Dia Siapa?

Aku masih menatap layar ponsel, membaca pesan yang dikirimkan oleh Kaivan.

[Kantin, kampus] balasku untuk Kaivan.

Jariku mengetuk-ngetuk meja sambil menunggu balasan pesan lagi dari Kaivan tapi sampai pesananku datang tidak ada juga pesan masuk dari Kaivan.

“Ish, memang benar ya kalau kita nggak boleh terlalu banyak berharap dengan manusia. Jadinya gini nih, sakit hati,” keluhku sambil mengaduk es jeruk milikku.

“Kenapa sih?”

“Owh, nggak apa-apa,” jawabku.

“Lah itu, kenapa lo marah-marah sendiri?” tanya Nana lagi.

“Nggak, udah mending kita makan aja.”

Aku dan Nana menikmati pesanan kami, entah mengapa aku makan lebih lambat dari Nana atau memang Nana yang kelaparan. Nana sudah selesai dan asyik dengan ponselnya sedangkan aku masih asyik mengunyah.

“Ra …” panggil Nana.

“Hm,” jawabku tanpa menoleh.

“Ra, itu ….”

“Apaan?” tanyaku sambil menyeruput es jeruk.

“Itu ….”

Terdengar kursi ditarik dan aku merasakan kaki Nana menendangku.

“Ck, apaan sih?” tanyaku pada Nana.

Lirikan mata Nana seakan memintaku untuk menoleh. Akhirnya, aku pun menoleh ke samping. Ternyata ada Kaivan sudah duduk sambil menatapku.

“Loh, Kak Kai. Nggak bales lagi tahunya malah udah di sini,” seruku.

Nana kembali menendang kakiku di bawah meja, “Astagfirullah, apaan Nana?”

Nana menunjuk ponselku, aku pun segera membukanya ternyata ada pesan dari Nana. Aku menoleh sekilas pada Nana lalu membaca pesan tersebut.

[Lo ada hubungan apa sama Kaivan? ]

[Curiga gue, bener-bener curiga]

[Lo hutang cerita ya]

Aku menghela nafasku setelah membaca pesan Nana dan Nana malah bersiap pergi.

“Loh, mau kemana?” tanyaku pada Nana.

“Duluan ya, udah gue bayar dan ingat yang tadi,” ujar Nana lalu beranjak meninggalkan kantin setelah menganggukkan kepala pada Kaivan dan melambaikan tangan untukku.

“Cepetan habiskan,” tunjuk Kaivan pada makanan Yura.

“Nggak ah, udah kenyang.”

“Ck, ada yang ngeliatin kamu di pojokkan sebentar lagi juga dia kesini mau makan sisa makanan kamu.”

“Hah, serius? Kak Kai nakutin aku ‘kan?” tanyaku mendengar apa yang disampaikan oleh Kaivan.

“Nggak, kalau nggak percaya ya tungguin aja.”

Aku tidak berani menoleh lalu melanjutkan makanku, benar-benar menghabiskan apa yang ada di atas piring dan kembali menyeruput es jeruk.

“Kalau minumnya nggak mesti habis kali, aku udah kenyang Kak,” ujarku sambil mengelus perut.

Kaivan terkekeh pelan melihat tingkahku membuat aku semakin bingung  kenapa Kaivan tertawa. Apakah ada penampilanku yang aneh. Aku berdecak kemudian membuang pandanganku menatap ke arah meja dimana para mahasiswa yang aku tahu jurusan public relation sedang asyik menikmati bakso bahkan sesekali mereka terbahak.

Mataku melotot melihat sosok yang jelas bukan manusia berada diantara mereka dengan tangan kotornya mengobok makanan, berpindah-pindah dari satu mangkuk ke mangkuk yang lain.

Aku langsung menoleh pada Kaivan, “Kak, itu ….”

“Sttt, ayo kita pergi,” ajaknya.

Aku segera mengenakan ranselku lalu berjalan mengekor langkah Kaivan tanpa menatap sekeliling. Terdengar Kaivan di goda dan di panggil oleh mahasiswi lain yang masih berada di kantin. Tidak aneh, karena Kaivan memang salah satu most wanted di kampus, walaupun aku tahu sekali kalau dia menyebalkan karena tiba-tiba sok perhatian mengirimkan pesan lalu menghilang dan tiba-tiba datang seperti sekarang ini.

“Kak Kai, tadi itu?”

“Mungkin nggak baca doa sebelum makan,” ujarnya dengan santai.

“Ah, masa sih. Jadi kalau kita nggak baca doa, kita makan bekas di obok-obok makhluk begituan?”

“Ya mungkin saja, aku nggak pernah wawacara mereka.”

Pantas saja Bibi pernah tegur aku waktu makan nggak baca bismillah, katanya bisa dibantuin setan. Apa ini yang dimaksud bibi ya.

“Kak Ini mau kemana?”

“Kamu ada janji nggak?” tanya Kaivan tanpa menjawab pertanyaanku, memang menyebalkan (sama menyebalkannya dengan Jeff di cerita sebelah. Wkwkw, promo terus)

“Nggak ada,” jawabku sambil menoleh ke belakang menatap ke arah kantin.

“Jangan diliatin. Kalau kelihatan kamu panik, nggak kelihatan malah dicariin,” ejek Kaivan.

“Penasaran loh Kak, nggak kebayang kalau kita makan ternyata bekas di kobok sama makhluk itu.” Aku bergidik membayangkannya.

“Aku akan ajak kamu ke suatu tempat,” ujar Kaivan.

“”Kemana?”

“Lihat saja nanti, tadi berangkat naik apa?”

“Bawa mobil Kak,” ujarku masih bingung dengan rencana Kaivan mengajakku ke suatu tempat. Dalam benakku berpikir kalau Kaivan akan mengajakku ke mall atau ke tempat spesial, jadi tidak sabar untuk segera berangkat.

“Hm, kalau gitu pakai mobilmu saja. Aku bawa motor, khawatir kemalaman atau hujan jadi lebih baik naik mobil kamu.”

“ Tunggu, khawatir kemalaman? Maksudnya kita akan pergi sampai malam?”

“Hm.”

“Jangan Kak, kalau malam aku nggak berani bawa mobil sendiri,” keluhku pada Kaivan membuatnya menoleh.

“Kenapa?”

“Aku pernah lihat ada yang ikut di kabin belakang,” gumamku.

“Tenang saja, aku pastikan kamu aman sampai rumah.”

“Tapi ….”

“Parkir dimana?”

Aku menunjuk area tempat mobilku terparkir rapi, masih sangsi dengan pernyataan Kaivan yang akan memastikan aku aman sampai di rumah. Aman menurutnya bisa jadi hanya bersifat fisik tapi bagaimana dengan mata dan hatiku yang mendadak tidak baik setelah melihat sesuatu.

Kaivan sepertinya lebih berpengalaman dari aku untuk masalah mata batin tapi aku masih junior hanya berharap kelebihan ini bisa dihilangkan dan bisa membuat hidupku kembali waras.

“Kak,” panggilku pada Kaivan. Saat ini kami sudah berada tidak jauh dari mobilku.

Kaivan tidak menjawab, dia hanya menoleh sambil menengadahkan tangan meminta kunci mobilku. Aku akhirnya mengeluarkan kunci dari tas dan memberikan pada Kaivan. Setelah duduk di samping kemudi dan memasang seatbelt, Kavian akhirnya melajukan mobil dan perlahan meninggalkan area kampus.

Aku hanya menebak-nebak tujuan dimana aku dan Kaivan akan menuju. Mengira akan tiba di salah satu mall atau tempat menarik lainnya, tapi salah.

Mobil yang membawa kami sudah memasuki daerah perkampungan. Aku pun heran ternyata masih ada daerah pemukiman seperti di desa karena ada pohon-pohon besar di area pemukiman warga. Setahuku saat ini kamu sudah berada di pinggiran kota Jakarta.

“Kak, ini kita di mana?”

Kaivan menyebutkan nama daerah tersebut yang sama sekali aku belum pernah dengar, apalagi mendatangi.

“Kak ….”

“Sebentar lagi sampai, aku akan kenalkan kamu pada seseorang,” ujar Kaivan.

Aku kembali diam tidak banyak tanya karena percuma, Kaivan bukan tipe orang yang humble. Bahkan sepanjang perjalanan dia lebih banyak diam dan bicara seperlunya saja. Aku menoleh ke arah luar jendela memandang lingkungan daerah tersebut. Akhirnya mobil pun memasuki pekarangan salah satu rumah warga.

“Ini rumah siapa Kak?”

“Turun dulu, aku akan kenalkan.”

Aku berjalan mengekor langkah Kaivan menuju pintu rumah lalu Kaivan mengetuk pintu rumah itu.

“Sebentar,” ujar seseorang dari dalam rumah lalu pintu dibuka.

“Bang,” sapa Kaivan lalu mereka bersalaman. Aku heran saat melihat pria yang keluar dari balik pintu menatapku dengan wajah terkejut.

“Astagfirullah, dia siapa Van?” tanya pria itu.

 

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

dia pacarqu bang wkwkkk

2024-03-09

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

siapa 🤔🤔🤔

2023-11-08

1

Park Kyung Na

Park Kyung Na

🤔🤔

2023-06-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!