Pagi kembali menjelang. Mata Kalea mengerjap ketika merasakan cahaya matahari masuk ke retinanya. Matanya terasa berat kala ingin terbuka. Seperti ada lem yang menempel.
Padahal, Kalea sudah memiliki jam tidur yang cukup dari semalam. Beruntunnya, pagi ini keadaan tubuhnya sedikit membaik. Kalea memaksakan matanya untuk terbuka lalu duduk bersandar pada kepala ranjang.
Kepalanya terasa pening akibat kejadian semalam. Kalea menghela napas kasar bila mengingat itu. Beruntung, Kalea masih memiliki obat pereda nyeri yang selalu Kalea konsumsi setelah berhubungan dengan Zoni dan merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
Tidak ada hari terpuruk bagi Kalea. Setiap hari harus dijalani dengan baik walau kondisi hati sedang tidak baik-baik saja.
Beberapa jam kemudian, Kalea telah sampai di depan kamar hotel milik Javas. Kalea sudah terlambat lama sekali karena saat ini waktu sudah menunjukkan pukul tujuh. Entah. Apakah Javas sudah bangun dengan sendirinya atau belum. Dia hanya berharap, semoga Javas sudah bangun.
Namun, harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Keadaan ruangan masih sangat gelap. Kaki Kalea melangkah menuju kamar walau masih sedikit terseret akibat sakit di inti tubuhnya yang masih terasa.
Ceklek.
"Bagaimana ini? Teryata, Javas belum juga bangun. Aku sudah sangat terlambat sekali," ucap Kalea dengan wajah paniknya.
Dengan tergesa-gesa, Kalea membangunkan Javas dengan sedikit berteriak. Tidak langsung mendekat pada sisi ranjang, Kalea sempatkan untuk membuka gorden di ruangan tersebut sampai cahaya matahari menelusup masuk.
"Javas! Aku terlambat membangunkan mu. Jadi aku mohon, bangunlah!"
Tidak ada pergerakan dari pria tersebut yang membuat Kalea menghembuskan napasnya lelah. Di berjalan mendekat dan langsung menarik selimut yang menutupi tubuh Javas.
Namun setelahnya, Kalea menyesal dan berteriak kencang. "AARGH! JAVAS!"
Sedangkan yang bersangkutan, justru tersenyum lebar dengan mata yang masih tertutup. "Kenapa? Kaget ya? Makanya jangan asal tarik," ucapnya dengan nada mengejek.
Kalea sudah berbalik agar tidak melihat tubuh Javas yang hanya mengenakan celana boxer. Tidak biasanya Javas tidur memakai pakaian seperti itu.
"Kamu ... Kenapa hanya mengenakan ... Argh!" Kalea lagi-lagi berteriak dan urung meneruskan kalimatnya saat merasakan lengannya ditarik hingga berakhirlah Kalea ambruk di sebelah Javas. Laki-laki itu membaringkan Kalea di sebelahnya.
Mata Kalea melotot tajam. "Jangan macam-macam kamu!" peringat Kalea yang justru membuat Javas tertawa terbahak-bahak.
"Kenapa wajahmu pucat seperti itu? Aku bukan suamimu yang akan melakukannya dengan paksa," ucap Javas dan seketika itu juga, Kalea mematung.
'Apakah Javas tahu sesuatu?' batin Kalea bertanya.
"Tentu saja aku tahu. Ini apa? Gigitan bukan?" ucap Javas lagi yang semakin membuat nyali Kalea seketika luntur. Belum lagi, Javas kini tengah menyentuh bagian lehernya yang semalam Zoni gigit dan mungkin meninggalkan bekas luka.
'Apakah Javas bisa membaca pikiranku?'
"Jangan pikirkan macam-macam. Istirahatlah disini. Hari ini aku meliburkan mu." Javas kembali bersuara karena Kalea justru malah terdiam.
Mata keduanya saling beradu dan Javas bisa melihat tatapan Kalea yang begitu rapuh dan sarat akan luka. "Istirahatlah. Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu semalam sampai-sampai membuat matamu bengkak. Mungkin saja, kamu baru saja menangis semalaman."
Kalea masih terdiam. Javas saja tahu apa yang sedang Kalea rasakan. Namun, mengapa suaminya tidak? Javas lebih perhatian daripada Zoni yang tidak pernah peka.
"Apakah ada yang sakit? Aku akan panggilkan dokter—"
"Tidak perlu. Aku sudah meminum obat semalam agar sakitnya mereda," kejar Kalea sebelum Javas benar-benar menyelesaikan kalimatnya.
Javas berdecak sebal. "Ck. Benar dugaanku. Dia menyakitimu lagi? Sampai kapan kamu akan bertahan di dalam hubungan yang setiap harinya selalu membuatmu hancur?" tanya Javas lalu segera mendudukkan diri. Sedangkan Kalea, dia ingin ikut duduk namun segera dicegah oleh Javas.
"Aku bilang istirahatlah, Kalea. Cobalah peduli dengan diri kamu sendiri. Jika bukan kamu yang sayang ke diri sendiri, siapa lagi? Hah?" Javas berucap kesal. Namun pada nada suaranya, Kalea bisa mendengar nada khawatir yang terselip di sana.
Pada saat itu, Kalea tak mampu lagi membendung air matanya. Dia menangis tanpa ingin menahan isakan seperti yang sudah-sudah. Javas tentu saja terkejut dengan reaksi Kalea. Tanpa menunggu lebih lama, Javas berbaring lagi lalu memeluk Kalea untuk menyalurkan ketenangan.
"Apakah ucapanku menyakiti mu?" tanya Javas merasa bersalah.
Namun, Kalea menggeleng dan tangisnya semakin menjadi-jadi. Dia merasa terharu karena masih ada yang peduli padanya. Kalea membalas pelukan itu tak kalah erat. Rasanya begitu nyaman ketika memiliki bahu untuk bersandar dan dada yang siap memeluk dengan hangat.
Mengabaikan jika saat ini tubuh bagian atas Javas tidak ada sehelai benangpun yang menutupi.
Javas semakin bingung dengan tingkah laku Kalea. Dia memilih diam dan akan menanyakannya nanti saat Kalea sudah tenang.
Setelah beberapa menit berlalu, Kalea sudah tampak tenang. Tangisnya tak lagi menggebu-gebu dan hanya tersisa isakan kecil. Dengan lembut, Javas melepas pelukan lalu menatap Kalea yang ada di hadapan.
Mata yang bengkak dan merah, hidung merah, dengan bibir yang juga ikut bengkak karena terlalu banyak menangis. Javas terkekeh melihat hal itu. "Coba kamu bercermin. Kamu pasti akan terkejut melihat wajahmu sendiri," ledek Javas yang segera mendapatkan pukulan di dadanya.
"Apaan sih."
"Aw! Sakit sekali!" Javas berucap dramatis seakan pukulan Kalea begitu menyakitkan.
Bukannya merasa bersalah, Kalea justru terbahak renyah. Javas pun tersenyum kala melihat senyum Kalea telah kembali.
Hatinya ikut sesak saat melihat Kalea datang dalam kondisi yang tidak begitu baik. Siapapun itu, pasti akan tahu jika semalam pasti terjadi hal yang kurang baik saat pertama kali melihat keadaan Kalea.
Belum lagi, leher Kalea yang tampak terkena gigitan. Entahlah, apakah hanya satu tanda yang Javas lihat atau masih ada lagi namun mencoba ditutupi.
Mengingat itu, Javas kembali bersuara. "Apakah masih ada tanda lain di lehermu?" tanyanya tidak berfilter.
Kalea melotot tajam. "Kenapa memangnya?" tanyanya tidak terima.
"Mungkin saja kamu mendapat gigitan banyak semalam. Mau aku tambah lagi?" tanya Javas yang seketika mendapatkan pukul kencang di kepala.
"Argh! Sakit Kalea!" pekik Javas kesakitan yang sama sekali tidak dihiraukan.
"Mandilah. Kamu akan terlambat jika terus berbaring," pinta Kalea lembut.
Javas menggeleng lalu mendekatkan wajahnya pada leher Kalea sampai membuat Kalea harus menahan napas. Hembusan napas Javas terasa lembut menyapu bagian lehernya dan itu membuat kulitnya meremang.
Kejadian selanjutnya, Javas mengecup luka gigitan yang dibuat Zoni dengan sangat lembut sampai menciptakan desiran aneh di sekujur tubuh Kalea.
Kalea mematung di tempat saat kecupan demi kecupan Javas labuhkan di sana. Harunya Kalea memberontak karena mungkin saja Javas akan melakukan seperti yang Zoni lakukan.
Namun, Kalea justru terdiam mematung. Sentuhan itu terasa lembut sampai Kalea berniat memejamkan mata. Kalea segera tersadar saat Javas menjauhkan wajah lalu menatap Kalea. Pandangannya terlihat sayu sampai Kalea harus menelan saliva.
"Kenapa? Apakah kamu merasa nyaman? Kamu suka dengan tindakan lembut seperti tadi?" tanya Javas dan dengan bodohnya, Kalea mengangguk pelan.
Hal itu membuat bibir Javas mengulas senyum. "Itu berarti, tubuhmu merasa aman saat ada di dekatku," ucapnya lembut dengan senyum yang terkembang sampai Kalea bisa melihat mata Javas menyipit.
"Mau lagi? Mungkin kamu akan merasakan perbedaan setelahnya," tanya Javas lagi dan Kalea segera menggeleng.
"Tidak perlu. Tidak seharusnya aku melakukan hal tersebut karena aku sudah bersua—"
Cup.
Kalea membeku di tempat dengan jantung yang kembali berulah, ketika Javas tiba-tiba mengecup bibirnya sebelum Kalea menyelesaikan kalimatnya.
"Jangan sebut statusmu saat sedang bersamaku. Aku tidak suka mendengarnya." Javas berucap lembut sampai Kalea kembali mengangguk patuh.
Debaran jantung Kalea semakin nyata kala Javas kembali mendekatkan wajah. Kalea memejamkan mata dan setelahnya, dia bisa merasakan sapuan lembut di bibir miliknya.
Dan entah mendapatkan keberanian dari mana, Kalea mulai membuka bibir dan membalas ciuman pagi hari itu. Ciuman lembut namun terasa membara.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...yuk kasih komentar kalian disini ya😅😅...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Alanna Th
waaa 😱, aq mau donk. wnt mn yg tak mau dprlkkn dg kelembutan? aq yg mleleh, thor 😘💗💗
2023-08-25
1
Aisyah Nabila
oh no oh yes🤣🤣🤣
2023-08-21
1
Aas Azah
oh no,itu salah kalea,kamu wanita bersuami tidak pantas melakukan hal hina sprti itu, jagalah marwahmu sbg istri😤
2023-03-02
1