Mail berjalan semakin mendekat ke arahku, bukan karena panggilan dariku tapi memang tasnya sudah berada tepat kursi sebelah kiriku. Wajahnya terlihat lelah dengan mata sayu, tubuhku sendiri masih merasakan merinding dengan bulu kuduk berdiri.
Dalam hati, aku terus mengucapkan ayat suci. Karena saat Mail duduk, sosok itu terasa semakin dekat denganku. Bahkan saat aku menoleh, tatapan mata sosok yang terlihat sendu tapi menyeramkan itu tepat menatapku. Dia menyadari kalau aku bisa melihatnya.
Dosen pun sudah berada di kelas tapi tubuhku rasanya tremor dengan tengkuk yang terasa berat. Mata kuliah ini terasa begitu lama karena aku berada di samping makhluk yang tidak ingin aku lihat.
“Na … ke toilet yuk,” ajakku lirih. Rasanya aku tidak sanggup lebih lama lagi berada di kelas. Tubuhku terasa semakin berat dan panas. Aura ruang kelas semakin tidak nyaman dan aku menduga karena kehadiran sosok yang berada di sebelahku yang sedang memeluk tubuh Mail.
“Hm, nggak ah. Lo aja ya, kalau gue tinggal bakal nggak ngerti. Materinya susah,” jawab Nana lirih bahkan pandangannya tetap ke depan menatap dosen yang sedang menjelaskan.
Aku tidak kuat lagi, berdiri lalu pamit keluar kelas.
“Hahhh,” aku membuang nafas dan menarik nafas dengan ritme yang tidak biasa lalu mengusap wajahku. “Mail kenapa bisa bawa begituan sih, bikin susah aku aja.”
Saat ini aku sudah berada di toilet, setelah buang air kecil dan mencuci tangan aku membasuh wajahku. Berharap air yang menyentuh kulit wajah dapat menyegarkan kembali tubuhku. Aku sengaja berlama di toilet karena tidak ingin kembali berada di suasana menegangkan di samping tubuh Mail.
Mengingat ponselku ada di saku celana akupun mengeluarkannya dan mencari kontak Kaivan untuk menyampaikan apa yang terjadi dengan mail.
“Tapi Kak Kai nyebelin, kemarin dia maki aku kayak orang bego. Nggak jadi deh,” gumamku.
Namun, mengingat Mail adalah sahabatku selain Nana. Aku kembali mencari kontak Kaivan. Berusaha merendahkan egoku untuk menghubungi Kaivan demi Mail.
“Eh, Bang Aldo. Kayaknya aku sudah simpan kontak Bang Aldo.” Aku mencari kontak Aldo, kerabat Kaivan yang pernah dikenalkan kepadaku. Orang itu sepertinya juga paham masalah spiritual, jadi aku berniat menanyakan apa yang baru saja aku saksikan pada Aldo.
Aku menghubungi Aldo dan menunggu panggilanku di jawab. Terdengar nada tunggu dan ….
“Halo,” sapa Aldo di ujung telepon.
“Ha-halo, Bang Aldo?”
“Iya, Lo Yura ‘kan?”
“Loh, kok Bang Aldo udah tahu sih?”
“Tahulah, orang gue udah simpan kontak lo,” sahut Aldo sambil terkekeh.
“Nggak lucu.” Aku pikir Aldo seperti cenayang yang bisa mengetahui apa yang akan terjadi dimasa depan.
Terdengar helaan nafas Aldo.
“Lo lagi dimana?”
“Hm, di kampus. Aku hubungi bang Aldo karena ….”
“Di mana? Kampus lo pastinya luas,” tanya Aldo lagi menyela ucapanku.
“Di toilet. Bang Aldo dengerin dulu deh, ada ….”
“Cepat keluar!” pekik Aldo di ujung telepon.
“Keluar mana?”
“Ck, keluar dari toilet, sekarang. Kita bicara lagi setelah lo keluar dari toilet. Sekarang, Yura!”
“Bang Aldo jangan bikin aku takut deh, aku ….”
Brak.
Aku terkejut dengan suara pintu salah satu bilik toilet yang tertutup dengan sendirinya, berbarengan dengan ponsel yang terlepas dari tanganku meluncur ke wastafel. Bilik itu tertutup, padahal jelas-jelas tadi hanya ada aku.
“Si-siapa di dalam?” tanyaku dengan gugup.
Hening, tidak ada suara apapun. Jika memang ada yang menggunakan toilet paling tidak ada suara air, flup atau ….
Brak, Brak, Brak.
Pintu toilet kembali terbuka, tertutup dan terbuka terus menerus seperti dengan ada yang sengaja melakukannya. Aku terkejut bukan main bahkan tubuhku bersandar pada wastafel dengan tangan meraba mencari ponselku.
Mulutku tidak dapat mengatup, rasanya keras dan sulit untuk menggerakkannya. Sedangkan tubuhku tidak jauh berbeda, terasa sangat berat seperti terpatri pada lantai tempat ku berpijak. Aku melihat sosok itu, perempuan dengan rambut panjang menjuntai tidak beraturan. Yang membuatku semakin takut adalah, seringai di wajahnya sangat menyeramkan dengan gaun merah hingga menyapu lantai.
Saat sosok itu bergerak semakin dekat ke arahku, tubuhku semakin sulit untuk digerakkan. Aku benar-benar lupa dengan ayat yang biasa aku ucap atau aku lantunkan dimana bisa melindungiku dari makhluk gaib.
Terdengar dering ponselku, membuat sosok itu berhenti lalu tiba-tiba menghilang.
“Hahhh.” Tubuhku merosot ke lantai, rasanya benar-benar lemas. Aku mengatur nafas yang tadi tercekat, dering ponsel terus berbunyi. Perlahan aku mencoba berdiri dan mengambil ponselku.
“Ha-lo.”
“Yura, lo dimana?”
“Toilet, aku masih di ….”
“Cepat keluar dan share lokasi lo sekarang!”
Panggilan dari Aldo kembali berakhir. Aku merasakan kembali aura tadi, dengan sekuat tenaga aku melangkah meninggalkan toilet. Jalanku terhuyung seperti orang mabuk padahal itu karena tubuhku sangat lemas. Tidak sanggup melangkah lebih jauh, aku duduk di deretan kursi koridor tidak jauh dari toilet. Sempat mengirimkan lokasiku pada Aldo, lalu bersandar memejamkan mataku.
Entah aku pingsan atau tertidur, yang jelas aku membuka mata saat seseorang menepuk pipiku.
“Yura, buka matamu.”
“Bang Aldo,” ucapku saat mengerjapkan mata.
Aldo mengulurkan botol air mineral, aku masih terpukau dengan penampilan pria di hadapanku. Sebelumnya sosok Aldo terlihat urakan, tapi kali ini dia mengenakan kemeja dan celana bahan bahkan bersepatu walaupun rambutnya masih gondrong dengan dikuncir rapi.
“Minum!” titah Aldo.
Aku pun mengambil botol yang disodorkan Aldo dan meneguk isinya.
“Yang Kaivan bilang tentang lo ternyata bener juga ya, susah dikasih tahu.”
“Maksudnya?” tanyaku sambil mengembalikan botol air yang sudah habis hampir setengah botol. Entah kenapa rasanya memang sangat haus seperti aku sudah berjalan jauh.
“Dari awal gue udah bilang agar lo keluar dari toilet.”
“Bang Aldo kok bisa cepat ada di sini? Memang punya ilmu berpindah tempat ya?”
Aldo menoyor kening ku mendengar pertanyaanku yang absurd. Di jaman sekarang mana ada ilmu-ilmu macam begitu, mungkin hanya ada di cerita fantasi seperti pintu kemana saja.
“Aku sedang ada tugas di Jakarta dan nggak jauh dari sini. Ayo, nggak baik di sini kelamaan.”
Aku baru akan berdiri saat melihat ke arah pintu toilet ada ada mahluk tadi berdiri menatap ke arahku.
“Ba-bang Aldo, i-itu ….”
“Nggak usah dilihat, dari tadi memang dia ada disitu.”
Aldo meraih tanganku agar segera berdiri. Kami bergegas meninggalkan tempat itu menuju kelasku. Sampai di depan kelas sudah ada Nana di sana.
“Dari mana aja sih? Lo ditanyain ke toilet nggak balik lagi,” ujar Nana sambil menyerahkan tas milikku. “Ra, itu siapa?” bisik Nana menunjuk Aldo dengan dagunya.
“Oh, Bang Aldo dia ….” ucapanku terhenti saat melihat Mail berjalan ke arah kami dan masih menggendong sosok yang sepertinya enggan lepas dari tubuh Mail.
Aku melangkah mundur, tidak sanggup jika tubuhku harus kembali bereaksi dengan kehadiran makhluk tak kasat mata.
Bugh.
Aku menoleh, ternyata aku menabrak Bang Aldo saat melangkah mundur.
“Bang, Mail ….” tunjukku pada Mail.
“Sttt, tidak usah diucapkan,” lirih Aldo. “Ada hal yang membuatnya tidak bisa lepas,” jelas Aldo.
Aku pun menatap Mail yang sedang bicara dengan Nana. Rasanya takut untuk mendekat dan bertanya hal yang berhubungan dengan kondisi Mail, mengabaikannya pun tidak tega.
“Mahluk itu hanya ingin berinteraksi dengan lo,” ujar Aldo. “Gue sudah mencoba mengusirnya tapi … dia ingin menyampaikan pesan dan hanya lewat lo.”
“Hahhh.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
Yura itu yg nyebelin
2024-10-04
0
Rinisa
Kurang suka sama sifat Yura...
Tp suka sama author & cerita nya...🙏🏻😁
2024-09-26
0
Zuhril Witanto
ngeyelan
2024-05-02
0