Ibu Bisa Lihat Itu ?

“Kamu?” ucapku.

Ternyata pria yang aku tabrak adalah Kaivan, kating yang saat di kampus sering jadi pusat perhatian termasuk perhatian dari aku dan Nana. Bahkan tadi pagi kami dalam satu kelas yang sama.

“Apa?” tanyanya.

Galak amat sih, ganteng-ganteng galak.

“Ini tuh rumah sakit, jangan berlarian seenaknya. Gimana kalau kamu tadi menabrak pasien dengan patah tulang. Apa nggak semakin membahayakan orang itu?”

“Iya, maaf. Lagian ngapain juga pasien patah tulang kelayapan dan aku tuh habis di kejar ….” Aku menoleh ke belakang tidak menemukan sosok itu.

“Dikejar apa?”

Aku hanya mengedikkan bahu, tidak mungkin aku jawab dikejar setan. Dipercaya nggak yang ada ditertawai.

Aku hendak beranjak melanjutkan niatku kembali ke kamar Bu Broto saat aku terpaku melihat seorang pasien yang berjalan tertatih. Bukan karena jalannya yang membuat aku terkejut tapi salah satu kakinya dicengkeram oleh makhluk yang tadi menyentuh kakiku. Pasien itu seperti menyeret makhluk tersebut dan mengakibatkan jalannya tertatih.

Mulutku menganga melihat pemandangan yang baru saja lewat, sebenarnya aku ingin berucap sesuatu tapi rasanya lidahku kelu.

“Lo kenapa?”

“Hahh,” ujarku akhirnya bisa menghela nafas dan mengatupkan kembali mulutku.

Kaivan menatapku lalu menatap pasien yang tadi lewat dan saat ini sudah menjauh.

“Lo bisa lihat ya?”

“Ya bisalah, aku masih normal kedua mataku masih bisa menatap dengan jelas. Bahkan masih jeli membedakan mana pria ganteng dan mana pria playboy.”

“Ck, maksud aku bukan itu. Lo bisa lihat orang tadi menyeret apa di kakinya?”

“Eh.” Aku terkejut ternyata cowok ganteng bin jutek dihadapanku ini tahu apa yang aku lihat tadi. Apa jangan-jangan dia juga ….

“Memang dia nyeret apa?” tanyaku pura-pura bego.

“Sudahlah!” ujar Kaivan.

Aku pun memilih berjalan meninggalkan Kaivan menuju kamar Bu Broto. Aku merasa aneh karena diikuti, bukan oleh mahluk aneh menyeramkan tapi mahluk berwajah tampan siapa lagi kalau bukan Kaivan. Aku tahu aku menarik tapi apa harus seperti ini, seorang Kaivan mengikutiku.

“Ngapain ngikutin sih?”

“Hah, ngikutin? Maksud lo, gue ngikutin lo?”

Aku mengangguk dengan yakin.

“Pede banget, orang gue mau masuk ke kamar Bunda.” Kaivan mempercepat langkahnya lalu membuka pintu kamar Bu Broto.

“Jangan bilang dia ….”

Ternyata benar, Kaivan Seta adalah putra bungsu Ibu Broto. Aku tertahan lebih lama di kamar itu, karena Ibu dan Bu Broto semakin bicara panjang kali lebar setelah tahu aku dan Kaivan satu kampus walaupun kami beda tingkat.

Mendengarkan apa yang mereka bicarakan, aku dan Kaivan hanya diam. Sepertinya kami sama-sama tidak memahami apa yang mereka bicarakan. Bukan tidak paham, lebih tepatnya tidak menarik. Karena ponsel bagiku lebih menarik dibandingkan obrolan Ibu dan Bunda Kaivan.

“Bu,” panggilku setelah mendengar adzan maghrib. Niat yang tidak akan pulang sebelum hari gelap akhirnya batal karena Ibu yang keasyikan bicara ngalor ngidul dengan Bu Broto.

“Walah, sudah maghrib toh. Sepertinya kami harus pulang,” ujar Ibu.

Ya iyalah pulang, nggak mungkin nginep. Ogah aku ketemu mahluk aneh lagi. Siang-siang aja penampakannya serem banget apalagi malam begini.

“Jeng, magriban dulu aja.”

Ibu menatap ke arahku.

“Kaivan, sebaiknya ajak Yura ke mushola. Tidak baik pulang saat maghrib.”

Apa yang dikatakan Bu Broto ada benarnya juga. Aku pun menyanggupi untuk ke mushola ditemani si jutek, Ibu masih tetap menemani Bu Broto karena sedang berhalangan.

Selama berjalan menuju mushola aku hanya menatap lantai tidak berani menatap sekeliling, tubuhku sudah merasakan kehadiran mereka.

“Lo ngapain nunduk terus?”

“Hah. Nggak apa-apa kok, Cuma nggak suka aja dengan keadaan rumah sakit.”

“Kita barusan melewati mushola.”

Aku pun menghentikan langkahku dan menoleh, “Kenapa nggak bilang kalau musholanya sudah kelewati.”

“Lo sibuk nunduk, padahal gue udah nunjukin tapi respon lo diem aja.”

Aku menarik nafas kesal mendengar apa yang Kaivan katakan. Dia hanya menunjuk tanpa bicara, ya wajar saja kalau aku nggak tahu.

“Ganteng-ganteng gagu,” ejek dengan suara lirih.

“Apa lo bilang?”

“Nggak ada, aku nggak bilang apa-apa.” Aku pun bergegas melewati Kaivan dan berbalik arah.

“Jangan ke sana, itu kamar jenazah.”

Aku reflek berbalik lagi dan berdiri di samping Kaivan, “Tunjukin jalannya, dari pada aku nanti tersesat ke alam lain.”

Kaivan kembali melangkah, aku pun ikut berjalan di sampingnya. Seharusnya aku merasa bangga dengan takdir dimana aku bisa sedekat ini dengan salah satu most wanted di kampus, tapi mulutnya yang lumayan bikin perut senep bahkan wajahnya jarang senyum membuat aku merasakan ini adalah sebuah ujian.

Di sampingku ada mahluk ganteng, di area lain makhluk buruk rupa yang aku duga sudah menatap ke arahku. Karena aku merasa sedang diikuti bahkan diawasi.

“Sana masuk,” titah Kaivan.

“Kamu sendiri mau kemana?” tanyaku khawatir saat aku selesai Kaivan pergi entah kemana.

“Tenang aja gue juga mau ke dalam. Nanti kita bareng lagi ke kamar,” seru Kaivan seakan paham kegundahan hatiku takut kalau ke kamar tidak ditemani. Aku hanya mengangguk lalu menuju tempat wudhu. Kaivan sendiri terlihat sedang memandang sekitar.

“Hm, dia belum lihat aja. Mati berdiri lo kalau kaget melihat yang nggak napak di tanah,” gumamku.

Benar saja, saat aku selesai Kaivan belum terlihat. Aku pun menengok ke tempat ibadah para pria, memastikan Kaivan ada di sana.  

“Ngapain ngintip?”

“Astaga,” pekikku ternyata Kaivan sudah ada di belakangku.

“Ayo,” ajak Kaivan.

Dalam perjalanan kembali ke kamar Ibunya Kaivan, aku tidak diganggu tepatnya tidak melihat apapun. Setelah pamit pada Bu Broto dan Kaivan, aku dan Ibu pun meninggalkan kamar dan rumah sakit itu. Bersyukur tidak ada hal aneh yang aku rasakan, bahkan saat berada di mobil dan melihat ke arah belakang melalui spion tidak ada sosok yang ikut duduk di sana.

Tapi itu semua tidak berlangsung lama, saat mobil sudah masuk ke area perumahan yang sepi karena penghuninya adalah orang-orang sibuk, aku dikejutkan dengan sosok yang muncul tiba-tiba di depan mobil.

Cittt.

Aku menginjak rem mendadak, membuat tubuhku dan tubuh Ibu terjerembab ke depan. Untungnya kami menggunakan seatbelt jadi tidak sampai tersungkur.

“Yura, hati-hati dong. Kita bisa celaka loh.”

Aku tidak menjawab ucapan Ibu, memilih menatap ke depan dimana sosok itu masih berdiri menatapku. Dengan tangan gemetar, jari telunjuk menunjuk ke arah sosok itu.

“Ibu bisa lihat itu?”

Aku ingin memastikan kalau sosok yang berada dihadapanku bisa dilihat oleh Ibu dan sosok itu manusia. Tapi Ibu terlihat memastikan apa yang aku tunjuk.

“Lihat apa?”

Aku tidak mengalihkan pandanganku pada sosok itu. “Yang berdiri di depan mobil,” jawabku lagi.

“Nggak ada.”

Aku segera melajukan kembali mobilku menabrak sosok itu sambil berteriak. 

Terpopuler

Comments

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

astaghfirullah...

2024-05-02

0

Matthias Von Herhardt

Matthias Von Herhardt

lanjut..

2024-02-06

0

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

apa Kaivan itu Aldo ya 🤔🤔

2023-11-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!