"Apa kau yakin tentang semua ini sayang?," tanya Serril terus menggenggam erat tangan Mastany, ia merasa tak sampai hati melepaskan sang putri untuk tinggal di sekolah asrama.
Mata nya terus mengamati para orang tua lain yang sedang sama dalam posisi seperti diri nya, tapi seakan diri nya merasa hanya ia seorang yang begitu tak rela melepas sang putri masuk ke dalam asrama.
"Kenapa Ummi bicara begitu!, putri kita ingin hidup mandiri dan sukses di masa depan, biarkan dia melakukan nya, kita bisa mengunjungi nya sesering mungkin," sahut William meyakinkan sang istri.
Dengan sebuah genggaman lembut di tangan sang istri, William mencoba mengatakan bahwa kita harus kuat demi mendukung cita cita Mastany, walaupun dalam hati nya, mereka sama sama tak merelakan Mastany masuk ke dalam asrama.
Mereka sesekali membayangkan, bagaimana sepi nya rumah tanpa putri semata wayang mereka itu.
"Tapi anak kita masih berusia 12 tahun, apa yang bisa di lakukan anak seusia nya?," keluh Serril masih nampak begitu khawatir.
"Aku tak sendiri bunda, banyak teman dan guru yang akan membantu ku," ucap Mastany mencoba meyakinkan sang Ummi demi mendapatkan karir terdahulu nya yang sempat hilang.
Bahkan ia selalu geram saat membaca perkembangan dunia arsitek yang di dominasi oleh kaum lelaki sejak ia meninggal 300 tahun silam.
"Kau dengar itu!, itu jawaban dari putri mu yang baru berusia 12 tahun, bahkan terdengar lebih dewasa dari mu," seru William seketika mendapat sebuah cubitan kecil dari sang istri.
"Ya sudah!, aku akan selalu kalah berdebat dengan kalian," keluh Serril seketika mendapat sebuah pelukan hangat dari Mastany.
Pelukan hangat yang jarang sekali Mastany rasakan di kehidupan sebelum nya.
Terlebih saat diri nya mengingat akan masa kecil nya di panti asuhan.
Setidak nya di kehidupan ini, aku memiliki keluarga yang lengkap dan bahagia, batin Mastany melambaikan tangan sebelum ia benar benar memasuki gerbang asrama pilihan nya.
Sejak saat itu, Mastany sejenak mencoba melupakan dendam masa lalu nya.
Ia berusaha menikmati sekolah ke arsitekan yang sangat ia rindukan.
Sebuah karir yang dulu pernah melambungkan nama nya, sebelum seorang lelaki berhasil merampas semua nya, saat ia belum sempat merasakan hasil dari kerja keras nya.
Mastany dengan mudah mempelajari ilmu kearsitekan di era yang baru.
"Tak ku sangka, dalam kurun waktu 300 tahun semua sudah berkembang begitu pesat," ucap Mastany begitu antusias dalam belajar sembari sibuk memilah milah buku yang di sediakan perpustakaan sekolah untuk nya.
Bahkan dalam waktu beberapa minggu di dalam asrama, Mastany sudah membaca berpuluh puluh buku akan ilmu kearsitekan.
Setiap tahun, Mastany selalu lulus ujian dengan nilai yang sempurna.
Apapun tantangan yang di berikan sang guru, ia selalu dapat memukau semua dengan hasil kerja nya.
"Astithnayiyun!," seru sang guru sembari bertepuk tangan untuk sang murid brilian nya.
Dia begitu hebat, batin sang guru dalam hati mengakui jika guru tidak selalu lebih pandai dari murid nya.
"Syukhron," sahut Mastany begitu bahagia sembari mengingat keberhasilan nya di masa kehidupan yang lalu.
"Aku tak salah jika menyebut mu sebagai reinkarnasi arsitek handal, kau begitu jenius Mastany!, hingga itu begitu mustahil jika di lihat dari umur mu yang masih sangat belia, tapi kau sudah menguasai begitu banyak ilmu kearsitekan, puji sang guru.
"Syukhron Umma, ini semua juga berkat bimbingan dari mu," sahut Mastany merasa kembali memiliki semangat hidup.
Namun di tahun ketiga nya di asrama, ada satu hal yang mengusik ketenangan nya.
Seorang murid baru datang ke asrama Mastany, gadis muda yang berusia tak jauh beda dengan Mastany.
Namun gadis kecil itu memiliki rambut pirang dan berkulit putih yang menunjukkan bahwa ia berasal dari bangsa Eropa.
"Sabah alkhayr jamiean," sapa seorang guru berjalan masuk ke dalam kelas.
"Sabah Umma, di mana murid baru itu?," tanya Mastany tak sabar menyambut teman baru nya.
Mastany yang cepat akrab dengan teman teman nya begitu antusias dengan murid baru yang kabar nya adalah seorang gadis dari negara Jerman.
"Bersabarlah Mastany," ucap sang guru mencoba memanggil sang murid baru.
Tak berselang lama, seorang gadis masuk dan berjalan dengan ceria menuju ke arah sang guru.
Bersamaan dengan itu, senyum Mastany seketika memudar saat bola mata nya melihat sosok gadis kecil yang berjalan begitu percaya diri nya memasuki kelas.
Dia, batin Mastany dengan begitu syok nya.
"Perkenalkan dirimu sayang," perintah sang guru.
"Guten Morgen, my name Petra, I am From Jerman, senang bertemu dengan kalian," seru Petra membuat Mastany mendengus pelan.
"Sekarang, kamu bisa duduk di samping Mastany," ucap sang guru membuat Mastany semakin kesal.
"Aku duduk di pojok saja!," timpal Mastany malah memilih pindah dari tempat duduk nya.
Membuat sang guru dan teman teman nya menatap heran ke arah Mastany.
Mastany yang terkenal suka berteman dengan siapa saja saat itu menunjukkan sikap yang sebalik nya.
"Ya sudah, sudah!, tak apa, silahkan Petra, kamu bisa duduk di sana," seru sang guru mempersilahkan Petra duduk.
Sesaat mereka saling beradu pandang.
Ada gambaran tak suka dalam tatapan Mastany kepada Petra.
Aku tak akan lupa dengan bekas luka di leher mu itu Kristani, batin Mastany menatap tajam sebuah tanda lahir yang berbentuk seperti bekas sebuh cakaran di leher Petra.
Tanda lahir itu di miliki Petra sejak lahir, yang secara tak langsung menghubungkan identitas nya yang dahulu dan di masa sekarang.
Hingga tanpa sadar, dengan pandangan yang masih tajam menatap Petra, Mastany menekan pensil nya terlalu kuat saat menulis sampai pensil nya pun patah menjadi dua.
"Apa ada yang salah dengan nya?," tanya Petra pada gadis di depan nya, ia merasa ada yang tak beres dari tatapan dan reaksi Mastany saat melihat nya.
"Entah lah, dia sebenar nya anak yang baik, tapi mungkin dia sedang tak ingin menyapa," ucap murid yang lain juga merasa takut dengan ekspresi Mastany saat itu.
Sejak saat itu, keceriaan Mastany di dalam asrama mulai memudar.
Ia lebih banyak menghabiskan waktu di dalam perpustakaan dari pada harus bermain bersama teman teman nya yang pasti nya akan ada Petra di sana.
Rencana rencana licik mulai terbesit di otak Mastany.
Rencana untuk membalaskan dendam nya di masa lalu.
"Ada baik nya juga kau terlahir kembali saat ini Kristani, aku jadi lebih puas membalaskan dendam ku ini," ucap Mastany diam diam mengikuti Petra masuk ke dalam toilet.
Ini sebuah peringatan bagi mu, batin Mastany sembari menyalakan sebuah petasan besar dan melemparkan nya masuk ke bilik toilet tempat Petra berada.
Mastany segera berlari pergi saat teriakan Petra dan suara dentuman mulai terdengar sampai ke telinga para guru.
Ketegangan dan kegemparan dalam asrama mulai terjadi.
Mereka segera berlari dan mencari asal suara dan asap akibat dentuman suara beberapa saat yang lalu.
"Anak anak, tolong menyingkir!," seru Sang kepala sekolah berusaha mendobrak pintu toilet yang sengaja di kunci dari luar.
"Panggil Paramedis!," teriak para guru saat telah berhasil mendobrak pintu dan menemukan Petra yang sudah pingsan dengan luka bakar yang cukup serius.
Dengan cepat, Petra segera di bawa menuju rumah sakit.
Luka bakar yang nampak jelas di lengan Petra sungguh membuat hasrat pembalasan dendam Mastany muncul kembali dan merasa sedikit terpuaskan.
Mastany tersenyum dengan senang nya saat mengintip kejadian itu dari celah kamar nya.
"Ini baru permulaan, nyawa harus di bayar dengan nyawa," ucap Mastany dengan dendam yang masih membara di hati nya, walaupun ia sudah melihat sendiri akibat buruk dari tindakan nya pada Petra saat itu.
------------
Sabah alkhayr jamiean(Selamat pagi semua).
Sabah(pagi).
Guten Morgen(selamat pagi).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Noviyanti
hidup dalam dendam tidak baik mastany, walau kau reinkarnasi lagi setidaknya nikmati saja kehidupanmu ini
2023-02-19
1