Ibu ...

“Hahh. Jangan bercanda Bang,” ujarku sambil memegang lengan Aldo dan mengalihkan pandangan dari Mail.

“Apa menurut lo, gue akan bercanda untuk masalah beginian.”

“Tapi ….”

“Tidak usah sekarang, bisa besok atau kapan lo siap. Kondisi tubuh lo sudah drop karena interaksi tadi. Sebaiknya kita pulang,” ajak Aldo.

“Nana, Mail. Kita duluan ya,” pamitku lalu melambaikan tangan dan bergegas mengajak Aldo meninggalkan tempat itu.

Aku sempat bergidik dan masih merasakan merinding walaupun tidak setajam tadi saat masih berada dekat dengan Mail. Memikirkan apa yang disampaikan Bang Aldo kalau sosok yang digendong Mail ingin berkomunikasi denganku. Sebenarnya berat tapi tidak mungkin aku abaikan begitu saja, apalagi Mail adalah sahabatku dan saat ini sedang butuh bantuan kami.

“Bang Aldo, aku ….”

“Gue ikutin dari belakang,” potong Aldo. “Nggak mungkin motor gue tinggal di sini, jadi lo tetap bawa mobil nanti gue ikuti dari belakang.”

Aku pun mengikuti saran Aldo, tidak ada rasa takut karena aku yakin Aldo punya kekuatan dan mata batin yang cukup baik. Buktinya saat aku menghubungi Aldo dia bisa tahu kalau tidak jauh dari aku ada makhluk yang mengancam keselamatanku.

Saat sudah tiba di depan gerbang rumah, aku menekan klakson agar pintu gerbang dibuka sambil menoleh ke belakang melalui spion dan masih ada motor Aldo mengekor. Motor Aldo ikut masuk melewati pintu gerbang dan berhenti di sebelah mobilku.

Saat aku keluar dari mobil, Aldo sudah melepas helmnya dengan tubuh masih berada di atas motor. Aku percaya jika Tuhan memang adil. Baru saja aku mengalami hal menyeramkan bahkan membuat tubuhku gemetar ketakutan, tidak lama langsung dibalas dengan penampakan menghanyutkan dari seorang pria tampan, ehhh.

“Bang Al,” tegur aku saat Aldo terlihat menatap sekeliling halaman rumah. Dia menoleh dan menatapku, lalu aku mengajaknya masuk. Aldo memilih duduk di beranda rumah, sedangkan aku pamit masuk ke dalam. Selain menyimpan tasku, tentu saja meminta bibi membawakan minum.

“Yura, gue nggak akan lama karena lo harus istirahat.”

“Hm.”

Obrolan kami terhenti karena Bik Ela membawakan minum dan mobil yang baru saja tiba dan terparkir rapi di samping mobilku.

“Sayang, kamu sudah pulang?” tanya Ibu.

“Baru aja. Ibu dari mana?” tanyaku setelah pipiku dicium olehnya.

“Ibu ada perlu sayang. Ini siapa?” tanya Ibu menunjuk Aldo.

“Siang Tante, saya Aldo temannya Yura.” Aldo mencium tangan Ibu, bukan hanya aku yang terkejut tapi juga Ibu. Sudah sangat jarang anak muda yang menghormati orangtua dan masih melakukan kebiasaan cium tangan.

“Owh, ya sudah dilanjut deh. Ibu masuk dulu ya.”

Aku hanya mengangguk sambil memperhatikan ponselku yang tadi jatuh ke wastafel.

“Yura.”

“Iya,” jawabku sambil menoleh.

“Ibu lo sedang sakit?”

“Hahh, nggak. Baik-baik aja deh, itu aja dia dari luar. Palingan juga janjian sama geng sosialitanya.”

“Hm, yakin? Lo nggak dekat ya dengan beliau?”

“Dekatlah, hanya aku anaknya. Ayah sibuk dan sering keluar kota, jadi kita berdua akrab banget dong.”

Entah apa yang membuat Aldo bertanya tentang Ibu, tapi yang aku sampaikan memang benar. Aku dan Ibu sangat dekat dan dugaan Aldo kali ini salah.

“Gue nggak lama ya, lo baiknya istirahat dan kalau sudah siap hubungi gue. Itu pun kalau lo berani dan mau bantu teman lo.”

“Maulah, Mail tuh sahabat aku masa aku biarkan dia tersiksa begitu. Walaupun aku sendiri masih takut ngebayangin harus komunikasi sama ettan.” Aldo hanya diam mendengarkan keluhanku, tapi aku tahu dia memikirkan bagaimana memudahkan aku membantu Mail.

Kalau dipikir ternyata Aldo dan Kaivan ini sangat berbeda dalam menyikapi kelebihanku yang terasa sangat membebankan. Aldo cenderung mengikuti alur dan keinginanku tapi Kaivan menolak bahkan menentang apa yang sudah aku lakukan pada sosok yang meminta bantuanku.

“Ya sudah kita bicarakan lagi lain kali.”

Aldo sudah mengenakan kembali jacket juga helmnya lalu menaiki kuda besi dan melambaikan tangan sebelum dia melaju.

...***...

Seharian kemarin aku benar-benar lelah, setelah Bang Aldo meninggalkan rumah aku langsung ke kamar dan tidur. Bahkan melewati waktu siang dan sore. Terbangun sudah lewat maghrib, itu pun karena dering ponsel. Setelah makan malam aku kembali terlelap sampai pagi datang.

“Bik, Ayah sama Ibu kemana?” tanyaku karena melihat meja makan tidak ada orangtuaku.

“Hm, Ayah Non Yura sudah berangkat.”

“Ibu?”

Bibi tidak menjawab pertanyaanku, langsung meninggalkan meja makan setelah meletakan sepiring nasi goreng permintaanku. Setelah sarapan aku melewati living room untuk ke halaman samping dan kaget karena ada Ibu yang sedang menonton TV.

“Ibu, pagi-pagi udah nonton aja. Sudah sarapan belum, aku  sarapan sendiri kirain Ibu sudah bareng Ayah,” ujarku. Ibu hanya diam, wajahnya menatap lurus ke layar TV. Aku mengedikkan bahu menduga Ibu sedang fokus dengan acara yang dia tonton lalu kembali melanjutkan langkahku.

Duduk di gazebo tidak jauh dari kolam renang sambil fokus dengan media sosial di ponselku. Hari ini aku tidak ke kampus, jadwal kuliahku hanya ada satu mata kuliah dan kebetulan dosen sudah menyampaikan berhalangan hadir.

Aku bersyukur karena belum siap bertemu dengan Mail juga sosok yang dia bawa di punggungnya. Terasa ponselku bergetar,ternyata ada pesan dari Aldo.

[Gimana kondisi lo?]

[Baik] balasku.

Tidak lama kemudian, Aldo mengirimkan kembali balasan pesannya.

[Syukur deh]

Aku bingung ingin membalas apa, karena kami memang bukan dalam hubungan dekat apalagi spesial. Hanya karena Kaivan mengajakku menemui Aldo untuk konsultasi masalah penglihatan terhadap makhluk tak kasat mata.

Aku sudah kembali ke kamar dan sempat melihat Ibu yang masih fokus pada TV. Di kamar aku mengerjakan tugas-tugas kuliahku, bahkan tidak terasa sampai sore menjelang.

“Hahh, akhirnya kelar juga. Kayaknya enak cari makan yang berkuah dan pedas,” ujarku lalu beranjak dari kamar. Tidak lupa dengan dompet dan ponsel.  Saat melewati living room aku dikejutkan dengan penampakan yang duduk bersama Ibu.

Sosok itu jelas bukan manusia, sosok yang dibungkus kain dengan tali mengikat di atas kepala dan kaki. Tubuhku langsung tremor melihat penampakan itu walau hanya dari belakang. Yang membuat aku terkejut dan takut bukan hanya sosok itu tapi kondisi Ibu, yang sepertinya tidak menyadari kalau dia ditemani dengan makhluk lain. Bahkan aku menduga kalau Ibu belum beranjak sejak tadi pagi, tatapan kosong fokus melihat ke depan.

“I-ibu,” panggilku lirih.

Sialnya, makhluk yang berada di sebelah Ibu menoleh ke arahku

“Aaaaaaa.”

Terpopuler

Comments

Rinisa

Rinisa

Syerem...

2024-09-26

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

kenapa ibunya yura

2024-05-02

0

Shyfa Andira Rahmi

Shyfa Andira Rahmi

ko cuek bngett ya sama ibunya...

2024-03-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!