berlari melewatinya begitu saja, "Mau kemana kamu?" tanyanya masih dengan nada garang.
Sepeninggal Brenda yang pulang dengan harus sedikit diusir, William duduk seorang diri di ruang tamu dalam keadaan gelap gulita. Sarah yang panik tak menyadari keberadaan suaminya di sana.
"Belle ... Belle panas, Wil." Dengan suara dan tubuh bergetar. Sarah berbalik dan hendak lari keluar rumah lagi.
"Kamu mau bawa kemana dia?" William menahan tangan Sarah yang hampir melewati pintu ruang tamu.
"Ke dokter! Dia sakit, Wil! Aku ga punya waktu untuk meladeni kamu!" Sarah berteriak histeris.
"Kamu mau pergi bawa bayi malam-malam seperti ini naik apa? seperti ini? Bawa uang tidak kamu? Baru ujung jalan dia sudah mati!"
Kalimat William terdengar seperti menyumpahi kematian Belle di telinga Sarah. Dengan sebelah tangan, ia memukul tubuh suaminya sambil memekik marah.
William tak membalas, ia menyeret Sarah keluar rumah lalu memaksanya masuk ke dalam mobil. Tanpa mengatakan apapun, William menyalakan mesin mobilnya dan menjalankan kendaraannya dengan kecepatan penuh.
Diliriknya Sarah yang masih pucat dengan tangan memeluk Belle sangat erat. William mengecilkan pendingin udara ketika melihat tubuh Sarah dan bayi itu gemetar.
"Kenapa dia?" tanyanya dengan nada dingin. Sarah tak menjawab, ia hanya menggelengkan kepalanya.
"Mungkin hanya demam biasa," lanjut William.
Sarah menggeleng lagi. Walaupun ia sama sekali tidak punya pengalaman mengatasi anak yang sakit, tapi yang ia yakin Belle harus segera mendapatkan penanganan. Hatinya yang berkata demikian.
"Tolong cepatlah," ucap Sarah memohon. Suaranya yang menggelegar menantang William tadi sudah tak terdengar lagi. Kaki William semakin dalam menekan gas mobilnya. Ada perasaan khawatir juga, saat ia melihat wajah Belle yang semakin pucat berada dalam gendongan Sarah.
"Langsung bawa ke IGD, aku parkir mobil dulu. Nanti aku susul," ucap William cepat sebelum Sarah turun dari mobil di depan lobby rumah sakit.
Begitu berhasil mendapatkan celah kosong untuk menaruh kendaraannya, William segera berlari ke ruang IGD menyusul Sarah.
"Bagaimana keadaannya?" tanya William dengan nafas terengah-engah.
"Masih tunggu hasil," sahut Sarah. Pandanganya lurus ke arah Belle yang mulai menangis dengan suara lirih. Bayi itu tampak kesakitan setelah diambil darahnya untuk diperiksa lebih lanjut.
Seorang dokter dan dua perawat, berdiri mengelilingi tubuh mungil itu. Sarah dan William hanya bisa melihat sedikit agak jauh.
"Orangtua, pasien?" dokter itu menoleh pada William dan Sarah yang spontan langsung mengangggukan kepala, "Mari ikut saya."
Dokter itu lalu menggiring keduanya ke arah meja konsultasi, dan mempersilahkan keduanya untuk duduk di hadapannya.
"Bagaimana keadaanya, dok?" tanya Sarah tak sabar.
"Bayi ibu sudah mendapat penanganan pertama untuk menurunkan demamnya. Syukurlah Ibu cepat dan tanggap membawanya ke rumah sakit. Bayi ibu terkena infeksi bakteri, ini memang sering terjadi pada bayi baru lahir hingga enam bulan pertama mereka bahkan satu tahun. Penyebabnya beragam, kami harus cari tahu juga sambil melihat perkembangannya."
"Apa bahaya, dok?"
"Tentu bahaya, penyakit yang tidak mendapat penanganan yang benar semua bahaya. Teruntuk kasus ini, bisa mengalami kematian pada bayi."
Dada Sarah seketika terasa penuh dan sesak. William spontan merangkulkan tangannya pada bahu Sarah, menahannya agar dapat tetap tegak.
"Ibu jangan khawatir, bayi Ibu sudah tertangani dengan baik. Salah satu penyebab munculnya infeksi ini, bisa dari proses persalinan yang timbul dari tubuh Ibu saat melahirkan. Maaf Ibu melahirkan normal atau caesar?"
"A .. em, nor-normal," jawab Sarah tergagap. Dokter itu tampak menuliskan sesuatu di catatannya.
"Apa ada keluhan sakit pada Ibu maupun bayi setelah 72jam melahirkan?" lanjut dokter itu.
"Ti-tidak." Sarah menggelengkan kepala. Ia mulai sedikit panik, bagaimana jika jawaban yang ia berikan tidak dapat membantu kesembuhan Belle.
"Apa Ibu dan bayi ada riwayat alergi atau ada catatan khusus dari dokter anak dan dokter yang membantu persalinan?"
Sarah tak mampu menjawab lagi, ia benar-benar tak tahu. Ia hanya menggelengkan kepala ragu. William yang menyadari itu, memindai raut wajah wanita yang belum ada dua minggu ia nikahi.
"Permisi, bayinya di beri ASI dulu, Bu biar sedikit lebih tenang." Entah ia harus merasa lega terselamatkan dari pertanyaan beruntun dokter jaga itu, atau kembali pusing karena diminta menyusui Belle?
"Dia minum susu botol, tapi saya lupa membawanya," ucap Sarah sedikit berbisik.
"Tidak apa-apa, sementara dekap dan tempelkan saja wajahnya ke dada Ibu. Biasa bayi merasa aman dan tenang, jika mencium aroma ASI atau payudara Ibunya." Perawat itu mengarahkan Sarah agar duduk di ranjang pasien dan menaruh Belle di pelukannya. Wajah Sarah memanas ketika perawat itu akan membantunya melepas kancing kaosnya di depan William.
"Saya tidak mengeluarkan ASI." Sarah menahan tangan perawat itu. Sejenak perawat itu terdiam mencerna perkataan Sarah, lalu ia tersenyum, "Maaf, kadangkala memang seperti itu. Ibu jangan sedih ya, tetap di dekap saja nanti kami bawakan susu untuk bayi Ibu."
Sarah menghela nafas lega ketika perawat itu berjalan kembali ke tempatnya berjaga. Ia menundukkan kepalanya dalam, ia tahu William sedang menatapnya tajam.
"Bayi siapa ini? Kamu menculiknya?" tuduh William dengan geram tertahan.
"Jangan sekarang, Wil." Sarah menggelengkan kepala. Ia tidak mau mengambil resiko di tengah banyaknya orang di ruangan itu.
"Kamu mempergunakan bayi ini untuk memeras keluargaku? Aku rasa dia bukan anakmu. Kamu bisa dilaporkan ke polisi dan aku tidak mau keluargaku tersangkut tindakan kriminal atas perbuatan orang asing sepertimu!" William terus mendesak dan mencercanya.
"Wil! tolong jangan sekarang." Sarah mengangkat kepalanya dan memandang William dengan mata berkaca.
"Bu, bayinya harus di opname ya. Silahkan menyelesaikan administrasinya lalu setelah itu di bawa ke ruang rawat inap." Ketegangan mereka terpotong dengan kedatangan seorang perawat.
Sarah menggigit bibirnya, ia kembali menatap William dengan pandangan memohon, "Uangmu terpakai 25juta, masih ada sisa lima juta yang rencana kamu berikan untuk aku beli baju. Bolehkah kugunakan untuk biaya rumah sakit Belle? Tapi, kartunya tertinggal di rumah. Aku pinjam dulu uangmu ya, nanti ku ganti dari kartu yang kamu berikan tadi pagi."
William mendengus kasar mendengar permintaan Sarah yang berbelit-belit. Bagaimana maksudnya meminjam uang untuk menggantikan uangnya sendiri.
"Kamu hutang penjelasan padaku, Sarah. Jika kamu tidak berkata jujur, aku bersumpah akan melemparmu ke dalam jeruji besi," kecam William dengan telunjuk teracung.
Sarah mendesah gusar. Belum selesai persoalannya dengan kelompok pemeras, sekarang ia harus bertanggung jawab dengan kesehatan dan keselamatan bayi yang sebenarnya bukan siapa-siapa untuknya.
Sarah memandang punggung William yang sedang berdiri mengantri di loket kasir IGD. Ia masih bingung, apakah harus berkata jujur ataukah merangkai sebuah kebohongan lagi untuk menutupi sebuah kebohongan yang lain.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Red Velvet
Jgn bohong lagi , karena itu seperi berantai kau akan terus berbohong dan berbohong lagi untuk menutupi kebohongan yg pertama😣
2023-03-19
0
memei
jujur saja sarah
2023-03-14
2