Episode.19

Hari ini Alan pulang dari kantor lebih awal. Karena dia berniat untuk mencari keberadaan Kiana.

Sepanjang jalan sudah Alan lalui, namun dia belum juga menemukan keberadaan Kiana. Saat melewati lampu merah, dia melihat pedagang asongan yang sedang jualan di pinggir jalan. Alan memperhatikan pedagang itu karena sepertinya mirip dengan Kiana.

''Ya benar, dia Kiana.'' gumam Alan.

Tin tin

Alan mendengar klakson mobil di belakangnya.

''Ah sial,'' mau tidak mau Alan harus mengemudikan mobilnya dari sana karena menghalangi pengendara lain yang akan lewat.

Alan memilih untuk memutar arah. Dia ingin kembali ke tempat yang tadi dimana dia melihat penjual asongan yang mirip dengan Kiana. Alan bergegas turun dari mobil, lalu mendekati penjual itu.

''Kiana,'' Alan memanggilnya dari jarak jauh.

Kiana yang mendengar ada yang memanggilnya, dia menoleh ke sumber suara.

''Maaf, itu beli saja ke penjual lain. Saya mules mau cari toilet,'' Kiana berucap kepada pemuda yang hendak membeli jualannya. Lalu dia pergi dari sana untuk menghindari Alan.

''Kia,'' Alan terus mengejar kemana Kiana pergi. Tentu dengan langkah kakinya yang cepat, mampu membuatnya bisa mengejar Kiana. Alan mencekal pergelangan tangan Kiana sehingga Kiana tak bisa lagi lari darinya.

''Lepaskan!'' Kiana memberontak meminta untuk di lepaskan.

''Kia, kenapa kamu lari dariku? Kenapa seolah kamu menghindariku?'' Alan menatap wajah penuh keringat dari sosok wanita yang di cintainya.

''Maafkan aku, tapi aku tak enak jika terus merepotkanmu,'' Kiana menunduk, dia tak berani menatap lelaki yang dia cintai.

''Aku tahu jika kamu juga mencintaiku. Aku sudah membaca surat yang kamu tinggalkan,'' ucap Alan.

''Maaf, karena aku lancang mencintaimu. Aku akan mengubur rasa cinta ini, karena aku tak pantas untuk mencintai lelaki kaya sepertimu,'' ada sedikit rasa nyeri di dadanya saat dia mengucapkan itu. Karena jujur saja sulit untuk melupakan sosok lelaki yang dia cintai. Bahkan rasa cinta itu tumbuh dari beberapa tahun yang lalu saat dirinya masih duduk di bangku SMA.

''Jangan tinggalkan aku! Aku juga mencintaimu, dan juga mamah sudah merestui kita. Mari ikutlah denganku! Aku tidak bisa hidup tanpamu, Kia.'' Alan merasa lega karena sudah mengungkapkan semuanya. Rasa cinta kepada Kiana semakin hari semakin bertambah. Tak peduli jika Kiana yang dia cinta itu gadis culun yang dulu dia benci, yang terpenting mereka bisa bersatu. Alan tak mempermasalahkan status dan masa lalu Kiana.

''Jangan berbohong! Aku tahu bagaimana Bu Sinta yang terang-terangan mengatakan jika tidak merestui kita.''

''Itu dulu, kalau sekarang mamah sudah merestui kita. Jadi tolong, jangan tinggalkan aku,'' Alan menyingkirkan jualan milik Kiana yang sedang di pegang, lalu dia merengkuh Kiana ke dalam pelukannya.

Sebenarnya Kiana masih sulit percaya jika Bu Sintia sudah menerimanya. Namun tidak mungkin juga jika Alan berbohong kepadanya. Karena terlihat sekali dari tatapan matanya, jika Alan tidak berbohong.

''Apa itu benar?'' tanya Kiana.

''Benar, jadi ayo ikut denganku! Kita temui mamah sama-sama,'' ajaknya.

''Tapi aku ingin pulang dulu ke kontrakan. Tidak mungkin aku pergi dengan penampilan seperti ini,'' ucapnya.

''Baiklah, ayo naik mobilku!'' ajaknya.

Alan menggandeng tangan Kiana menuju ke mobilnya.

Alan menatap sekeliling kontrakan Kiana yang terlihat rapi. Namun sumpek karena ukurannya kecil. Bahkan kontrakan yang di tempati oleh Kiana dengan kamar Alan masih luas kamar Alan.

"Ayo!" Kiana yang sudah terlihat rapi, dia mendekati Alan yang sedang duduk.

Mereka berdua pergi keluar dari kontrakan.

Alan membukakan pintu mobil dan mempersilakan Kiana untuk masuk.

''Silakan masuk tuan putri,'' ucapnya sambil tersenyum.

''Terima kasih,'' Kiana membalas senyuman itu.

Cukup lama mereka berdua berada di perjalanan. Kini mobil itu sudah sampai di depan kediaman Bu Sintia. Alan dan Kiana turun dari mobil. Namun Kiana masih berdiri di tempatnya, seakan takut untuk masuk ke dalam. Dia takut jika kedatangannya tak di terima oleh Bu Sintia.

''Loh Kia, kenapa kamu masih disitu? Ayo masuk!'' ajak Alan yang sudah melangkah duluan.

''Iya,'' Kiana kembali melangkah, dia mendekati Alan yang berjarak beberapa meter darinya.

Alan merasa jika langkah Kiana sangat lamban. Dia mendekatinya dan memegang satu tangannya.

''Jangan takut!'' Alan menggenggam tangan itu, lalu menggandengnya masuk ke dalam rumah.

Kedatangan mereka di sambut hangat oleh Bu Sintia. Bahkan Bu Sintia sudah menyiapkan suguhan untuk Kiana.

''Selamat datang calon menantu mamah,'' Bu Sintia mendekati Kiana lalu mencium ke dua pipinya.

Tentu Kiana bingung melihat sikap Bu Sintia yang sudah berubah. Dia juga bingung kenapa sekarang Bu Sintia sangat baik kepadanya. Atau mungkin saja Alan mengatakan sesuatu kepada ibunya sehingga ibunya menerima keberadaannya.

''Mah, Kia, kalian mengobrol dulu saja. Alan mau ke kamar dulu ganti pakaian,'' Alan berlalu pergi menuju ke kamarnya.

Kiana terlihat canggung saat mengobrol dengan Bu Sintia. Karena Bu Sintia yang selalu memanggilnya dengan sebutan calon menantu.

....

....

Hari ini Alan mengantar Kiana pergi ke rumah sakit untuk kontrol. Kali ini ibunya tak lagi memarahinya saat tahu jika dia akan datang siang ke kantor.

''Kia, setelah pulang dari rumah sakit, saya akan mengajakmu pergi ke suatu tempat,'' ucap Alan sambil sesekali menatap Kiana yang duduk di sampingnya.

''Kemana, Pak? Bukannya bapak harus ke kantor ya?''

''Ke kantornya bisa nanti atau besok,'' jawabnya

Kiana hanya mengiyakan ajakan Alan.

Kiana sudah melakukan pemeriksaan. Ternyata kondisinya sudah semakin baik. Bahkan dia sudah di perbolehkan melakukan aktivitasnya seperti dulu.

Kiana dan Alan sudah sampai di sebuah restoran. Namun Kiana merasa heran melihat restoran yang terlihat sepi. Hanya ada dia dan Alan pengunjung disana.

''Kok sepi sekali? Apa restoran ini belum buka? Atau mungkin sudah mau tutup?'' gumam Kiana.

Alan tersenyum mendengar penuturan Kiana.

''Restoran ini sudah saya booking untuk dua jam ke depan,'' ucap Alan.

''Apa? Tapi untuk apa di booking segala? Kasihan tahu orang-orang yang ingin makan disini tapi tidak bisa masuk,'' ucap Kiana, sambil menatap ke arah luar. Dia melihat sepasang muda mudi yang sedang berdiri di depan restoran.

''Sudahlah, jangan protes. Ini demi kenyamanan kita. Lebih baik sekarang ikut saya,'' Alan meraih tangan Kiana, mengajaknya pergi ke lantai atas restoran.

Sesampainya di lantai atas, Kiana tampak terkejut melihat ruangan yang di dekorasi sangat cantik. Banyak bunga mawar putih dan juga mawar merah yang menghiasi ruangan itu.

Alan memperhatikan perubahan raut wajah Kiana yang terlihat bahagia.

''Kamu suka?'' tanya Alan.

''Suka, ruangan ini begitu indah,'' Kiana masih tak mengalihkan arah pandangnya dari dekorasi ruangan yang sangat indah.

''Ayo duduk!'' Alan mengajak Kiana untuk duduk di kursi yang sudah di siapkan untuk mereka.

Kiana penasaran apa maksud Alan memberikan kejutan seperti ini. Duduk berdua disana terlihat seperti sepasang kekasih saja.

''Maaf, tapi apa maksud bapak mengajak saya makan siang di tempat seindah ini?'' Kiana bertanya kepada Alan yang duduk di hadapannya.

''Alan tak menjawab, namun dia malah meraih ke dua tangan Kiana dan memegangnya.

''Kia, tatap mata saya. Di tempat ini saya mau mengungkapkan perasaan saya kepadamu,'' Alan menatap Kiana penuh cinta.

''Bukannya Pak Alan sudah pernah mengatakan itu? Kenapa mengatakannya lagi?''

''Karena kali ini saya sudah tahu jika kamu juga menyukai saya, jadi saya memberanikan diri mengungkapkannya untuk yang ke dua kalinya. Kiana, maukah kamu menjadi kekasih saya?'' kini Alan beranjak dari duduknya. Dia berjongkok di samping Kiana yang sedang duduk, Satu tangannya memegang tangan Kiana, dan satu tangannya lagi merogoh saku celana untuk mengambil sesuatu.

Kiana menutup mulutnya karena keterkejutannya. Melihat Alan membuka sebuah kotak berisi cincin dan itu membuat Kiana sanat senang. Baru kali ini ada seorang lelaki yang memberikan kejutan seperti ini. Bisa di bilang jika Alan satu-satunya lelaki yang berani mengungkapkan perasaannya di tempat seromantis ini.

''Aku mau,'' jawabnya sambil mengangguk.

Alan senang mendengar jawaban dari mulut Kiana. Alan langsung memakaikan cincin itu di jari manis Kiana.

Mereka berdua saling berpelukan. Beberapa kali Alan juga mendaratkan ciumannya di kening wanita yang kini sudah sah menjadi kekasihnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!