Pertandingan antara SMA 70 melawan SMA 48 berlangsung sengit sudah menit ke 87 skor masih seimbang 0-0.
"Jaga yang bener woi jangan kasih mereka memegang bola!" Teriak Al dari depan garis gawang.
"Rapatkan pertahanan, jangan kasih jalur bola kepada mereka." Pak Danang juga tampak teriak dari pinggir lapangan.
Bola saat itu dikuasai oleh pemain SMA 48. Ridwan sebagai kapten bertugas menjaga Ferza agar tidak melakukan tendangan ke gawang Al.
"Boleh juga kau, aku akaui kau cukup hebat." Ucap Ferza yang sedang berduel body dengan Ridwan sembari menunggu rekannya mengoper bola kepadanya.
"Jelas itu aku lebih hebat darimu Ferza." Balas Ridwan.
"Hah? Aku cuma bilang kau hebat saja. Tapi kalo hebatan antara kau dan aku sudah jelas hebatan aku lah." Ferza berhasil melewati Ridwan dan saat itu juga ia berhasil mendapatkan bola dari operan rekan setimnya.
"Gak akan kubiarkan kau shooting Ferza!" Dengan cepat Ridwan mencoba menghentikan pergerakan Ferza.
"Justru kau yang akan membiarkan aku melakukan shootingan Ridwan." Ucap Ferza dengan mengangkat alisnya.
Saat memasuki kotak pinalti Ferza mencoba melakukan shoot, disana Ridwan mencoba menghentikannya. Namun bagaikan senjata makan tuan. Ferza sengaja bentrokan badannya ke Ridwan saat ingin menendang, ia pun langsung menjatuhkan badannya ke rumput.
Dengan raut wajah kesakitan, Ferza meminta pinalti kepada wasit akibat pelanggaran yang dibuat oleh Ridwan.
Wasit memberikan pinalti kepada Ferza dan memberikan kartu merah kepada Ridwan. Merasa dicurangi, Ridwan mencoba sedikit protes keputusan wasit.
"Sit gada bentrokan sama sekali." Ucap Ridwan membela diri.
Keputusan wasit sudah bulat. Ridwan keluar lapangan dan Ferza mendapatkan hadiah pinalti.
"Maaf Al." Ucap Ridwan sembari memukul pundak Al.
Al hanya termenung diam saja. Bibirnya tidak bergerak sedikit pun untuk menjawab permintaan maaf dari Ridwan
Dengan wajah murung serasa bersalah Ridwan keluar lapangan pertandingan.
Rasa kesal dan kecewa menghantui Ridwan saat di bench. Dia bahkan sempat memukul kursi untuk melampiaskan kekesalannya.
Di lapangan Ferza dengan mudah membobol gawang Al. Itu menambah rasa kesal Ridwan karena berkat dia SMA 48 unggul 1-0.
Skor 1-0 bertahan hingga akhir pertandingan. SMA 48 berhasil menyingkirkan SMA 70 dari turnamen.
Di akhir pertandingan, Ridwan melihat Al yang terlungkup di rumput. Ridwan ingin membantu dan menenangkan adik kelasnya itu. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Ferza datang duluan dari Ridwan.
Tampak Ferza dan Al mengobrol di depan gawang. Entah apa yang mereka bicarakan. Namun, itu membuat perasaan Ridwan tidak enak.
Al dan pemain lain pergi ke ruang ganti melewati Ridwan.
"Maaf teman-teman." Ucap Ridwan saat kesebelan pemain masuk ke dalam lorong stadion. Namun tidak seorang pun yang menjawab perkataan Ridwan, bahkan Eril yang merupakan sahabat Ridwan sekalipun.
Ridwan pulang dengan rasa bersalah. Dia merasa diasingkan oleh teman-temannya karena satu kesalahan fatal yang membuat mereka kalah.
Keesokan harinya di sekolah. Ridwan mencoba mendatangi kelasnya Al. Disana Al tidak ada, Ridwan mencoba menanyai kepada Wawan kerabat dekat Al.
"Dek Al mana?" Tanya Ridwan.
"Al? Bukannya dia sudah pindah sekolah ke SMA 48 karena mu?" Sahut Wawan dengan cuek karena dia sedang membaca manga dari ponselnya.
"Pindah?" Ridwan kaget dengan itu dia tidak tau apa-apa pasal itu.
Tidak lama kemudian Riski datang ke kelas.
"Ngapain kau kesini hah? Gegara kau gegara kau dia pindah ke SMA 48 untuk capai mimpinya menjadi pemain timnas bersama Ferza. Jika dia disini dia gakan bisa maju karena memiliki bek blunder seperti kau." Ucap Riski dengan nada tinggi.
Mendengar suara Riski yang sangat kuat. Eril langsung mendatangi asal muasal suara itu berada
"Seharusnya yang pergi itu adalah kau Ridwan bukan Al." Ucap Eril.
"Ril..." Ridwan tidak bisa berkata apa-apa. Dia tidak menyangka sahabatnya Eril bisa berbicara seperti itu karena satu kesalahan semata.
"Sekolah ini butuh pemain generasi emas seperti Al bukan pemain sepertimu." Tambah Eril.
"Sudahlah Bang kita tinggalkan aja lord Ridwan disini aku muak melihat mukanya." Riski dan Eril pergi meninggalkan Ridwan.
"Kalian..." Ridwan tidak bisa apa-apalagi. Karena itu emang salahnya mau tidak mau dia harus menerimanya.
"Apa yang aku perbuat... APA YANG AKU PERBUAT." Ridwan marah dengan dirinya dia reflek memukul dirinya sendiri dengan tangannya.
Kringggg!!!!!
Alarm berbunyi dengan keras, saat sadar tubuh Ridwan sudah penuh dengan keringat, matanya terbuka menatap langit-langit kamarnya. Nafasnya terengah, ia menyapu pandang ke setiap sudut ruang.
Sebuah perasaan lega muncul begitu saja saat dia sadar, ini adalah kamarnya, dan dirinya yang kacau baru saja terbangun dari sebuah mimpi buruk.
Tapi mimpi buruk tadi seakan nyata. Apakah itu mimpi atau pertanda masa depan yang akan dilalui Ridwan dan lainnya?
Meski lega itu hanya mimpi, sebuah rasa tidak tenang menyelimuti dirinya, khawatir pada kejadian yang mungkin akan datang.
"Huh jam berapa ini." Dengan mata yang sedikit tertutup karena baru bangun tidur. Ridwan melihat jam. Jarum jam menunjukan pukul 6.30 Ridwan terlambat untuk pergi ke sekolah.
"Asem gegara mimpi buruk jadi ketiduran." Tanpa pikir panjang Ridwan dengan cepat bergegas pergi ke sekolah.
Saat jam istirahat, Ridwan menyempatkan diri ke kelas Al untuk memastikan bahwa itu benar-benar mimpi.
Sesampainya di kelas Al. Ridwan kaget Al tidak ada disana hanya ada Wawan kerabat Al dari SMP dan suasananya sangat mirip dengan yang ada di mimpi Ridwan saat itu.
Ridwan kaget suasananya sangat mirip ketika di mimpinya. Iapun dengan berani bertanya kepada Wawan keberadaan Al.
"Dek Al mana?" Tanya Ridwan untuk memastikan.
"Al? Bukanya dia...
"Aaaa Kapten tolong!!"
Wawan belum selesai habis bicara tiba-tiba dari kejauhan Al datang berlari kearah kelas.
"Nah itu dia." Ucap Wawan dengan menunjuk Al.
"Kenapa Al kok lari-lari." Ridwan menanyakan alasan Al berlari di koridor sekolah.
"Riski... Riski mau mukul ku Bang." Jawab Al dengan nafas yang terengah-engah.
"Mu-mukul?"
"Sini kau Al." Tidak lama kemudian Riski datang dan mengejar Al namun dihalau sama Ridwan.
"Napa nih kok berantam kalian?" Tanya Ridwan.
"Tengok nih Bang aku lagi main game di telpon dia, jadi kalahkan nih" Ucap Riski memberitahukan alasan dia mengejar Al.
"Udah mau kalah ajapun." Ngeles Al.
"Kalo gak kau telfon bisa comeback ini ya!" Sahut Riski.
"Hahahaha." Ridwan tertawa melihat kelakuan kocak adik kelasnya ini.
"Bang kenapa ketawa?" Sontak tanya Al dan Riski.
"Haha gapapa. Kalian berdua tetaplah akur dan tetap di tim ini sampai kalian lulus. Aku berharap dari generasi kalian bisa menjadi kapten yang baik untuk adik-adik kelas kalian nanti." Ridwan memberi motivasi kepada Al dan Riski dan berharap tidak ada yang pergi di antara mereka berdua seperti didalam mimpinya.
"Haha tenang saja kapten aku akan jadi kapten penerus mu nanti." Ucap Riski dengan percaya diri.
"Eleh gak cocok kau jadi kapten." Sindir Al.
"Jadi siapa yang mau jadi kapten selain aku? Kau?"
"Bukan aku, aku gak minat jadi kapten."
"Jadi siapa?"
"Hmm mungkin Doni."
"Hahaha Doni pulalah dia aja orangnya pendiam." Gelak Riski.
"Aaaaassssuuuuiii." Doni yang sedang di perpustakan bersin secara tiba-tiba.
"Kenapa kau Don?" Tanya temannya.
"Ntahlah aku rasa ada yang lagi ngomongin aku. Aaassuuuiii." Doni bersin dengan kuat sampai-sampai ingusnya keluar.
"Ihh joroknya."
"Hehe maaf."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments