"Lain kali, kalo Bapak punya masalah langsung selesaikan! Biar gak kena ke orang lain!" ketusku dan langsung meninggalkan mobil dirinya karena kami telah sampai di rumahku.
Ketika ingin masuk ke rumah, mobilnya masih berhenti dan belum pergi sama sekali. Langsung kututup saja pintu dan tak lupa mengkuncinya karena kebetulan aku punya kunci cadangannya.
Rumah tampak sepi, sudah pasti Papa dan Mama sudah tidur di kamar mereka. Segera masuk ke kamar milikku untuk mandi dan memakai piyama agar tidurku lebih nyaman.
Sebelum memutuskan untuk menutup mata dan masuk ke alam mampi, kuhidupkan jaringan data handphone untuk melihat apakah ada pesan penting.
[Woy, lu ada hubungan apaan sama Pak Malik?] pesan dari Aulia tentunya.
[Kamu gak kenapa-kenapa 'kan Abibah, laki-laki tadi siapa?]
Manis sekali laki-laki itu, aku selalu tersepona eh terpesona dengan lesung pipi yang dipunya olehnya.
Saat ingin mulai membalasa pesan yang telah kubaca dari Aulia dan Kak Abil. Tiba-tiba satu panggilan masuk dari nomor dosen tersebut.
"Iya, ada apa Pak?" tanyaku malas basa-basi.
"Besok, saya mau bicara sama kamu!"
"Ck! Gak bosen Pak? Emangnya, apa yang Bapak bisa lakukan untuk membatalkan pernikahan ini? Bapak mau kabur?"
"Karena tak ada jalan yang bisa dilakukan untuk membatalkan, maka harus jalan supaya pernikahan nantinya cepat selesai," ucapnya dengan serius dari sebrang sana.
"Ck! Surat perjanjian lagi?" tanyaku menyenderkan tubuh.
"Ya."
"Oke, kita ketemu di mana Pak?" tanyaku dengan malas. Mau tak mau, aku harus tetap meladeni Pak Malik. Karena, tak mungkin jika dibiarkan saja.
"Di ruangan saya."
"Oke, saya mau ke ruangan Bapak asalkan tidak ada Mis Vilo!"
"Kenapa?"
"Ogah banget ngeliatin orang berzina, mending saya ke perpus!"
"Ogah apa kamu cemburu?"
Aku mengerutkan dahi, ingin sekali mencabik-cabik laki-laki yang ada di sebrang ini.
"Untuk apa saya cemburu dengan perlakuan rendahan seperti itu?" tanyaku tak kalah sengit.
"Hmm," dehem Pak Malik. Sepertinya, dia sudah merasa tersindir habis-habisan dengan ucapanku barusan.
"Udah gak ada yang mau diobrolkan, Pak? Saya mau tidur, besok ada kelas!"
"Hm ... sudah, tidak ada lagi."
"Baiklah."
Segera kumatikan telepon darinya dan langsung membalas pesan mereka, meskipun sudah tak bercenteng dua yang penting aku sudah membalasnya.
***
Senyuman mentari menyapa, angin yang masuk dari jendela membuatku sedikit menggeliat. Mencari handphone yang ada di nakas untuk melihat jam berapa sekarang.
Masih jam 7 pagi, kelas pertama jam 9 pagi nanti. Segera kukucir rambut asal dan meneguk minum yang memang ada di nakas.
Berjalan ke arah kamar mandi agar kembali segar, berpakain dengan rapi dan wangi serta wajah dioles beberapa skincare saja.
"Pagi, Pa, Ma," sapaku saat sampai di ruang makan melihat Papa dan Mama.
"Pagi, Sayang. Gimana? Tadi malam dianter pulang sama Malik 'kan?" tanya Mama saat aku baru menjatuhkan bobot tubuhku.
Aku baru teringat, aku kira dia mengantarkan aku karena cemburu atau apalah dengan Kak Abil. Ternyata, memang dia udah janji akan mengantarkan aku pulang.
Aelah, Abibah! Lu kepedean banget, sih! Rutukku dan memukul kepala pelan.
"Kenapa, Sayang? Kamu sakit?" tanya Mama yang ternyata memperhatikan tingkahku.
"Eh, enggak kok Ma. Gak sakit," jawabku cepat dan menegakkan tubuh, "iya, Pak Malik nganterin Abibah pulang, kok."
"Abibah ... Malik bukanlah laki-laki yang begitu buruk, kok. Pasti, ada alasan kenapa dia bisa menjadi seperti itu dan tugas kamu cuma merubah dia menjadi orang yang kembali seperti dulu," kata Papa dengan memakan roti miliknya.
"Pa ... bagaimana mungkin Abibah bisa merubah seseorang yang bahkan dia tak cinta sama Abibah? Laki-laki akan berubah jika dia mencintai wanitanya, dia berubah karena takut bahwa wanitanya akan pergi kalo dia tetap seperti itu!"
Mama mengusap tanganku, "Itulah tugasmu Nak, membuat dia cinta sama kamu."
Aku menggelengkan kepala, tak paham dengan apa yang ada dipikiran kedua orang tuaku tentang perjodohan ini.
Apakah mereka kira seseorang bisa dengan gampang diubah? Tidak! Jika di dalam hatinya tak ada keinginan berubah maka dirinya tak akan berubah.
"Abibah kecewa sama Mama dan Papa, Abibah kira dengan Abibah; hijrah, menjadi anak yang penurut, baik, mendengarkan apa kata Papa dan Mama. Kalian juga sama melakukan itu ke Abibah, ternyata enggak! Kalian egois!"
Aku langsung mengambil tas dan meninggalkan roti yang baru satu gigit kumasukkan ke mulut, melangkah dengan tegap dan menyeka sudut mata.
Kubuka pintu dengan keras dan menutupnya dengan keras pula, kulihat ke arah depan sudah ada mobil menunggu.
Aku menautkan alis dan berjalan ke arah mobil tersebut, "Kak Abil?" tanyaku saat melihat orang yang duduk di kursi kemudi melambai ke arahku.
Aku tersenyum dan menyapu mata agar tak terlihat tengah menangis, "Hey, saya antar ke kampus, ya," kata Kak Abil dengan menurunkan kaca mobilnya.
"Gak perlu Kak, saya bisa naik mobil sendiri, kok," tolakku yang tak enak.
"Gak papa, lagian saya udah sampai di sini juga. Masa, kamu tega menyuruh saya pergi."
"Hehe, yaudah deh," kataku pasrah dan masuk ke dalam mobilnya.
Mobil keluar dari pekarangan rumah, kulihat dari kaca spion Papa dan Mama menatap ke arah mobil ini.
"Kenapa? Ada yang ketinggalan?" tanya Kak Abil yang ternyata mengetahui aku masih melihat ke belakang melalui kaca spion.
"Eh, enggak kok Kak," sahutku cepat dan tersenyum menatap Kak Abil.
Dulunya, aku juga anak yang sedikit nakal. Wajar, namanya anak muda. Darah ingin mencoba hal-hal barunya masih menggebu.
Hingga akhirnya, Mama dan Papa mengancam aku akan dijodohkan jika terus seperti ini. Aku tahu, itu hanya gertakan saja.
Namun, gertakan itu mampu mengubahku. Karena, aku memang tak pernah ingin dan mau jika sampai di jodoh-jodohkan.
Karena, impian semua orang adalah menikah karena memang pasangannya itulah yang dia cintai. Bukan karena paksaan apalagi perintah dari kedua orang tua.
Cukup lama keheningan terjadi di dalam mobil, "Eh, Kakak kok bisa tau rumah saya?" tanyaku menatap sekilas ke arah wajah laki-laki di sampingku.
"Dari Aulia," ujar Kak Abil tersenyum tipis.
"Tempat kuliah juga tau dari dia?" tanyaku lagi saat kami akan sampai di kampus.
Dia mengangguk, "Kakak kerja di mana?"
"Mmm ... salah satu kantor di bidang industri."
"Wah ... hebat banget!"
"Haha, apanya yang hebat? Kamu lebih hebat, bisa mengatur waktu untuk; kuliah dan kerja."
"Hehehe, terima kasih Kak." Aku merasa ingin terbang karena dipuji olehnya sampai tak sadar bahwa kami telah sampai di kampus.
"Abibah, sudah sampai," tegur Kak Abil dengan tertawa.
"Eh!" gelagapku dan langsung memakai tas, "makasih, ya, Kak."
"Iya, sama-sama. Selamat belajar, ya, Abibah."
Aku mengangguk dan turun dari mobil, mobil tersebut melesat jauh pergi dari depan kampusku.
"Siapa itu?" tanya seseorang dari belakang membuat aku membulatkan mata karena kaget.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Dian Citra Utami
Abil makin berani nih
2023-06-27
0
Diki Tri putra
kesel aja ceritanya kenapa di respon tu abil
2023-06-27
0
Shitiee Al Munawaroh
loh ko udah tau aja rumah abibah kan baru kenal🤔
2023-03-07
0