Kehadiran Aldo

“Kaivan nggak bisa datang, dia titip salam dan turut berduka. Saat ini Kaivan sedang menemani Ibunya di rumah sakit,” tutur Aldo.

Aku hanya menganggukkan kepala mendengar informasi dari mana Aldo tahu kabar duka yang aku alami. Namun, aku merasa ada yang aneh. Dari mana Kaivan tahu kalau Ibu tiada sedangkan aku belum menghubungi siapapun.

Apa Ayah yang menghubungi teman-teman Ibu ya, batinku.

“Aku tinggal dulu ya, mau ikut menyolatkan jenazah,” pamit Aldo.

Aldo terlihat menatap tante Ayu dan Bik Ela seakan mengatakan kalau aku perlu ditemani. Karena kedua wanita itu kembali menghampiriku sebelum akhirnya Aldo meninggalkanku mengikuti jenazah yang dibawa ke masjid untuk disholatkan.

Makam yang dituju sebagai tempat peristirahatan terakhir Ibu, agak jauh dari komplek tempat tinggalku. Menggunakan mobil sekitar sepuluh menit untuk tiba di lokasi. Aldo mengemudi mobilku, di mana aku duduk di samping Aldo menatap keluar jendela. Tante Ayu, Bik Ela dan Mbak Marni duduk di kabin belakang.

Tidak ada pembicaraan selama perjalanan. Dadaku rasanya sesak, kedua mataku terasa panas dan sudah mengembun lagi. Satu saja kata keluar dari bibirku sudah pasti mendorong aku untuk menangis.

Rasanya aku ingin berteriak dan mengatakan kepada dunia kalau Ibuku sudah tiada. Orang yang sangat aku cintai dan menghadirkanku ke dunia sudah tidak bisa bersamaku lagi.

“Yura,” ucap Aldo. Aku menoleh, ternyata kami sudah sampai di parkiran makam. Bahkan Tante Ayu dan yang lainnya sudah keluar dari mobil. “Lo yakin mau ikut ke sana?” tanya Aldo.

“Iya,” jawabku lirih.

“Ayo,” ajaknya.

Aku berjalan mengikuti iringan para pelayat dan pengantar jenazah. Aldo berjalan tepat di belakangku, sedangkan Tante Ayu berjalan sambil merangkul pundakku.

Bukan hanya aku yang sedih saat jenazah itu dikuburkan dan tanah mulai diturunkan. Tante Ayu terlihat menenangkan Om Edwin, aku sendiri kembali terisak. Aldo terus mengusap pundakku dan akhirnya meraihku ke dalam pelukan saat tangisku mulai pecah.

Hari sudah menjelang maghrib, saat jenazah sudah selesai dimakamkan. Salah seorang pemuka agama mengajak semua yang hadir memanjatkan doa. Aku melihat beberapa makhluk yang mungkin aku akan kabur dan berteriak jika dalam keadaan normal.

Aldo sepertinya menyadari aku melihat makhluk tak kasat mata yang berseliweran di sana. Bahkan saat kami mulai meninggalkan makam, Aldo terus berada di sampingku. Aku menoleh dan menatap gundukan tanah yang tadi aku taburi bunga.

Ayah pun sudah beranjak bahkan sudah melewatiku.

“Ayo,” ajak Aldo yang menautkan jemarinya di jemariku. Aku tidak menolak karena perasaanku masih kacau saat ini.

“Ibu,” gumamku sambil kembali menatap ke belakang.

“Yura, ayo. Kita bisa kembali lagi besok, ini sudah malam. Tidak baik terlalu lama di sini dengan kondisi tubuh lo saat ini,” ungkap Aldo. Entah apa maksudnya, aku tidak mengerti dan tidak mau tahu.

Aku duduk di beranda samping. Di atas meja ada nampan berisi makan malamku yang baru saja diletakan oleh Bik Ela. Tidak jauh dari posisiku, Aldo sedang mencuci kaki dan membasuh wajahnya. Dia baru saja kembali dari masjid.

Pria itu berdiri memandangku sambil mengelap wajahnya yang basah dengan sapu tangan. Mengenakan kemeja hitam dengan kancing yang sudah terlepas memperlihatkan kaos oblong sebagai dalaman.

“Jangan melamun, mending makan tuh. Kata Bik Ela kamu belum makan dari siang.”

“Nggak lapar,” jawabku.

“Kalau gue suruh tidur, lo bakal bilang belum ngantuk nggak?”

“Mungkin,” jawabku sambil mengedikkan bahu.

Aldo kemudian duduk di kursi sampingku yang terhalang meja kecil.

“Lo tahu ‘kan kalau ini nggak dimakan tuh namanya mubazir. Kalau kita gak baca doa aja, bakalan hadir yang … apalagi ini jelas-jelas nggak di makan.”

Aku segera meraih piring di atas nampan. Membaca doa dalam gumaman dan mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutku. Makanan yang sedang aku kunyah rasanya sulit untuk aku telan.

“Pelan-pelan saja, jangan terburu-buru.” Aldo mengusap kepalaku. Entah mengapa aku sangat nyaman dan merasa terlindungi dengan keberadaan Aldo saat ini.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Andai kan waktu itu kamu gercep nolongin ibu kamu sendiri,Mungkin ibu kamu masih bisa tertolong,tapi kamu malah cuek2 aja,Dan gak ambil berat ttg sesuatu yg terjadi depan mata kamu,Semoga ini jadi pengajaran buat kamu,jangan terlalu lelet dlm mengambil tindakan..

2024-02-28

1

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

apa penyebab ibunya Yura meninggal nih

2023-11-08

2

Yuliana Tunru

Yuliana Tunru

ibu yura bunuh dori atau apa ya thor..tp pasti krn ayah yura selingkuh dan istri baru x kirim guna2 makax aldo bilang ibu x sakit..

2023-02-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!