Tidur bersama

"Saaraaahh." William berdiri dari ranjang dan segera ke kamar mandi lalu menggedor pintunya.

"Kenapaaa?" Sarah berteriak tak kalah kerasnya dari dalam kamar mandi.

"Dia pipiiss." William memperhatikan dengan ngeri cairan yang mengalir semakin banyak, keluar dari antara dua kaki Belle yang bergerak-gerak.

"Ow, tenang saja Belle pakai popok. Dia mahkluk hidup, wajar kalau pipis," sahut Sarah santai.

"Pipisnya mengalir, Saraaaahh!" William semakin keras berteriak, tapi Sarah tidak mempedulikan. Wanita itu malah membuka kran air semakin kencang.

"Sial!" Dengan geram William memukul pintu kamar mandi dengan kepalan tangannya.

"Oke, bayi tunggu sebentar. Perempuan yang merawatmu hanya mandi, sebentar lagi pasti selesai."

Namun Belle tak bisa menunggu lebih lama lagi. Rasa tidak nyaman di area pantat mulai mengganggunya. Bayi perempuan itu mulai menangis lagi.

"Kenapa harus nangis lagi sih!" seru William. Belle yang mendengar hardikan William, semakin menjerit ketakutan.

"Saraaah!" William menggedor pintu kamar mandi itu semakin keras. Namun gedoran pintu dibalas dengan senandung nyanyian Sarah dari dalam, "Aarrggh!"

William kembali mendekati Belle dipandanginya Bayi yang tak berdaya di atas ranjangnya. Mata Belle seakan memohon padanya untuk melepaskan sesuatu yang membuatnya tak nyaman. Perlahan dengan jari telunjuk dan jempolnya, William mulai mencoba membuka popok Belle yang sudah terasa berat.

"Astaga! Maaf aku lupa kamu perempuan." William kembali berdiri dan membalikan badannya memunggungi bayi itu. Ia membiarkan tubuh bagian bawah Belle terbuka seluruhnya sampai Sarah keluar dari kamar mandi.

"Hei, kenapa kamu membiarkan dia telanjang? Dia masih bayi, bisa masuk angin!" sembur Sarah kesal. Dengan cepat karena mulai terbiasa, ia mengganti popok Belle.

"Salah sendiri kamu di dalam lama. Lagipula dia perempuan, tidak pantas kalau aku yang harus menggantikan pakaiannya?" ujar William masih dengan tubuh membelakangi Sarah yang sedang membersihkan tubuh Belle.

"Memangnya kenapa kalau dia perempuan? Kalau kamu nafsu sama bayi, ada yang salah dengan dirimu."

"Apa maksudmu! Aku hanya menghormati dan bersikap sopan pada wanita." William berbalik dan menatap Sarah dengan marah.

"Dia masih bayi, belum bisa disebut wanita. Lagipula dia sudah menjadi anakmu," sahut Sarah santai.

"Sudah berulang kali aku katakan, jangan sebut dia anakku!" kecam William, lalu ia keluar dari kamar dengan membanting pintunya.

"Uppss, jangan takut ya." Sarah menutup kedua telinga Belle, "Tolong bersabar sebentar saja di sini. Aku akan berusaha lebih keras lagi, untuk mengumpulkan uang lebih banyak supaya kita berdua bisa keluar dari rumah ini. Aku juga mohon bantuanmu ya, bekerjasamalah denganku. Jangan pipis terlalu banyak kita harus lebih menghemat pengeluaran."

Sementara di ruang keluarga, William menggerutu tak jelas.

"Kenapa, Will?" tanya Mama yang kebetulan keluar dari kamar.

"Ma, kita tukar kamar ya. Aku tidur sama Papa, Mama tidur sama Sarah," pinta William memelas.

"Mama ga yakin Papa kasih ijin. Memangnya ada apa?"

"Aku ga mau tidur sama perempuan dan bayi itu. Sebentar saja sudah bikin kepala sakit dengan tangisannya. Kamarku sekarang bau pesing, Ma, bayi itu ngompol di atas ranjangku!" William sedikit menjerit tertahan.

"Ada apa ini?"

William mendesah samar ketika Papanya ikut keluar dari dalam kamar. Situasinya akan semakin rumit jika Papanya ikut turun mengatasi.

"A-aku tidur di sini. Mama mau tidur sama Sarah di kamarku," ujar William.

"Benar kamu mau tidur di kamar Willi? Bukannya bayi itu malam ini tidur bersama mereka agar kita bisa berduaan lagi, ini kok kamu malah ngikutin bayi itu. Aku jadi sama siapa, masa sendirian?" Papa terus mengomel tanpa memberikan kesempatan istri atau anaknya menjelaskan.

"Siapa yang bilang aku mau tidur di kamar Willi? Dia hanya meminta, aku juga belum mengiyakan," ujar Mama sewot.

"Kamu ngapain mau tidur di sofa?" Pertanyaan Papa berbalik lagi pada putranya.

"Gerah."

"Masuk kembali ke kamarmu. Kasihan istrimu harus menjaga anak kalian sendirian," titah Papa tegas.

"Pa! Bayi itu bukan anakku! Dia ...." Sebaris kalimat terhenti di ujung lidah William. Ia tak sanggup mengatakan kalau Sarah adalah wanita penghibur.

"Kenapa dia?"

"Tidak apa-apa, aku mau tidur." Dengan langkah gontai, William kembali masuk ke dalam kamar.

Dilihatnya Sarah sedang berusaha mengganti sprei miliknya.

"Nah, kebetulan kamu datang. Coba duduk di sana dulu." Tanpa curiga, William mengikuti permintaan Sarah, "Tolong gendong sebentar ya, aku ganti spreinya dulu."

Mata William kembali membesar ketika bayi berkulit putih itu diletakan di pelukannya. Namun mulutnya terkunci rapat tak seperti saat pertama ia menggendongnya. Bayi itu sudah rapi dan tertidur pulas. William mengendus tubuh bayi itu, harum minyak penghangat tubuh bayi yang khas membuat William ikut mengantuk.

"Iiih, Papa sudah pintar gendongnya." Ucapan Sarah yang menjengkelkan membuat matanya yang setengah terpejam kembali terbuka. Wanita itu tampak tak merasa bersalah mengambil Belle dari gendongan dan menaruhnya tengah ranjang.

William mengamati sisi ranjang yang kosong. Ia tahu di sanalah Sarah menyisakan celah sempit untuknya berbaring.

"Tidak bisakah kamu bawa dia tidur di tempat lain? Aku tidak bisa tidur kalau sempit seperti ini," keluh William.

"Itu tandanya kamu harus membeli ranjang yang lebih besar lagi," ujar Sarah pelan dengan mata terpejam.

"Hhhh! Jangan salahkan aku kalau besok pagi bayi ini rata terlindas di bawah tubuhku," ujar William kejam. Tak ada pilihan lain, William merebahkan tubuhnya di sisi bayi yang tertidur pulas. Karena jatah ranjangnya yang sempit, ia terpaksa sedikit memiringkan tubuhnya menghadap Belle.

Kembali William mengamati wajah si bayi dalam jarak yang dekat. Bibir bayi itu bergerak-gerak seolah sedang menyusu. Wajahnya yang bulat dengan semu merah di pipinya menambah gemas ingin dicubitnya.

Pandangan William beralih pada wanita yang tertidur di sisi Belle. Jarak keduanya cukup dekat hanya dibatasi tubuh mungil di antara mereka. Sarah tampak pulas dengan dengkur halus yang teratur.

"Rasanya tak asing dengan wajahmu. Seperti aku pernah melihatmu di mana?" William membatin.

Rasa lelah dan kantuk serta harumnya minyak yang menenangkan dari tubuh Belle, membuat William ikut terlelap.

Ia terbangun saat merasakan sesuatu yang basah di area wajahnya. Cairan itu berbau susu!

Tiba-tiba William merasakan sesak tak ada udara yang bisa ia hirup. Mata William terbuka lebar dalam sedetik. Awalnya, tak ada yang bisa dilihat, matanya terhalang sesuatu yang hangat dan lembut.

"Aaahh!" Tubuh William terlonjak kaget, seiring tangisan Belle yang juga menjerit kaget.

"Ada apa?" Dengan hanya berbalut handuk, Sarah keluar tergopoh-gopoh dari dalam kamar mandi.

"Di-dia menghisap su ... maksudnya hidungku." William menggelengkan kepalanya. Ia sempat tidak fokus kala melihat sebagian dada Sarah terbuka lebar.

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Red Velvet

Red Velvet

Sarah itu anak konglomerat juga loh, tak bisa dibayangkan nanti saat kebenarannya terkuak

2023-03-19

2

memei

memei

wkwkwkk lanjuuttt

2023-03-01

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!