Orang Asing

Malam semakin larut, akhirnya semua pengunjung keluar dan tersisa Kak Abil. Aku dan Aulia saling pandang dan melirik arloji di tanganku.

"Udah jam 10, kita besok kuliah. Coba lu tanya Kak Abil, masih lama atau enggak?" bisikku di telinga Aulia.

Dia mengangguk dan berjalan mendekat ke arah Kak Abil, sengaja kualihkan pandangan karena tak enak rasanya seolah tengah mengusir dirinya.

"Kak Abil, maaf. Apa masih lama? Kami mau tutup karena besok harus kuliah," ujar Aulia dengan hati-hati.

Kak Abil tampak kaget dan mengedarkan pandangan, tak ada lagi orang. Semua sudah pulang.

"Oh, ya, ampun. Maafin saya, ya. Karena terlalu fokus sampai lupa waktu," papar Kak Abil dan menutup laptopnya.

"Hehe, iya, gak papa kok, Kak." Aulia segera memungut gelas Kak Abil dan berjalan ke arahku.

Kak Abil pun ikut berjalan bersama Aulia karena mungkin ingin membayar minumannya.

"Ini, Abibah. Uangnya," ucap Kak Abil menyerahkan selembar berwarna merah dan langsung kukembalikan.

"Terima kasih Kak," jawabku menyerahkan kembalian.

Kak Abil keluar, aku dan Aulia mulai beberes. Menyuci piring juga gelas dan mengangkat bangku ke meja serta menyapu dan tak lupa mengepel.

Tepat pukul setengah sebelah malam, kami keluar bersama dan kukunci pintu cafe. Uang gaji Aulia telah kuberikan dengan nominal yang tentunya tiap bulan berlebih dari gaji pokok.

"Lah, kok Kak Abil masih ada?" tanya Aulia yang membuat aku menatap ke arah yang sama.

Terlihat, Kak Abil tengah berdiri di samping mobilnya dan menatap ke arah kami. Aku dan Aulia pun akhirnya berjalan ke arah Kak Abil yang masih menatap dan tersenyum ke arah kami.

***

Sementara di lain tempat, terlihat Malik tengah duduk di salah satu tempat yang sama sekali tak menceritakan seorang dosen.

Ia duduk dan melihat orang-orang yang di sekitarnya tengah asyik berjoget dengan baju yang seksi dan ketat.

"Sayang ... apakah kau tak ingin minum?" tanya Vilo dengan bergelenjut manja di lengan Malik.

"Maaf, Mis Vilo. Menjauhlah sedikit, aku risih!" ketus Malik dan sedikit mendorong tubuh Vilo dari lenganya.

"Kenapa Pak Malik? Apa kau tak ingin bersenang-senang?" tanya Mis Vilo dengan raut wajah kecewa.

Karena, semenjak datang. Malik tak sama sekali menyentuh minuman haram itu, dia hanya membeli minuman dingin yang telah disediakan di kulkas barr.

Malik tak menjawab pertanyaan Vilo, dia menatap arloji dan segera bangkit. Vilo pun tak mau ketinggalan, ia mencegat tangan Malik.

"Pak Malik mau ke mana?" tanya Vilo dengan menatap ke arah Malik.

"Maaf, saya harus pergi." Malik melepas tangan Vilo dari pergelangan tangannya dan keluar dari barr dengan cepat.

"Argg ... aku kenapa bisa lupa untuk menjemput wanita itu? Sangat merepotkan!" gerutu Malik dan meninggalkan kawasan barr menuju cafe Abibah.

***

"Kak Abil, nunggu siapa?" tanyaku dan melirik ke arah Aulia.

"Nunggu kalian, sudah malam. Gak baik cewek pulang jam segini, lagian kalian gak ada bawa kendaraan 'kan?" tanya Kak Abil dan membuat aku mengedarkan pandangan ke arah parkiran.

Benar saja, aku baru ingat kalau tadi diantar Pak Malik sedangkan Aulia memang biasa akan pergi naik angkot dan pulang naik ojek.

"Gak usah, Kak. Kita mau naik taksi aja," tolakku karena merasa tak enak.

"Gak papa, saya gak merasa direpotkan, kok," kata Kak Abil.

"Biar Abibah saya yang antar!" Suara bariton yang tak asing tiba-tiba terdengar. Aku menelan saliva dan berharap bahwa itu bukan dirinya.

"P-pak Malik?" gagap Aulia menatap Pak Malik yang datang dengan wajah datarnya.

Kulihat, wajahnya seperti tengah pusing dan stress. Entah karena apa, pastinya bukan karena cemburu atau marah melihat aku dengan Kak Abil.

"Mm ... kalau gitu, Kak Abil antarkan Aulia saja, bisa 'kan Kak? Kasian dia," potongku dengan cepat agar tak terjadi saling lempar pertanyaan.

Kak Abil tersenyum dan mengangguk, "Boleh, kamu hati-hati, ya, Abibah."

Aku membalas senyuman Kak Abil, "Iya, Kak. Kalau begitu saya duluan, ya. Assalamualaikum."

Aku pergi duluan dan melirik ke arah Aulia dengan mulut yang terbuka, pasti besok akan banyak pertanyaan yang dia layangkan padaku.

Pak Malik akhirnya berjalan bersamaku menuju mobil yang dia parkiran di tepi jalan. Aku melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam.

Suasana di dalam mobil Pak Malik begitu dingin, padahal tadi pas pergi tak sedingin ini. Berulang kali aku menelan saliva karena merasa sedikit takut.

Memang, dia jarang sekali mau tersenyum dan sudah biasa menampilkan wajah datarnya. Namun, kali ini berbeda.

"Siapa tadi?" tanya Pak Malik tanpa basa-basi.

"Kak Abil, Pak," jawabku menatap wajahnya dari samping.

"Pacar siapa?"

"Gak tau."

"Dia sering ke cafe?"

"Baru dua kali."

"Sendiri?"

"Bertiga. Sama malaikat pencatat amal baik dan buruk."

"Saya serius, Abibah!" tegasnya dan melirik ke arahku tajam.

"Ck! Emangnya kenapa, sih, Pak? Orang dia pembeli juga."

"Pembeli ngapain mau nganterin?"

"Dia kasian melihat wanita imut seperti kami pulang tanpa ditemani orang yang dikenal."

Citt ...!

Mobil di rem mendadak oleh Pak Malik, beruntung aku pakai sabuk pengaman dan langsung kulihat ke arah belakang.

"Pak, Bapak apaan sih! Untung aja gak ada mobil lain di belakang!" gerutuku dan menatap ke arahnya.

Betapa kagetnya aku saat kulihat Pak Malik sudah menatap lekat dengan emosi dan amarah ke arahku.

"Kau bilang dia customer dan baru beli di cafe dua kali dan sudah ingin mengantarkan pulang? Karena alasan tak mau kalian di antarakan oleh orang asing? Apakah dia tidak berkaca, dia juga orang asing bagi kalian berdua!" terang Pak Malik dengan suara yang dia tinggikan membuat aku sedikit takut.

Gleg ...!

Lagi dan lagi kutelan saliva agar mampu berbicara, kukerjapkan mata menatap ke arahnya.

"Bapak kenapa malah marah-marah ke saya?" tanyaku dengan menautkan alis.

"Jadi, ke siapa? Kau yang terlalu bodoh jadi wanita, dengan mudah ingin ikut dengan laki-laki yang tak dikenal!"

"Apakah Bapak kira aku kenal dengan Bapak? Bapak juga bukan orang yang kukenal!" ungkapku dengan sedikit berteriak dan memajukan bibir.

Pak Malik menyenderkan tubuhnya dan aku kembali dengan posisi awal sambil bersedekap dada.

Mobil kembali dijalankan, "Pakai cincinnya ke mana pun kau pergi!" titah Pak Malik dengan menatap jalanan.

"Ck! Apaan, sih, Pak! Kalo ada masalah jangan lempar ke saya, dong! Selesaikan bukan malah lempar ke saya masalah Bapak itu!"

"Saya gak ada masalah dan kau pakai saya cincin lamaran itu! Kau paham?" tanya Pak Malik dengan menekan setiap ucapannya.

'Dih, ogah banget! Siapa juga dia yang harus ngatur-ngatur aku, suka akulah mau pakai atau tidak!' batinku dengan menatap ke arah samping dengan sinis.

"Kurang-kurangi menjawab ucapan orang di dalam hati!"

Eh! Kok dia tahu, punya mata batin kali Pak Malik, ya? Segera kutatap wajah fokusnya itu dan menaikkan sebelah bibirku.

Terpopuler

Comments

Dian Citra Utami

Dian Citra Utami

Cembuyu nih yeeee 😁

2023-06-27

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!