Ketahuan

Hampir setengah hari ia habiskan duduk di taman seorang diri. Mencoba merangkai satu demi satu puzzle masalah yang datang bertubi-tubi dalam kehidupannya. Sarah merutuki masa mudanya yang ia lewatkan dengan bersenang-senang, hingga otaknya menjadi tumpul untuk dapat diajak berpikir lebih kritis.

Beruntung ia masih cukup waras saat memutuskan merawat bayi yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Mungkin saat itu ia merasa kesepian, sehingga kehadiran bayi itu seperti teman bisu yang mengerti semua permasalahan hidupnya. Namun sialnya, ia mulai curiga kalau kehadiran Belle dan bahkan munculnya William adalah salah satu skenario dari komplotan mafia yang menyekap papanya. Tapi untuk apa?

Suara klakson kendaraan yang ribut saling bersahutan, menyadarkan Sarah kalau ia sudah terlampau lama meninggalkan rumah. Dengan mengendarai ojek online, Sarah segera kembali ke kediaman keluarga besar Sanjaya.

Matahari sudah hampir terbenam saat Sarah memasuki pekarangan yang luas itu. Ia lupa memprediksi waktu kepulangannya saat sore hari di mana kendaraan penuh menumpuk jadi satu.

"Dari mana kamu?" Tatapan dingin William menyambutnya di ruang tamu saat langkah pertamanya memasuki rumah.

"Belan ...." Sarah menelan salivanya kasar. Ia baru teringat alasannya meminta kartu debit milik William, tapi nyatanya ia pulang dengan tangan kosong, "Aku belum menemukan baju yang sesuai seleraku," ucap Sarah berusaha santai. Ia menyelipkan rambut panjangnya di belakang telinga.

"Belum menemukan yang sesuai seleramu heh?" William menyeringai sinis, "Lalu bagaimana kamu bisa menjelaskan laporan 25 juta yang keluar dari rekeningku hari ini!" William memeperlihatkan laporan pesan singkat di layar ponsel miliknya.

Sarah terdiam. Ia kehabisan kata-kata pembelaan diri kali ini. Ia bagai maling yang tertangkap basah mencuri milik suaminya sendiri. Namun kegelisahannya berubah menjadi kemarahan, saat wanita bertubuh indah muncul dari dalam rumah dengan Belle di gendongannya.

Bayi itu menggeliat tampak tak nyaman di pelukan Brenda. Mungkin Belle tahu jika wanita itu tak tulus padanya, meski bujukan manis agar berhenti menangis keluar dari bibirnya.

"Sedang apa dia di sini?" tanya Sarah tak suka. Walaupun tak ada kata cinta untuk suami bonekanya, ia sebagai istri sah tidak suka ada wanita lain yang terang-terangan ingin merebut posisinya.

"Jawab pertanyaanku, Sarah! Kau kemanakan uangku!" Alih-alih menjawab, William berteriak keras padanya. Urat lehernya pun tampak menonjol, baru ini Sarah melihat kemarahan William.

"Aku yakin kamu tidak bakal jatuh miskin hanya karena uang 25juta yang kugunakan hari ini. Sebegitu pelitnya dirimu pada wanita yang telah kau nikahi?" Awalnya merasa bersalah, tapi kemunculan Brenda yang menatapnya remeh membangkitkan amarahnya. Ia tidak terima direndahkan di depan wanita itu. Namun otaknya bergulir cepat mencari alasan kemana uang sebesar itu pergi tanpa jejak.

"Jika itu benar untukmu membeli pakaian, ratusan juta pun aku berikan. Tapi bukan untuk membohongiku, Sarah! sekarang katakan padaku, kau berikan pada siapa uang itu?" William menarik lengan Sarah dengan keras. Wanita yang tubuhnya tak lebih tinggi darinya itu sampai berjinjit karena hentakan tangannya.

"A-aku tak berikan pada siapapun." Sarah bergetar ketakutan. Ia ngeri melihat sorot mata William yang ingin menelannya hidup-hidup.

Sebelah tangan William terulur ke arah Brenda. Wanita itu masih dengan menggendong Belle, memberikan ponselnya ke tangan William yang terbuka.

"Lalu bagaimana kau bisa jelaskan tentang ini?" William memperlihatkan sebuah foto saat dirinya berdiri sejajar dengan pria bertatto, seolah mereka tak saling kenal. Lalu foto selanjutnya tampak ia menyerahkan amplop coklat pada pria itu, yang langsung menghitungnya isinya. Foto yang menjelaskan seluruhnya tanpa diminta.

"Pria itu ayah dari bayi ini? Kamu memeras aku untuk menghidupi pria lain? Jawab, Sarah!" William berteriak semakin keras di depan wajahnya. Belle yang sudah rewel, semakin menjerit kencang mendengar suara keras ayah asuhnya.

"Lepas, Wil. Sakit!" Kerasnya cengkraman tangan William menyebabkan lengannya memutih, menandakan aliran darah terhenti di sana.

"Siapa kamu sebenarnya?" Mata William memasung bola mata Sarah. Wajah keduanya sangat dekat hampir tak bersekat.

"Aku Sarah yang kamu bayar untuk memuaskanmu malam itu," ucap Sarah lirih. Matanya beradu saling mengukur kekuatan.

Sarah merasakan cengkraman dan tajamnya sorot mata William mengendur. Ia memanfaatkan celah itu untuk melepaskan diri. Lalu dengan cepat ia mengambil alih Belle dari pelukan Brenda. Tanpa menghirukan panggilan William, ia langsung membawa Belle masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari luar.

Belle yang seolah tahu akan hatinya yang sedang kacau, ikut menangis tanpa henti.

"Belleee, sepertinya malam ini kita akan keluar dari rumah ini. Maafkan aku, harusnya kamu dapat lebih lama merasakan kehidupan yang layak rumah ini." Sarah mencium tangan mungil yang terus bergerak meninju udara.

Suara ketukan pelan di pintu kamar dan sayup-sayup memanggil namanya, memastikan bukan William pelakunya. Sarah memutar kunci pintu dan membukanya sedikit.

"Ada apa, Bik?" Pekerja rumah tangga William yang ia pasrahkan Belle tadi siang, tampak khawatir memandangnya.

"Ini botol susunya, Non." Matanya mencari-cari Belle di dalam kamar.

"Terima kasih ya, Bik. Maaf sudah merepotkan."

"Tidak apa-apa, Non. Tadi saya juga dibantu Ibu, tapi beliau mendadak keluar kota sama Bapak sore tadi."

"Kemana?"

"Saya kurang tahu, Non. Habis terima telepon, Ibu sama Bapak langsung buru-buru berkemas. Mungkin sudah titip pesan sama den William."

Sarah menganggukan kepala lalu mengucapkan terima kasih. Sekarang rasa penasarannya sudah terjawab. Mengapa Papa dan Mama William tak muncul mendengar pertengakaran mereka berdua, dan bagaimana bisa kekasih William itu berani menginjakan kakinya di rumah orang yang sudah mengusirnya tadi pagi.

Sepeninggal pekerja rumah tangga itu, Sarah tak lagi mengunci pintu kamarnya. Ia sudah pasrah jika William masuk dan menyeretnya keluar dari rumah. Ia juga tidak peduli dengan kehadiran wanita yang masih ingin memiliki William.

Sarah hanya meringkas peralatan milik Belle. Sedangkan ia hampir tak memiliki apa-apa selama di rumah ini. Hanya beberapa helai daster dan pakaian dalam yang ia beli di pasar, itupun ia tidak berniat membawanya.

Sarah merasakan keheningan. Suara tangis Belle tak terdengar lagi. Sekilas ia menoleh dan mengira bayi itu tertidur, tapi netranya menangkap tubuh Belle tampak bergetar menggigil.

"Belle ... Belle kenapa kamu, Sayaang?" Sarah terkesiap ketika merasakan kulit bayi itu terasa panas di tangannya. Mata Belle terpejam rapat, bibirnya mengeluarkan tangisan lirih tertahan.

Tanpa pikir panjang, Sarah segera menggendong Belle lalu membawanya turun ke bawah. Ia tidak peduli jika harus menghentikan kendaraan apapun yang melintas untuk membawanya ke rumah sakit, atau bahkan ia harus berlari dengan kaki telanjang sekalipun. Dalam pikirannya hanya satu, Belle harus segera di bawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan sebelum semuanya terlambat.

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Red Velvet

Red Velvet

Rasanya akan kurang kalau Usaha Sarah selaku mulus. Memang harus sering dpt hambatan😣😣😣

2023-03-19

0

Leni Herlina

Leni Herlina

kasoihan sarah cepat sehat belle

2023-03-13

2

Sumiyati Panggah

Sumiyati Panggah

semangat bel .mungkin cerita kedepan hidup lebih enak

2023-03-12

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!