Alan yang sedang fokus bekerja mendengar pintu ruangannya terbuka. Spontan dia menatap ke depan. Terlihat Rani melangkah dengan anggun.
''Sayang, ayo kita makan siang dulu!'' Rani mendekati Alan yang sedang bekerja, bergelayut manja di tangannya.
''Aku sibuk,'' Alan memilih untuk fokus melanjutkan pekerjaannya dari pada meladeni Rani. Entah kenapa dia tak memiliki perasaan apa pun kepada Rani. Dulu saat mereka berpacaran itu hanya Alan yang ingin lebih terkenal di sekolah, jadinya dia memacari Rani yang terkenal sebagai ratu di sekolah.
“Kok kamu gitu sih? Memangnya kamu tidak mau makan siang sama calon istri?'' dengan berani Rani duduk di pangkuan Alan. Dia meraba dada bidang Alan.
''Stop, Rani! Apa yang kamu lakukan?'' Alan mendorong Rani sehingga Rani jatuh ke lantai.
''Aduh .... '' pekik Rani karena merasa sakit.
Alan menghela napasnya lalu mengulurkan tangannya. Dengan senang hati Rani memegang tangan Alan namun dia menariknya sehingga Alan terjatuh. Sialnya Alan terjatuh ke atas tubuh Rani. Bersamaan dengan itu, pintu ruangan terbuka. Terlihat Kiana yang berdiri mematung menatap pemandangan tak senonoh yang di lakukan oleh atasannya.
''Eh maaf, saya tidak melihat,'' Kiana kembali menutup pintu, lalu buru-buru pergi dari sana.
Alan yang melihat ada yang memergoki mereka, dia langsung saja beranjak dari atas tubuh Rani.
''Jangan mencari kesempatan! Ayo kita makan siang di luar, lalu setelah itu kamu pulang,'' Alan mendekati meja kerjanya, mengambil kunci mobil. Mungkin kali ini dia akan ikut ajakan Rani untuk makan siang di luar. Itu semua agar Rani cepat pergi dari kantornya. Kehadiran Rani disana sangat mengganggu.
Rani tersenyum senang karena Alan mau menerima ajakannya. Mungkin lain kali dia memang harus sedikit memaksa agar Alan mau pergi dengannya.
Rani menggandeng tangan Alan hingga keluar dari kantor. Tentu kedekatan mereka jadi gosip para karyawan. Karena selama ini atasan mereka sama sekali tak pernah dekat dengan seorang wanita. Bahkan mereka tak tahu jika atasan mereka itu memiliki seorang kekasih.
Dua puluh menit telah berlalu. Kini Alan sudah kembali ke kantor. saat melewati ruangan Kiana, Alan berhenti sejenak. Dia mengetuk pintu ruangan itu.
''Sebentar!'' ucap Kiana, lalu dia segera membukakan pintu.
Tanpa permisi Alan masuk ke dalam ruangan itu. Dia menatap Kiana yang masih berdiri di depan pintu.
''Ngapain masih disitu? Cepat sini!'' pintanya.
''I-iiya, Pak.'' Kiana sedikit gugup, karena di ruangan itu hanya ada mereka berdua. Dia berpikiran jika mungkin saja Alan akan melakukan sesuatu kepadanya karena tadi sudah menyaksikan aktivitas panasnya.
Kiana menunduk di hadapan Alan. Sedangkan Alan terkekeh geli melihat ekspresi Kiana.
''Angkat kepalamu!'' pintanya.
Kiana yang tadinya menunduk kini mengangkat kepalanya sehingga bertatapan dengan Alan.
''Untuk yang tadi, itu tidak seperti yang kamu lihat. Saya dan wanita itu tidak memiliki hubungan,'' Alan memberikan penjelasan karena takutnya Kiana berpikiran yang tidak-tidak tentangnya.
''Saya tidak bertanya,'' ucap Kiana.
''Kamu berani sama saya?'' Alan mendekati Kiana sehingga jarak mereka sangat dekat. Kiana spontan kembali menundukkan kepalanya. Dia tak berani menatap ke dua mata Alan.
''Kenapa menunduk lagi? Kamu tidak berani bertatapan secara dekat dengan saya? Jangan-jangan kamu takut jatuh cinta sama saya?''
'So kepedean sekali dia,' batin Kiana.
''Kenapa diam?'' Alan sengaja mendaratkan tangannya ke wajah Kiana, namun langsung saja di tepis oleh Kiana.
''Maaf, tapi Pak Alan bukan tipe saya. Saya mau kembali bekerja, lebih baik Pak Alan keluar saja,'' usirnya.
Alan terperangah mendengar perkataan Kiana. Atas dasar apa Kiana mengusirnya? Disini itu yang jadi atasan itu dia, bukan Kiana.
Alan menatap Kiana dari atas sampai bawah. Dia tahu jika sebenarnya Kiana itu tak seberani itu. Namun entah kenapa Kiana menunjukkan jika dirinya itu wanita yang kuat.
'Menarik,' gumam Alan dalam hati.
Alan berlalu pergi dari sana tanpa berkata apa pun lagi kepada Kiana.
....
....
Tok tok
Alan yang sedang bersantai di dalam kamar, dia mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya. Saat membuka pintu, dia melihat ibunya yang sedang berdiri disana.
''Ada apa, Mah?'' tanya Alan.
''Al, cepat kamu ganti pakaian yang lebih rapi. Di depan ada tamu, kita akan makan malam bersama di rumah ini.''
''Kok mamah tidak bilang dari sore kalau kita bakal kedatangan tamu?''
''Mamah sengaja tidak bilang kepadamu,'' ucapnya.
''Baiklah, nanti aku akan turun,'' Alan kembali menutup pintu kamarnya.
'Memangnya sepenting apa sih tamu yang datang, sampai-sampai mamah memintaku untuk berganti pakaian,' gerutu Alan dalam hati.
Alan sudah sampai di ruang keluarga. Sekarang dia bisa melihat siapa tamu yang datang ke rumahnya yang tak lain adalah Rani dan orang tuanya.
''Om, Tante, senang bertemu kalian,'' Alan mendekati ke dua orang tua Rani lalu bersalaman dengan mereka.
''Kami juga senang bertemu kamu lagi, Nak. Terakhir kali kita bertemu itu saat dulu kamu SMA,” ucap Bu Ayu yang merupakan ibu dari Rani.
Walaupun Alan tak menyukai Rani, tapi bukan berarti dia bersikap tak sopan. Biar bagaimana pun dia harus bersikap baik kepada orang yang lebih tua.
''Ayo kita langsung makan malam saja!'' ajak Bu Sintia.
''Iya, Jeng.'' jawab Bu Ayu.
Mereka berjalan beriringan menuju ke ruang makan.
Rani menunjukkan perhatiannya di hadapan mereka semua. Dia mengambilkan makan untuk Alan.
''Sayang, selamat makan,'' Rani berucap sambil menaruh piring yang sudah terisi ke atas meja depan Alan.
''Terima kasih,'' Alan membalas senyuman Rani.
Mereka mulai melahap makanan mereka. Tak lama, Alan merasa terusik karena ada sesuatu yang menyentuh kakinya. Saat dia menatap ke bawah, ternyata kaki Rani yang sedang bergerak lincah di atas punggung kakinya. Alan bergeser sehingga Rani tak bisa lagi menjangkau kakinya.
'Kenapa semakin kesini tingkah Rani seperti
******?' batin Alan yang merasa tak suka.
Setelah kepergian keluarga Rani, Alan memutuskan untuk pergi keluar. Kebetulan tadi Dito menghubunginya dan memintanya untuk bertemu bersama geng mereka.
''Al, mau kemana kamu?'' Bu Sintia bertanya kepada anaknya yang lewat di hadapannya.
''Mau keluar sebentar, Mah.''
''Jangan pulang larut malam loh,'' pinta Bu Sintia.
''Hm,'' hanya itu yang terucap dari mulut Alan. Walaupun ibunya memintanya untuk pulang cepat, namun dia tak akan menurutinya.
Alan sudah sampai di cafe tempat teman-temannya berkumpul.
''Wah akhirnya Lo datang juga,'' Dito berdiri, lalu menyambut Alan dengan pelukan. Begitu juga dengan teman yang lainnya.
Dito memperhatikan wajah Alan yang sepertinya sedang tak baik.
''Bro, kenapa tuh wajah terlihat bete seperti itu?'' tanya Dito.
''Iya nih Gue sedang bete. Kalian tahu kan Rani yang dulu itu teman SMA kita?''
''Tahu dong, dia itu kan mantan Lo,'' ucap Dito.
''Benar, dan sekarang dia di jodohkan dengan Gue,'' ucap Alan.
Mendengar kata di jodohkan, membuat Dito mengepalkan satu tangannya. Hanya dia sendiri yang tahu kenapa dia tak suka mendengar perjodohan Alan dan Rani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments