Riska, Wati, dan Erna memulai misinya berkeliling Kota Doha untuk mencari empat orang kandidat lelaki bernama Hamish. Mereka patungan dengan uang pribadi untuk membayar taksi.
"Ini rumah Hamish pertama kan? Siapa yang mau masuk?" tanya Riska.
"Ya, kamu, lah! Cepat masuk sana!" Wati mendorong Riska agar maju mendekat ke arah pintu rumah tersebut.
Riska menghela napas. Ia menekan bel yang ada di depan rumah. Tak lama berselang, seorang ibu-ibu berhijab hitam membukakan pintu.
"Anda siapa?" tanyanya.
"Selamat sore, Ibu. Apa benar ini rumah Hamish Abdullah?" tanya Riska dengan sopan.
"Ya, benar. Kenapa kamu ingin bertemu dengan putraku?"
"Saya ada urusan sebentar."
Wanita itu mempersilakan Riska masuk ke dalam rumah.
"Hamish, turun sebentar! Ada orang yang mencarimu!" seru wanita itu.
Beberapa saat berselang, seorang pemuda yang berperawakan tinggi menjulang turun dari lantai atas menemui Riska. Meskipun masih SMA berdasarkan informasi, namun pemuda itu kelihatan seperti sudah dewasa.
"Siapa dia, Ma?" tanya pemuda itu kebingungan.
"Selamat sore, aku Riska. Ada yang ingin aku tanyakan, apa kamu pernah menikahi seorang wanita asal Indonesia?" tanya Riska.
"Apa?" tanya pemuda itu kaget.
"Hamish ... Kamu membuat masalah apa lagi sekarang?" wanita itu menatap tajam ke arah putranya.
"Aku tidak tahu apa-apa, Ma!"
"Jangan bohong! Kamu diam-diam sudah pacaran, ya?" wanita itu mengambil sapu bersiap memukul anaknya.
Riska merasa takut melihat kegalakan wanita itu. "Em, Bu, saya mau pulang, sepertinya saya salah orang," pamit Riska diam-diam.
Namun, sepertinya Riska sudah terlanjur membuat wanita itu marah. Ia mengejar anaknya yang berlari ke lantai atas.
"Hamish! Jangan lari kamu! Bisanya membuat masalah terus! Ibu akan memukulmu sampai kamu jera!"
"Ampun, Ma! Aku tidak tahu apa-apa. Aku sekarang kan main di rumah terus!"
"Alasan! Kamu pasti diam-diam bertemu dengan wanita di luar dan pacaran!"
"Tidak, Ma! Orang itu pasti salah! Aku tidak seperti itu!"
Riska berlari keluar dari rumah itu dengan napas terengah-engah. Bahkan suara ibu dan anak yang ribut itu bisa terdengar dari luar.
"Ada apa, Ris? Kenapa ribut-ribut?" tanya Erna penasaran.
"Cepat pergi dari sini! Kita salah orang!" ajak Riska. Ketiganya langsung kembali ke dalam taksi dan menyuruh sang sopir untuk menjalankan mobilnya.
"Sumpah, ya! Gara-gara ide kalian, kayaknya aku baru saja merusak hubungan ibu dan anak. Dia bukan Hamish yang kita cari!" Riska berkata sambil mencoba menghilangkan traumanya terhadap kejadian tadi.
"Aku dari awal juga sudah ragu, masa anak SMA menikah dengan Paula. Kasihan dia dimarahi ibunya," kata Wati.
"Namanya juga mencoba. Masih ada tiga lagi yang harus kita temui," ujar Erna. "Ini yang rumahnya agak dekat dari sini Hamish yang usianya 40 tahunan. Siapa yang nanti mau masuk ke rumahnya?" tanyanya.
"Aku tidak mau! Gantian kalian saja!" tegas Riska. Ia masih trauma dengan kejadian tadi.
Setengah jam kemudian, ketiganya sampai di depan rumah Hamish kedua. Kali ini giliran Erna yang disuruh masuk ke dalam rumah itu. Erna menekan bel yang terpasang di dinding. Seorang lelaki yang wajahnya persis dengan foto di internet itu muncul di hadapan Erna.
"Anda siapa dan ada perlu apa?" tanyanya dengan tegas.
"Apa Anda Tuan Hamish?" tanya Erna.
"Benar. Memangnya kenapa?" tanya lelaki itu ingin tahu.
"Apa Anda menikahi seorang wanita dari Indonesia? Namanya Paula," tanya Erna.
Lelaki itu mengerutkan dahi. "Paula? Siapa Paula? Sepertinya aku tidak kenal."
"Suamiku ... Kamu bicara apa tadi? Kamu diam-diam menikah dengan wanita lain, ya?"
Dari arah dalam terdengar suara teriakan wanita. Erna dan lelaki itu terkejut.
"Nona, kamu membawa masalah ke dalam rumahku," ucap lelaki itu.
Erna hanya bisa tersenyum meringis. "Maaf ya, Pak. Sepertinya aku sudah salah orang. Permisi," pamitnya.
"Suamiku, kenapa kamu masih ada di luar? Cepat masuk!"
"Iya, iya ... Tadi itu hanya salah orang."
Erna buru-buru masuk ke dalam taksi. Dua temannya sudah menduga kalau kali ini juga gagal.
"Kenapa tadi?" tanya Riska.
"Orangnya sudah punya istri. Kayaknya mereka bakalan bertengkar gara-gara aku deh," tebak Erna.
"Hahaha ... Kalian berdua memang tukang fitnah yang handal. Aku jadi kasihan dengan para lelaki bernama Hamish yang akan kita datangi," ujar Wati.
"Masih ada 2 lagi. Semoga salah satunya benar. Aku sumpah takut banget tadi. Mana orangnya besar dan kekar begitu," kata Erna sembari memegangi dadanya yang masih berdebar kencang.
Setibanya di rumah ketiga, giliran Wati yang akan masuk mencari Hamish. Ia sudah belajar dari pengalaman dua temannya, ia tak akan langsung bertanya. Ia akan berbasa-basi dulu mencari tahu apa Hamish sudah punya istri atau tidak.
Rumah yang Erna datangi kali ini terlihat sudah tua dan reyot. Tidak ada bel di depan rumah. Ia terpaksa mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
Seorang wanita kurus membukakan pintu. "Ada perlu apa?" tanyanya.
"Bisa saya bertemu dengan Tuan Hamish Abdullah?" tanya Erna.
Wanita itu terlihat melebarkan mata karena nama suaminya disebut. "Silakan masuk," katanya.
Erna mengikuti wanita itu ke dalam. Rumah tersebut kelihatan kumuh dan berantakan.
"Suamiku, ada yang datang mencarimu."
Wanita itu mempersilakan Erna masuk ke sebuah bilik kamar. Ia tertegun melibat seorang lelaki yang tengah terbaring di ranjangnya. Sepertinya orang tersebut sedang sakit.
"Suamiku sudah dua tahun lumpuh dan tak bisa bekerja. Dia juga tidak bisa berbicara karena kecelakaan kerja," ucap wanita itu.
Erna jadi sadar jika orang tersebut bukanlah lelaki yang ia cari. Ia merasa iba sampai rela memberikan sejumlah uang kepada wanita tersebut.
"Ini ada sedikit uang untuk kalian. Sepertinya aku salah orang. Kalau begitu, aku permisi dulu," pamitnya.
Wati tertunduk lesu saat kembali dari rumah Hamish ketiga. Ia masuk lagi ke dalam taksi bergabung bersama temannya.
"Kenapa lesu begini?" tanya Erna penasaran.
"Orangnya lumpuh ternyata. Jadi, tidak mungkin kalau dia Hamish yang kita cari," kata Wati. "Kalau lihat rumahnya sih miris, memprihatinkan. Aku kira semua warga Dubai itu kaya raya. Tapi, Hamish yang ini parah pokoknya kondisinya," gumannya.
"Mungkin dia pekerja migran yang menetap di Qatar. Kalau penduduk asli Qatar, belum lahir saja sudah dijamin kehidupannya," kata Riska.
"Jadi bagaimana? Tinggal satu Hamish lagi yang belum kita datangi. Kalau dari profilnya, dia kelihatan orang yang kaya raya bahkan pemilik dari salah satu perusahaan ternama di Doha. Jadi kita temui apa tidak?" tanya Riska.
"Dari empat kandidat, ini sih yang paling tidak mungkin. Masa orang sekaya dia tidak mencari istrinya yang hilang? Jangan-jangan dia memang sengaja ingin mencampakan Paula," ujar Wati.
"Kalian jangan pesimis seperti itu dulu, kita akan melakukan pencarian ini sampai akhir!" Erna terlihat bersemangat.
"Halah! Itu kan maumu saja supaya bisa kenalan dengan sultan ganteng Qatar," sindir Riska.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Zubaidah Dahlan
semoga hamish mahu tolongin paula
2023-05-08
0
Rose Mustika Rini
tuh kan belum aja saya baca kejadian selanjutnya beneran yg saya bilang..
2023-02-26
0
Rose Mustika Rini
pertanyaannya itu looohh mengagetkan banget...tanya dulu pernah kenal orang indonesi bernama paula bla bla blabla...ini ko nanya nikah bikin masalah itu..pertanyaan yg sensitif, pas di belakangnya ada istinya mpuuuss dah berantem dah mereka..
2023-02-26
0