Saat masuk dan langkah kakinya siap menuju meja resepsionis, tiba-tiba ada suara yang memanggil namanya.
"Nona Kalea?"
Saat menoleh, Kalea bisa melihat sosok pria mengenakan seragam pengawal. Wajahnya tampak datar di tambah dengan kacamata yang bertengger di hidungnya.
"Iya? Saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Kalea dengan dahi yang mengernyit dalam. Seingatnya, Kalea tidak mengenal sosok laki-laki di hadapannya.
"Tuan Javas sudah menunggu Anda di ruangannya. Mari, saya antarkan ke ruangan beliau," ajak pria tadi yang membuat kepala Kalea berpikir keras tentang sebutan Tuan yang tersemat untuk Javas.
Ini Javas yang Kalea kenal bukan?
Mengapa laki-laki di depannya memanggilnya dengan Tuan?
"Nona? Apakah sudah selesai berpikirnya?" Ucapan itu membuat Kalea berjenggit kaget.
Setelah berhasil mengendalikan diri, Kalea mengangguk pelan. Hingga laki-laki di hadapannya kembali berucap. "Mari, ikuti saya!"
Tidak ada pilihan lain. Kalea melangkahkan kaki mengikuti pria tegap yang kini berjalan di depannya. Menaiki lift, keadaan di ruangan kotak itu terasa canggung bagi Kalea. Tidak hanya canggung, Kalea juga merasa takut karena pria di sampingnya tidak menunjukkan sebuah senyum semenjak tadi.
Kalea baru tersadar jika lantai yang mereka tuju mungkin lantai yang letaknya paling atas dari hotel tempat dimana Kalea berada. Melihat itu, Kalea semakin dibuat cemas.
'Bukankah kemarin Javas mengatakan bahwa ada pekerjaan sebagai cleaning service? Lalu, mengapa aku dibawa ke tempat setinggi ini?' tanya Kalea dalam hati.
Jantungnya sudah berdetak tidak menentu akibat rasa takut yang berlebihan.
Ting.
Lift berdenting menandakan keduanya telah sampai. Saat pintu lift terbuka, hal pertama yang Kalea lihat adalah ruangan luas yang begitu indah. Kalea jelas terpana untuk sesaat. Namun hanya sebentar karena suara pria di sampingnya berhasil membuyarkan.
"Mari, ikuti saya! Tuan sudah menunggu terlalu lama," tegas pria tadi yang kini masih berusaha menahan pintu agar tidak tertutup lagi.
Kalea mengangguk canggung lalu berjalan mengekor. Matanya tak henti-henti menatap sekeliling yang begitu mewah dan indah. Sebuah rooftop dengan banyaknya tanaman hias. Ada juga tanaman rambat yang mengelilingi salah satu spot yang di tengahnya terdapat meja dan kursi.
Entah lantai ini digunakan untuk apa. Mungkin saja untuk tamu yang ingin melakukan makan malam romantis.
"Kalea!"
Suara itu membuat Kalea menoleh dan mendapati Javas lengkap dengan wajah kesalnya. Kalea terkejut bukan main. Jadi, Tuan yang dimaksud pria tadi adalah Javas yang Kalea kenal? Berarti, Javas ...
"Javas," ucap Kalea lirih. Seperti tidak percaya dengan kenyataan yang baru saja diketahuinya.
"Reza! Tinggalkan kami!" titah Javas pada pria yang sejak tadi menemani Kalea untuk bisa sampai di lantai tempat Kalea memijak.
Kalea melihat ke arah pria bernama Reza. Ada anggukan hormat dan patuh dari gerak-geriknya. Pikiran Kalea sudah tidak bisa mengelak lagi. Apakah Javas adalah pemilik hotel mewah ini? Ya Tuhan!
Sepeninggalan Reza, mata Kalea langsung tertuju pada Javas. Kalea memicing tidak percaya, merasa telah dibohongi oleh Javas.
"Kamu sudah berbohong padaku. Mengapa kamu mengatakan ingin mencarikan ku pekerjaan? Lalu, apa sekarang?" tanya Kalea tidak habis pikir.
Javas berdecak sebal dengan kedua lengan yang berkacak pinggang. "Kita bahas itu nanti. Salah siapa kamu tidak membalas pesanku sejak semalam," jawab Javas merajuk.
Kalea terperangah tak percaya. Apakah ini Javas yang Kalea kenal? Mengapa sikapnya begitu kekanak-kanakan? Kalea menggelengkan kepala.
"Maksudnya?" tanya Kalea heran.
Terdengar helaan napas berat dari Javas. "Lupakan. Yang terpenting sekarang, kamu sudah ada disini."
"Ayo ikut denganku!" ajak Javas sambil menarik pergelangan tangan Kalea agar mengikuti langkahnya.
Mendapat sentuhan fisik seperti itu tentu membuat Kalea menjadi salah tingkah dan menatap pergelangan tangannya sendiri.
"Ayo!" ulang Javas karena Kalea tak kunjung melangkahkan kaki.
"Mau kemana? Bukankah kamu sudah berjanji untuk memberiku sebuah pekerjaan? Lalu, mengapa aku harus berada disini?" protes Kalea kesal.
Javas berdecak. "Ck. Makanya ikut kalau kamu ingin bekerja," geram Javas gemas sendiri.
"Kemana?" rengek Kalea takut-takut. Pasalnya, Javas menarik lengannya untuk berjalan ke sebuah ruangan yang mungkin saja begitu luas pada bagian dalamnya.
Javas tersenyum miring. Paham akan pikiran Kalea. "Menurut kamu?" Javas justru balik bertanya hingga membuat mata Kalea melotot kesal.
"Javas. Jangan bercanda. Aku kesini untuk mencari pekerjaan halal," geram Kalea sambil berusaha melepas pergelangan tangannya.
Mata Javas mengerjap. Matanya menatap Kalea yang tampak ketakutan. "Jangan bilang kamu sedang memikirkan hal yang tidak-tidak?" tebak Javas dengan senyum angkuhnya.
Kalea salah tingkah. Apakah raut wajahnya mudah sekali ditebak? Melihat itu, Javas pun tergelak renyah.
"Kalea ... Kalea. Aku tahu apa yang saat ini ada dalam pikiranmu," ucap Javas setelah tawanya reda.
"Memangnya apa?" tanya Kalea sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Javas berdehem lalu merubah raut wajahnya kembali cool. "Ikut aku. Akan aku tunjukkan pekerjaanmu. Ini bukan pekerjaan seperti yang ada dalam isi kepalamu. Tetapi ...."
Kalea menatap waspada kala merasakan tubuh Javas semakin mendekat padanya. Lalu, Kalea bisa merasakan kepala Javas yang melewati samping wajahnya dan terdengar suara bisikan Javas. "Tetapi jika kamu menginginkannya, aku akan siap sedia."
Sontak saja hal itu membuat Kalea kesal da berujung menginjak kaki berbalut sepatu pantofel milik Javas.
"Argh!" pekik Javas kesakitan.
"Rasakan! Dasar mesum!" kesal Kalea lalu melipat lengan di depan di dada.
"Sakit sekali, Kal. Kamu kuat sekali sih," gerutu Javas sambil berusaha melepas sepatu pantofel miliknya.
Melihat itu, perasaan Kalea terserang rasa bersalah. Belum lagi, Kalea bisa melihat jari jempol Javas yang memerah mungkin akibat injakan dari sepatunya.
"Sakit sekali ya? Maafkan aku," sesal Kalea yang kini mulai berjongkok mengikuti Javas yang kini sedang mengelus sayang jempol kakinya.
Kalea menatap Javas yang kini tampak meringis menahan sakit. Namun, Kalea justru gagal fokus pada wajah Javas yang masih saja terlihat tampan. Dari jarak sedekat ini, Kalea bisa melihat garis hidung Javas yang tinggi. Alisnya yang tebal dengan bulu mata yang lentik. Garis rahangnya begitu tegas dengan ditumbuhi bulu-bulu halus yang mungkin lupa dicukur tadi pagi.
Entah mengapa, Kalea bisa langsung nyaman berada di dekat Javas. Bahkan jika Kalea tidak menahan mulutnya, bisa-bisa Kalea akan bercerita tentang rumah tangganya. Senyaman itu berada di dekat sosok laki-laki tampan di hadapannya.
"Kenapa? Mulai terpesona dengan ketampanan ku?" tanya Javas percaya diri. Bahkan, alisnya sudah bergerak naik dan turun dengan sombongnya.
Kalea mengerucutkan bibirnya kesal. "Mana ada? Yang benar saja aku terpesona. Aku sudah memiliki suami." Entah mengapa, justru kalimat itu yang keluar dari mulut Kalea.
Mendengar kata suami disebut, raut wajah Javas berubah datar lalu berdiri dan kembali memakai sepatunya. Matanya menatap tajam dan penuh intimidasi pada Kalea.
"Ikut aku jika kamu ingin benar-benar bekerja."
Kalea melongo tidak percaya. Kenapa mood Javas berubah dalam sekejap?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments