Saat baru saja meninggalkan GOR, suara dering telpon Doni berbunyi.
Dia di telpon oleh nomor yang tidak dikenal.
Siapa ini ya?
Batin Doni. Dengan rasa penasaran, dia menjawab panggilan telpon itu.
"Halo siapa nih?" Tanya Doni
"Ha Don, ini aku Wilson." Sahut penelpon itu yang ternyata dia adalah Wilson.
"Oh Bang Wilson dapat nomor ku dari mana Bang?" Tanya Doni dengan heran, soalnya dia tidak memberikan nomor hp nya ke Wilson.
"Oh aku dapat dari teman sekelasmu saat SMP yang kebetulan sekolah di Wismaraja. Oh iya alasan ku nelpon. Gimana kau jadi tidak latihan dengan Dimas dari SMA Trisatya? Kalo jadi nanti pulang sekolah langsung ke lapangan bola ya, soal lapangannya nanti ku serlock. Oh iya ajak si Al juga dia mau latihan juga kan?" Tanpa basa basi Wilson memberitahu tujuan sebenarnya dia menelpon Doni.
"Oh iya oke Bang nanti kami akan datang."
"Okelah jangan telat ya!" Wilson mematikan telfonnya.
"Oke."
Setelah siap menelpon Doni melihat pesan WA dari Wilson yang memberikan lokasi lapangan.
"Oh disini ya."
...*****...
Ketika bel pulang berbunyi. Doni langsung mengajal Al untuk pergi ketempat Wilson berikan. Mereka juga izin tidak ikut ekskul ke Pak Danang.
Sampai di pertengahan perjalanan.
"Don mau kemana? Jangan bilang kau ajak aku ke Wismaraja lagi." Tanya Al.
"Kau bodoh atau gimana. Ini bukan arah ke sekolah Wismaraja." Sahut Doni.
"Jadi kemana? Aku mau latihan."
"Ikut aja lah."
Setelah lama berjalan mereka sampai di sebuah lapangan setempat. Disana tampak ada Wilson, Alfian, Dimas dan juga Dendy.
"Lama sekali kalian datang." Ucap Alfian.
"Kalian yang terlalu cepat." Sahut Doni.
Dimas yang sedang merokok merangkul pundak Doni. Tentu saja Dimas sudah lulus sekolah, jadi tidak ada larangan baginya buat tidak merokok.
"Jadi kau ingin menjadi geladang seperti apa?" Ucap Dimas sembari mengisap rokoknya.
"Bisa gak buang dulu rokoknya, asapnya masuk ke hidungku." Doni merasa terganggu dengan asap rokok yang di isap Dimas.
"Oh ya maaf. Aku habis makan jadi masam mulutku."
"Makanya gosah merokok bodoh." Ucap Dendy dia meminta abangnya agar tidak merokok.
"Berisik penyakitan." Sahut Dimas, walaupun begitu Dimas sangat menyayangi Dendy adik kandungnya sendiri.
"Gimana kabarmu? Udah sehatkan." Tanya Al, dia masih meningat kejadian di turnamen antar sekolah kemarin. Dimana Dendy jatuh tepat di hadapannta.
"Udah mendingan, asal aku gak kecapean seperti bermain bola penyakit itu gakan kumat." Sahut Dendy.
"Maniac bola seperti mu gak mungkin gakan berhenti main bola. Baru keluar dari rumah sakit aja udah ngejugling bola." Ucap Dimas menyindir adiknya sendiri.
"Hehehe."
*puk puk puk
Wilson menepuk tangannya untuk menarik perhatian yang lainnya.
"Jadi aku mengumpulkan kalian kesini untuk latihan. Ya walaupun kita musuh di pertandingan, setidaknya disini kita bisa bertemankan?" Ucap Wilson.
"Lagian kenapa pula sampai ajak aku segala emang di sekolah mu tidak ada gitu gelandang berbakat? Lagiankan kau adek kelasnya Chandra di SMP dulu kenapa gak sama dia aja." Tanya Dimas kepada Doni.
"Maaf sudah menganggu waktu mu Bang Dimas. Tapi aku sangat ingin menjadi gelandang multi fungsi yang kuat dalam menyerang maupun bertahan seperti dirimu."
"Kenapa kau sangat ingin menjadi gelandang seperti itu? Itu akan menguras tenaga lebih banyak." Dimas mencoba mengetes Doni.
"Karena aku tidak ingin bermain aman. Aku ingin menjadi lebih berguna di tim. Aku gak mau orang-orang memandang ku cuma sebatas bayang-bayang dari Bang Chandra. Aku juga ingin berjuang makanya aku masuk ke SMA yang beda dari SMA Bang Chandra!" Ucap Doni dengan tegas.
"Doni..." Wilson tidak bisa berkata-kata melihat mantan adik kelasnya yang serius ingin menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
Begitu juga dengan Dimas. Tatapannya tidak teralihkan dari wajah Doni.
"Okelah." Dimas mengambil bola dari dalam tasnya lalu melemparkannya kepada Doni.
"Kau resmi menjadi murid ku sekarang." Dimas menarik sudut bibirnya sembari menunjuk Doni menggunakan jari telunjuknya.
Doni senang mendengar itu. Ekspresi bahagia terlukis diwajahnya.
"Oke kalo gitu duo Al. Kita juga tidak boleh kalah." Ucap Wilson menunjuk ke arah Al Fien dan Alfian.
"Wohh duo Al. Keren-keren tampaknya kita memang ditakdirkan untuk rival Al." Alfian merangkul pundak Al dia sangat senang dengan latihan ini.
"Gosah pegang-pegang risih tau gak." Ucap Al yang tidak suka dengan sifatnya Alfian.
"Terus aku ngapain?" Tanya Dendy yang tidak tau mau ngapain disana.
"Tugasmu mungut bola. Ga usah ikut main nanti kambuh lagi ingat itu." Ucap Dimas yang melarang adik kesayangannya bermain bola agar penyakitnya tidak kambuh lagi.
"Apalah gak asik."
Mereka membentuk dua kelompok. Dimas dan Doni membentuk kelompok untuk latihan gelandang. Sedangkan Wilson dan duo Al membentuk kelompok untuk latihan tangkis dan shooting.
Walaupun mereka berbeda sekolah, tetapi tujuan mereka berlatih bareng itu sama yaitu untuk menjadi lebih kuat.
"We Don. Sebelum berlatih, aku ingin nanya kepadamu. Apa yang membuat gelandang menjadi hebat?" Tanya Dimas.
"Gelandang yang mampu mengontrol bola dengan baik ditambah memiliki skil pasing yang hebat." Sahut Doni.
"Ya itu benar, tapi kau lupa satu hal yang penting."
"Hal penting?" Doni penasaran dengan maksud perkataan dari Dimas.
"Ya hal penting itu adalah striker."
"Hubungannya gelandang hebat dengan striker apaan?"
"Chemistri dalam bermain itu penting. Seorang gelandang harus tau seperti apa striker mereka. Kita sebagai gelandang harus tau umpan-umpan apa yang cocok untuk striker kita. Contoh striker bertipe target man yang memiliki sprint cepat seperti Mbappe striker seperti itu sangat cocok dengan umpan terobosan kedepan ataupun umpan longball. Ada juga striker bertipe poacher yang sering menunggu bola di kotak penalti lawan dan masih banyak lagi. Itu semua harus kau pelajari baru kau bisa untuk menjadi gelandang hebat nantinya."
"Bagaimana cara mengetahui tipe striker tim kita Bang?"
"Kau bisa menanyakannya langsung ataupun melihat dia bermain. Jika yang kulihat striker SMA 70 si Riski dan Eril merupakan striker bertipe target man. Mereka berdua memiliki skill drible dan sprint yang mumpuni."
"Ok paham."
Setelah memberikan saran kepada Doni. Dimas memperlihatkan umpan khasnya saat masih bermain bola dulu. Umpan yang tidak biasa, yang biasa digunakan menggunakan kaki bagian dalam kali ini Dimas menggunakan kaki bagian luarnya sehingga menghasilkan arah bola yang berbelok tidak seperti biasanya.
Doni tak mengedipkan matanya, sang gelandang tengah itu terpukau akan umpan khas Dimas. Sedikit berandai, dia harap dia bisa melakukan umpan yang sama seperti itu. Keindahan sebuah bola ketika berbelok arah, seolah memberikan manipulasi terhadap lawan seakan lengah.
Tangannya ia genggam erat, gerahamnya ia rapatkan, sebuah tekad tertanam dalam hasrat, mungkin ini yang dinamakan pesona dari mata turun ke hati. Dia ingin menguasainya apapun yang terjadi.
Tehnik itu!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments