Siang hari saat matahari mulai bergerak tepat di atas kepala, Kalea meninggalkan taman. Javas sudah pergi sejak tadi setelah berkenalan dengannya. Ada telepon yang masuk dan Kalea bisa menangkap raut serius yang ditunjukkan Javas.
Satu yang Kalea ingat. Sebelum benar-benar pergi, Javas mengucapkan sebuah kata. "Besok kita bertemu lagi disini. Entah kamu bersedia datang atau tidak, aku akan tetap berkunjung kesini."
Dan mengingat itu, Kalea tersenyum sendiri. Dalam benaknya terpikir, apakah Javas tidak merasa jijik padanya? Seperti yang dilakukan Zoni, sang suami.
Zoni bahkan dengan lantang mengatakan bahwa Kalea bau, jerawatan, dan menjijikkan. Oleh karena itu, Kalea masih merasa heran. Kalea pikir, dirinya tidak semenarik itu.
Saat sudah sampai gerbang rumahnya, Kalea menghentikan langkah. Di sana, tepatnya di depan pintu rumah, ibu mertua dan adik ipar sudah berdiri dengan tangan yang berkacak pinggang.
"Darimana saja sih, kamu? Ibu menunggu lama di depan pintu. Kerjaannya keluyuran mulu!" teriak ibu mertuanya dengan suara lantang juga kesal.
Kalea menunduk. "Maaf, Bu. Habis jalan-jalan sebentar." Setelah mengucapkan itu, Kalea bergegas membuka pintu rumahnya yang kebetulan terkunci.
"Silahkan masuk, Bu," ucap Kalea mempersilahkan saat pintu telah terbuka.
Dengkusan kesal Kalea dengar dari adik iparnya. Dua wanita berbeda generasi itu melenggang masuk layaknya memasuki rumah sendiri. Sedangkan Kalea, bagai asisten rumah tangganya.
Setelah Kalea masuk, bisa dilihat ibu dan adik dari suaminya itu duduk di sofa dengan gaya angkuh. "Mbak. Ambilkan minum untukku dong. Gerah nih," ucap Anabella, sang adik ipar.
"Iya. Sekalian ibu juga ya. Kalau ada, ibu mau jus mangga pakai es," imbuh sang ibu mertua layaknya majikan menyuruh pembantunya.
Kalea terdiam. Jujur saja, Kalea merasa kesal sekaligus jengah dengan sikap ibu mertuanya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Kalea berjalan menaiki tangga. Mengabaikan permintaan ibu mertua dan adik iparnya.
"Biarlah jika nanti mereka akan mengatakannya pada mas Zoni. Aku terlalu lelah hari ini. Energiku bisa habis hanya untuk melayani mereka," batin Kalea mencoba acuh.
"KALEA!" Teriakan itu membuat langkah Kalea terhenti.
"Kamu tidak dengar ibu menyuruhmu untuk apa? Hah? Dasar menantu tidak berguna! Ibu menyesal punya menantu seperti kamu!" imbuh bu Rosi dengan suara meninggi.
"Sudah, Bu. Lebih baik kita carikan calon istri baru untuk mas Zoni. Yang pasti lebih cantik, berpendidikan, dan yang paling penting adalah kaya." Kini Anabella mulai ikut campur dengan masalah rumah tangganya.
Kalea memegang dadanya sendiri yang terasa sesak juga nyeri. Matanya sudah berkaca-kaca akan menangis. Anehnya, Kalea hanya diam dan bagai tidak berdaya untuk sekedar menjawab hinaan tersebut. Hatinya sudah terlalu banyak disakiti.
Kalea memejamkan mata lalu mengangkat kepala. Dia beranikan diri untuk menjawab. "Silahkan ibu hina aku sepuasnya," ucapnya dengan tubuh yang bergetar dan telapak tangan yang sudah basah karena keringat. Kalea ketakutan.
"Oh. Jadi kamu mulai berani sekarang? Berani kamu sama ibu?" tanya bu Rosi dengan nada angkuh.
Tidak ingin menanggapi terlalu jauh, Kalea berjalan cepat menuju kamar lalu menguncinya. Kalea berdiri di balik pintu dengan punggung yang menempel di daun pintu.
Kalea kembali menangis terisak. Begini sekali nasib hidupnya. "Apakah di kehidupan sebelumnya aku melakukan kesalahan? Sehingga di kehidupan sekarang, hidupku begitu menderita," gumam Kalea terdengar pilu.
Kalea kembali menangis dengan menutupi wajahnya. Kalea yakin, setelah ini Zoni akan marah padanya karena tidak patuh pada sang Ibu.
Bukan Kalea tidak pernah bercerita tentang sikap ibu dan adik dari suaminya. Hanya saja, Zoni selalu menganggap Kalea berlebihan. Rasanya hanya sia-sia saja.
Mengingat itu, tangis Kalea semakin meraung. Lagi-lagi Kalea merasa sendirian. Tidak tahu harus bercerita pada siapa.
Entah sudah berapa lama Kalea berada dalam kamar mengunci diri. Hingga suara Zoni terdengar berteriak dari luar.
"Kalea!"
"Dimana kamu! Jangan pikir ibu tidak bercerita padaku!" pekik Zoni lalu terdengar bunyi gebrakan di pintu kamar dimana Kalea berada.
Brak!
Kalea berjenggit kaget. "A-aku di-di-disini," jawab Kalea mencicit lalu membuka pintu dengan tangan yang bergetar. Kalea kembali merasakan takut pada kemarahan Zoni.
Namun kali ini, Kalea akan mencoba lebih berani. Dia tidak boleh terlalu lemah. Setelah menarik dan menghembuskan napas, Kalea membuka pintu.
Raut wajah Zoni tampak kelam dan menatapnya nyalang. Kalea beranikan diri menatap suaminya. "Ada apa, Mas?" Kalea pura-pura tidak tahu. Walau sebenarnya Kalea paham mengapa suaminya marah.
PLAK!
Satu tamparan mendarat begitu saja di pipi Kalea tanpa sempat dia menghindar. Kepala Kalea sampai miring akibat tamparan keras suaminya.
Rasa panas dan perih Kalea rasakan. Tidak hanya di pipinya, tapi hatinya juga merasakan perih. Lebih perih dari rasa sakit di pipinya. Kecewa, marah, dan sakit seakan beradu menjadi satu.
Untuk pertama kalinya Zoni melakukan kekerasan dengan menamparnya. Kalea mengangkat kepala lalu matanya tertuju pada sang Suami.
"Apa ada masalah? Harusnya kamu tidak perlu menamparku seperti ini," cicit Kalea yang matanya mulai buram dan cairan bening sudah membendung di pelupuknya.
Zoni menghembuskan napas kasar. Tangannya bergerak untuk menjambak rambut. Sungguh, Zoni menyesal telah menampar sang istri terlepas bagaimana keadaan istrinya saat ini.
Namun, Zoni tetap tidak ingin meminta maaf. Dia terlalu gengsi. "Apa yang sudah kamu lakukan pada ibu? Kenapa ibu meneleponku sambil menangis?" Hanya kalimat itu yang keluar dari bibirnya.
Kalea menggeleng dengan air mata yang mulai luruh. "Kamu ingin mendengar apa dari mulutku? Setiap kalimat yang keluar tidak pernah kamu percayai. Kamu tidak pernah mendengarkan ku. Jadi, aku berpikir pendapat ku sama sekali tidak penting," sindir Kalea sambil menghapus air mata.
Zoni terdiam. Tatapan matanya sudah tidak lagi sekelam tadi. "Kamu percayai saja ibu kamu dan adikmu. Apapun yang dikatakan mereka selalu benar," ucap Kalea lagi.
Setelah itu, Kalea keluar dari kamar utama menuju kamar di sebelahnya. Dimana kamar itu sudah beberapa hari di tempatinya.
Ada rasa lega setelah sedikit mengutarakan isi hatinya. Kalea bisa merasakan ada yang sedikit berkurang dalam hatinya. Dan hal itu justru membuat Kalea menangis haru. Untuk pertama kalinya Kalea berani menjawab tuduhan tidak benar suaminya.
"Teryata sangat melegakan," gumam Kalea tersenyum sambil menangis sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Aisyah Nabila
jgn lemah dong say😏
2023-08-21
0
Nuraini
gregetan baca novel yg ada sangkut pautnya sama mertua dan ipar. tapi nagih sih 🤣 emosinya dapet
2023-06-30
1
Dewa Dewi
gitu dong Kalea👍👍👍👍 Harus berani menjawab jangan mau ditindas terus
2023-05-10
0