"Huh. Lelah sekali," gumam Kalea saat baru saja tiba di rumah. Tepat pukul enam sore, Kalea telah selesai bekerja. Lalu saat pulang, waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit.
Pekerjaan pertama Kalea di ... Apa ya? Kalea bahkan bingung harus menyebut kamar hotel milik Javas dengan sebutan apa. Intinya, pekerjaan pertamanya adalah merapikan isi lemari milik Javas yang sangat berantakan.
Saat Kalea sedang membersihkan, Javas pergi entah kemana dan mengatakan Kalea tidak boleh pulang sebelum Javas tiba di rumah. Alhasil, Kalea menghabiskan waktunya untuk bersih-bersih. Walaupun, kamar hotel milik Javas tidak berantakan.
Saat kakinya terayun menaiki anak tangga, suara Zoni terdengar dari bawah. "Kalea," ucap Zoni dingin dan datar.
Kalea menoleh dan tidak hanya ada Zoni di sana. Ada ibu mertua dan adik iparnya sedang melipat tangan di depan dada.
Oh, jadi ini yang dilakukan seorang menantu saat pulang bekerja? Pantas saja anakku kelaparan. Istrinya saja tidak mengurusi. Sungguh malang nasib anakku," ucap bu Rosi mendramatisir keadaan.
"Aku baru pulang bekerja, Bu. Lagian, di lemari makanan ada mie instan dan telur kok," jawab Kalea masih menjaga sopan santunnya.
"Pantas saja Abang kurus. Setiap hari disuruh makan mie dan telur. Kasihan, Abang jadi kurang gizi karena isterinya tidak pandai merawat." Kini giliran Anabel yang berucap. Seakan senang sekali bisa ikut mengeroyok Kalea dan menyudutkannya.
Kalea diam lalu pemasangannya tertuju pada Zoni yang sama sekali tidak berniat untuk membelanya. Kalea berdecih. Memangnya, apa yang bisa Kalea harapkan dari suami seperti Zoni?
"Kenapa kamu tidak ceraikan dia saja? Kamu bahkan bisa mencari istri yang lebih segalanya dari Kalea. Yang pasti lebih cantik dan kaya," ucap bu Rosi lagi.
Bahu Kalea merosot. Kecewa sekali mendengar ucapan ibu mertuanya yang kelewat batas. Walau begitu, tidak ada pembelaan apapun yang keluar dari mulut suaminya. Hal itu semakin membuat sakit dan nyeri di hati Kalea bertambah. Itu lebih sakit dari apapun yang dikatakan ibu mertuanya.
Kalea menatap Zoni dengan penuh luka. Bersamaan dengan itu, Zoni juga sedang menatap dirinya. "Aku kecewa padamu, Mas," gumam Kalea dengan mata yang tampak berkaca-kaca.
Tidak ingin menambah sakit di hatinya lagi, Kalea berjalan cepat menaiki anak tangga menuju kamar utama. Entah mengapa, justru kamar tersebut yang didatangi Kalea.
Setelah pintu terbuka, Kalea menutup kembali dan menguncinya. Tubuhnya luruh ke lantai dengan lutut yang tertekuk dan dua tangannya memeluk kaki.
Kalea menangis sesenggukan dan menelusupkan kepala di antara tumpukan lengan. Berharap tangisnya akan teredam. Dia tidak ingin terdengar menyedihkan.
Kalea cukup sadar diri bahwa dirinya memang tidak cantik dan banyak jerawat. Tetapi, kali ini Kalea sedang berusaha untuk memperbaiki semua. Kalea sedang berusaha agar pantas bersanding dengan suaminya.
"Bahkan, kamu tidak sedikitpun membelaku, Mas. Aku ini sebenarnya apa?" racau Kalea sambil menjambak rambutnya frustasi.
"Mengapa laki-laki lain justru memperlakukan dengan baik. Tetapi, mas Zoni memperlakukan ku sebaliknya. Aku tidak pernah dihargai olehnya. Mengapa seperti itu?" racau Kalea lagi. Merasakan dunia sedang tidak adil padanya.
Tok. Tok. Tok.
Ketukan di pintu kamar membuat tangis Kalea terhenti. Dia memastikan sekali lagi apakah itu suara ketukan pintu atau bukan.
Tok. Tok. Tok.
Kali ini Kalea benar-benar yakin bahwa pintu yang saat ini sedang menjadi sandarannya yang diketuk. "Tetapi, siapa pelakunya? Tidak mungkin mas Zoni kan? Apalagi ibu mertua dan adik ipar? Sangat tidak mungkin," gumam Kalea bertanya-tanya.
Sambil menghapus air mata, Kalea bangkit dan merapikan penampilan. Setelah cukup tenang, Kalea memegang kenop dan memutarnya hingga terdengar bunyi, ceklek.
Hal yang pertama kali Kalea lihat adalah sosok suaminya yang tengah berdiri di depan pintu. Kalea menatap wajah datar di hadapannya lalu berkata. "Aku salah kamar. Aku akan ambil barang ku dan kembali ke kamar yang sebenarnya," ucap Kalea segera berbalik menuju lemari dan mengambil sebagian baju miliknya.
Zoni menatap punggung Kalea yang tampak bergetar. Mungkin saja istrinya itu sehabis menangis. "Bagus. Sudah seharusnya kamu sadar diri," ketus Zoni yang tidak dihiraukan oleh Kalea.
Dia terus mengambil beberapa baju. Setelah dapat, Kalea bergegas keluar dari kamar dan melewati Zoni begitu saja. Sakit hatinya kali ini sudah tidak termaafkan lagi. Dengan nyata, Zoni tidak pernah ada di pihaknya.
Bagaikan sakit yang belum terobati. Belum sempat lukanya kering, kini luka itu tertikam lagi. Entah kemana perginya ibu mertua dan adik ipar. Suara mereka tak lagi terdengar.
Kalea buru-buru masuk ke kamar dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia ingin melupakan masalah tadi dan tidak ingin mengambil pusing. Kalea harus terbiasa dengan tingkah suami dan keluarganya.
Hanya itu yang bisa Kalea lakukan agar bisa bertahan di rumah ini. Rumah yang terdapat usahanya juga. Ya. Lima puluh persen dari pembangunan rumah ini adalah dari Kalea. Dia mengumpulkan uang semenjak membantu sang Ibu menjual kue.
Tidak berapa lama, Kalea kembali dengan bathrobe yang membungkus tubuhnya. Betapa terkejutnya Kalea ketika mendapati ibu mertuanya ada di kamar dan sedang berdiri di depan meja rias. Jangan lupakan senyum angkuh yang selalu tersemat di bibir bermulut pedas itu.
"Kenapa ibu tidak mengetuk pintu terlebih dahulu?" tanya Kalea terdengar tidak suka.
"Terserah ibu dong. Ini kan rumah milik Zoni, anak ibu. Jadi, apapun yang dimiliki oleh Zoni juga milik ibu." Bu Rosi berucap dengan angkuh dan percaya diri.
Kalea hanya menghela napas dan enggan menanggapi ocehan ibu mertua. Dia berjalan menuju kasur dimana pakaiannya berserakan di sana. Sebenarnya, Kalea kurang nyaman dengan kehadiran ibu mertuanya dalam kamar.
Jadi, Kalea memilih membawa pakaian dan akan berganti ke kamar mandi.
"Mau kemana kamu? Ini skincare milik siapa? Dan sejak kapan kamu membelinya? Mengapa tidak memberitahu ibu?" tanya bu Rosi beruntun.
Kalea terperangah tidak percaya. Apakah segala hal yang ingin Kalea lakukan harus meminta izin ibu mertua terlebih dahulu? Lama-lama Kalea merasa jengah.
"Kenapa harus memberitahu ibu? Apakah ibu mau membelikannya untukku?" tanya Kalea balik yang membuat bibir Bu Rosi tertutup seketika.
"Jangan kurang ajar kamu ya. Beruntung kamu dapat suami seperti anak saya. Heh! Jangan pergi dulu! Dasar tidak tahu sopan santun!"
Kalea mengabaikan lolongan ibu mertuanya dan masuk ke kamar mandi begitu saja. Jika tidak ingat jika Bu Rosi adalah seorang ibu, Kalea akan siap menjawab semua cemoohan dan hinaan dari ibu mertuanya.
Namun bila mengingat pesan ayahnya yabg mengatakan, 'seburuk-buruknya seseorang memperlakukan mu, akan lebih buruk lagi jika kamu membalas perbuatan buruk tersebut.'
Dan dengan demikian, Kalea harus merawat sabarnya dan melapangkan dada. Bagaimanapun sikap dan sifat orang tua, sebagai yang lebih muda harus tetap menghargai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments