Aku duduk termenung memandang jenazah yang terbujur kaku tidak jauh dariku. Berusaha menolak kenyataan bahwa Ibu benar-benar sudah tiada, tapi kenyataan dengan sosok yang terbaring ditutupi kain dan para pelayat yang datang mengucapkan duka cita menjawab kalau semua ini nyata.
Kenapa? Tadi pagi Ibu, baik-baik saja, batinku.
Terlihat situasi di rumah semakin sibuk, karena jenazah ibu akan dimakamkan hari ini juga walaupun sampai malam hari baru bisa dilaksanakan mengingat hari sudah sore. Tentu saja hal ini membuat semua orang bergegas.
Masih banyak pertanyaan di benakku terkait kepergian Ibu. Mulai dari alasan Ayah dan Ibu bertengkar, penyebab kematian dan sikap Ibu akhir-akhir ini. Aku menduga ada sesuatu yang aku belum ketahui.
“Yura,” panggil tante Ayu sambil menepuk pundakku membuyarkan lamunanku. Tante Ayu adalah istri dari Om Edwin (Novel sebelah : Pesona Cinta Majikan) adik kandung Ibu. Aku mengusap air mata lalu menatap tante Ayu yang duduk di sampingku.
“Kamu ganti baju dulu ya, sebentar lagi Ibumu akan dimandikan dan disholatkan. Memang kamu nggak ingin ikut ke makam, melihat untuk terakhir kalinya?”
“Mau tante,” jawabku.
“Kalau gitu ke kamar dulu, bersihkan dirimu dan ganti baju. Sedih boleh tapi jangan larut dalam kesedihan, Ibumu nanti akan ikut sedih,” tutur tante Ayu yang aku jawab dengan anggukan kepala.
Ditemani oleh Bik Ela, aku menuju kamarku. Membersihkan diri lalu mengganti pakaianku. Memilih tunik hitam polos dengan panjang selutut serta leging hitam. Aku duduk di depan cermin sedangkan Bik Ela menutup pintu balkon.
Aku sempat melihat sesuatu berkelebat sebelum Bik Ela menutup pintu balkon. Untuk saat ini, entah mengapa aku tidak merasa takut. Mungkin karena hatiku sedang diliputi kesedihan.
“Non Yura, makan dulu ya,” usul Bik Ela.
“Aku belum lapar, Bik.”
“Tapi ….”
Terdengar ketukan pintu kamar. Bik Ela pun berjalan menuju pintu, membukanya dan bicara dengan entah siapa.
“Non Yura, ditunggu Ayah di bawah,” ujar Bik Ela.
Aku pun beranjak tanpa bicara, masih ditemani oleh Bik Ela berjalan menuju halaman samping. Menyaksikan bagaimana Ibu dimandikan untuk terakhir kalinya. Aku merasa tidak menangis, tapi air mataku tidak berhenti mengalir. Wajahku benar-benar basah, bahkan sesekali Bik Ela mengusap wajahku dengan tisu.
Entah apa yang terjadi, tiba-tiba aku merasakan pipiku ditepuk-tepuk. Terdengar Bik Ela yang terus mengucapkan istighfar.
“Yura, minum dulu sayang.” Suara tante Ayu yang menyodorkan botol air ke mulutku.
Aku meneguk air mineral yang sudah berada di bibirku.
“Ibu …..”
“Sabar Yura, ikhlaskan,” ujar Tante Ayu lagi.
Aku melihat Om Edwin berdiri menatapku dengan wajah sayunya. Om Edwin dan Ibu dua bersaudara dan mereka cukup dekat. Bukan hanya aku yang merasa kehilangan, beliau pun sama. Entah kenapa aku tidak memikirkan bagaimana perasaan Ayah.
“Non Yura, ada temannya,” ujar Bik Ela.
Aku menduga itu adalah Nana atau Mail ternyata bukan. Aku belum mengabari siapapun mengenai duka yang aku rasakan saat ini.
“Bang Aldo,” ujarku saat seorang pria berjalan mendekat. Tante Ayu mempersilahkan Aldo duduk di sampingku lalu menjauh, begitu pula dengan Om Edwin.
“Yura,” ujar Aldo.
Aku hanya diam, Aldo mengusap punggungku pelan. Entah kenapa usapan itu membuatku merasa diperhatikan dan aku merasa rapuh. Tangisku kembali pecah dan refleks aku membenamkan wajahku pada dada bidang Aldo.
Pria itu tidak menolak, terus mengucapkan kalimat agar aku sabar dan menenangkanku. Usapan di punggungku tidak berhenti. Tetiba aku ingat kalau Aldo pernah mengatakan tentang masalah di rumahku.
Mungkinkah yang dimaksud Aldo ada hubungannya dengan kematian Ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Rinisa
Yura kurang peka ya....
2024-09-26
0
Shyfa Andira Rahmi
si yura mah ngga ada sedih2 nya🤦🤦
2024-03-24
0
Kustri
teka teki kematian ibu
2024-03-09
0