Karena Refan (1)

Kaivan benar-benar cowok yang cool dan acuh. Bahkan dengan segala kecerewetanku bertanya macam-macam dan mengeluhkan tentang kelebihan yang aku nggak mau, dia hanya menjawab seperlunya. Aku sendiri kesal karena sikap Kaivan.

“Terus gimana dong?” tanyaku.

Kaivan menoleh, “Apanya?”

“Ish ya ini gimana caranya biar aku nggak bisa lihat mereka lagi. Kak Kai pasti tahu solusinya, tujuan kita bertemu ya karena masalah ini ‘kan?”

“Iya tapi aku nggak tahu gimana solusi untuk menutup mata batin kamu. Aku bukan paranormal atau Tuhan."

Aku memasang wajah cemberut, sepertinya ini efektif mendapatkan perhatian Kaivan.

“Sementara jalani saja, mungkin sudah takdir mendapatkan kelebihan itu,” jelas Kaivan.

Aku hanya diam mendengar nasihat Kaivan. Kalau bisa memilih aku ingin kelebihan lain, pintar mungkin atau cantik. Jadi bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan uang atau bahkan terkenal. Kalau kelebihan yang seperti sekarang aku rasakan membuat aku merasa seperti tidak waras.

Huft.

“Yura!”

Aku menoleh, ternyata Nana. Aku melambaikan tangan yang dibalas Nana dengan raut wajahnya tampak bingung melihat ada Kaivan di sampingku.

“Temanmu sudah datang, aku pergi. Ingat pesanku tadi,” seru Kaivan. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.

Nana duduk di sampingku sambil memperhatikan Kaivan yang berjalan menjauh kemudian menepuk lenganku.

“Sejak kapan?” tanyanya.

“Sejak kapan, apanya?”

“Jangan pura-pura be*go ya, Kaivan bro Kaivan. Kenapa bisa dia duduk di sini dan interaksi sama lo?” tanya Nana lagi.

“Nggak sejak kapan-kapan. Semalam dia tanya besok kuliah atau nggak, ya udah aku bilang kuliah. Terus di temuin aku di perpus dan ajak ke sini.”

“Ngobrolin apaan aja?”

Nana benar-benar ingin tahu apa yang terjadi denganku dan Kaivan. Padahal tidak terjadi apa-apa selain Kaivan menolongku waktu di perpustakaan dan tidak mungkin aku sampaikan hal itu karena aku akan menyampaikan pula kalau aku bisa melihat hal lain.

Kejujuranku belum tentu direspon baik, bisa jadi orang akan menertawakanku atau bahkan menganggap aku tidak waras. Jadi, aku lebih baik menutup dulu tentang kemampuan yang sebenarnya tidak aku harapkan.

“Udah ah, yuk ke kelas. Aku nggak mau sampe telat, datang dari pagi tapi telat masuk kelas ‘kan aneh.”

“Tunggu-tunggu, jadi lo datang pagi karena janjian dengan Kak Kai?” tanya Nana sambil kami berjalan bersisian menuju kelas yang tidak lama lagi akan dimulai.

“Aku memang datang pagi tapi bukan janjian dengan dia.”

“Sumpah ini tuh mencurigakan banget, gue yakin ada sesuatu yang lo tutupi,” ujar Nana.

Ya emang, ada sesuatu yang aku tutupi dan nggak mungkin atau belum saatnya aku sampaikan padamu ataupun pada Mail.

Kuliah hari ini berjalan lancar tanpa ada gangguan si ketan eh setan. Walaupun Nana sesekali masih saja bertanya tentang Kaivan. Mail tidak hadir di kampus, ternyata ada kerabatnya yang meninggal dunia. Aku masih berada di kantin tentu saja ditemani oleh Nana.

Sebenarnya jadwal hari ini sudah selesai dan hari sudah menjelang sore. Entah kenapa aku malas pulang, sepertinya masih tidak nyaman dengan ucapan Ayah dan Ibu tadi pagi.

“Tumbenan mau makan di sini padahal udah tinggal pulang.”

“Pengen aja makan di sini, nanti sampai rumah tinggal tidur,” sahutku sambil menikmati soto ayam plus nasi dan es teh manis. Apa yang dikatakan Nana memang benar, tidak biasanya aku begini yang sengaja memperlambat pulang.

Di tengah asyiknya aku makan bersama Nana, ada Refan datang. Tentu saja bersama antek-anteknya. Aku sendiri heran, dikasih apa kedua teman Refan yang setia mengekor kemana pun Refan pergi.

“Eh adek Yura ada di sini,” seru Refan yang sudah duduk di sampingku, aku hanya tersenyum terpaksa sambil menawarkan makan.

“Boleh dong,” jawab Refan. “Tapi suapin ya,” ujarnya lagi.

Nana sudah terlihat kesal menyaksikan ulah Refan yang sedang menggodaku. Aku menendang kaki Nana membuat gadis itu menoleh padaku.

“Kak Refan kalau mau pesan sendiri aja ya, aku nggak biasa suap-suapan.”

“Di dunia ini selalu ada yang pertama, bisa jadi aku adalah pria pertama yang akan kamu suapin atau bahkan bisa jadi satu-satunya pria istimewa itu,” ujar Refan merayuku.

Tidak ingin berlama mendengarkan gombalan Refan yang hanya membuat aku mual dan ingin muntah di wajahnya aku pun segera menghabiskan makananku, begitu pula Nana yangs epertinya sudah paham dengan rencanaku.

“Aduh Kak, kita duluan ya,” ujarku tanpa menatap Refan, sibuk mengenakan tas dan mengamankan ponselku.

“Buru-buru amat, aku baru pesan makan untuk kamu suapin.”

“Hehe, mungkin yang lain ada yang mau suapin Kak Refan. Atau duo ganteng di samping kakak ini mau,” ejekku reflek membuat Nana terbahak.

Refan sepertinya kesal dengan candaanku yang membuatnya ditertawakan. Aku pun berdiri dan terkejut setengah hidup dan mati. Tubuhnya kaku seketika melihat sosok itu, sosok yang biasa menampakan diri berada di samping Refan dan menatapku. Tangannya terjulur dan tatapan matanya sangat sendu, tetap saja menakutkan untukku.

“Yuraaa, tolong aku.”

Aku menggelengkan kepala, tidak ingin menyanggupi permintaan setan itu. Takut, sangat takut kalau aku bilang tolong apa nanti dia menjawab “temani aku ke neraka”.

“Hei, kok melamun. Berubah pikiran ya,” ujar Refan. “Malu-malu kucing padahal mah mau-mau anj*ing,” canda Refan didukung dengan dua algojonya yang terkekeh.

“Nggak lucu kak,” pekikku. Rasa takut tadi tiba-tiba hilang karena ejekan Refan. Sosok itu masih berdiri di samping Refan. Nana menarikku agar cepat meninggalkan kantin. Dia khawatir aku semakin emosi dan meluap-luap yang mana hanya akan membuat kondisi semakin panas.

“Ayo,” ajak Nana.

“Loh, kenapa marah. Memang benar ‘kan? Lo sebenarnya mau kayak ….”

“Lo yang kayak, mphhh.” Nana menutup mulutku seakan tahu apa yang aku akan ucapkan. Sembari menarikku sekuat tenaga, kami akhirnya sudah meninggalkan kantin.

“Lo gila ya, ngapain nantangin Refan.”

“Kesel aja, dia udah sebut aku anj*ng”

“Gue udah pernah bilang nggak usah diladenin,” ujar Nana.

Aku malas berdebat dengan Nana, bukannya aku meladeni Refan tapi hanya menjawab alakadarnya agar pria itu tidak semakin memburuku dengan berbagai macam rayuannya.

Bukannya aku sombong, tapi memang Refan sering menggodaku dan kalau laki-laki tengil itu menggoda atau mendekati mahasiswi yang ada di kampus ini, fix perempuan yang didekati olehnya termasuk ke dalam kelompok wanita cantik.

Sudah bukan rahasia kalau Refan memang seorang player dan menurut kabar burung (entah bagaimana si burung memberi kabar), banyak perempuan yang kecewa dan jadi korban sang player.

“Lo pulang naik apaan? Gue lihat lo jarang bawa mobil ya?”

“Hm, lagi malas nyetir. Naik ojek, tapi aku mau ke toilet dulu,” ucapku.

Nana menatap jam tangannya, aku yakin dia ada kegiatan lain.

“Ya udah sih, kalau mau duluan. Aku udah mau pulang kok, tapi ini panggilan alam,” jawabku.

“Nggak apa-apa gue tinggal?”

Aku memberikan dua jempol ke arahnya lalu berjalan cepat menuju toilet tidak jauh dari tempat kami berada. Setelah membuang hajat ku aku mencuci tangan sambil menatap cermin dan …

“Astagfirullah,” ujarku langsung menunduk dan mematikan keran yang tadi mengeluarkan air.

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

bp ma ibumu itu perhatian, krn takut anak'a knp" jgn negatif dong yura

2024-03-09

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Ya Yura mungkin kamu diberi kan kelebihan itu utk menolong para arwah penasaran,yang saat mati nya mereka gak wajar atau ada yg belum terlaksana kan sebelum mereka mati,gitu..Harusnya kamu gunakan kelebihan mu utk menolong mereka..

2024-02-28

0

YK

YK

lah elu hobi banget kemana2 sendirian. udah tahu sering didatengin juga... ya bukan salah setannya sih...

2023-11-22

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!