Episode.8

Alan yang sedang bekerja, dia mendapat telepon dari ibunya yang mengatakan jika saat ini sedang ada di perjalanan menuju ke kantor.

Tak lama, terlihat sosok wanita cantik yang tak lain adalah Bu Sintia, memasuki ruangan Alan.

''Selamat siang, anak mamah. Sepertinya sedang sibuk nih,'' Bu Sintia melihat Alan yang sedang fokus menatap layar laptopnya.

''Lumayan,'' sejenak Alan mengalihkan arah pandangnya sehingga sekarang dia menatap ibunya yang baru datang.

''Tumben sekali mamah datang kesini, memangnya ada perlu apa?'' Alan langsung bertanya to teh point.

''Mamah mau bicara serius sama kamu,'' Bu Sintia menaruh tas bahu miliknya ke atas meja.

''Memangnya seserius apa? Bicara di rumah juga bisa kan?''

''Ini sangat penting, dan mamah tidak bisa menunda lagi. Jadi mamah dan ibunya Rani sudah menentukan tanggal pertunangan kalian,'' ucap Bu Sintia.

Alan sebal karena ibunya mengatur urusan percintaannya. Terlebih dia belum mengatakan setuju untuk bertunangan dengan Rani.

''Mah, tapi Alan tidak cinta sama Rani. Alan tidak mau bertunangan dengan dia,'' ucapnya penuh pendirian.

''Memangnya apa kurangnya Rani untuk kamu?''

''Dia terlalu agresif dan Alan tidak menyukainya,'' jawab Alan.

''Justru bagus dong kalau cewek agresif, itu berarti dia tidak perlu di pancing juga langsung nempel.''

''Alan tidak suka. Jika mamah terus mendesak, lebih baik Alan pergi dari rumah dan meninggalkan perusahaan,'' ucap Alan.

''Tidak bisa seperti itu dong. Kamu tidak bisa seenaknya pergi dari rumah.''

''Jika aku tidak bisa seenaknya, lalau bagaimana dengan mamah? Mamah sudah seenaknya menjodohkanku dengan Rani tanpa persetujuanku.''

Bu Sintia diam, karena memang apa yang di katakan oleh anaknya itu benar adanya.

''Lalu kamu maunya apa?''

''Jika mamah masih ingin aku tinggal di rumah, maka mamah batalkan rencana perjodohan itu.''

''Oke, mamah akan batalkan perjodohanmu asal kamu bawa kekasihmu ke hadapan mamah,'' pintanya.

Sebenarnya Bu Sintia mencoba menjodohkan anaknya karena tak pernah melihat anaknya membawa pasangan. Bu Sintia takut jika anaknya salah memilih pasangan. Apalagi mereka itu keluarga terpandang.

Alan terdiam mendengar permintaan ibunya. Selama ini dia hanya sibuk bekerja dan belum sempat mencari kekasih. Karena baginya pekerjaan adalah prioritas utamanya. Lagian dia masih muda, perjalanan hidupnya masih panjang. Besok-besok juga masih bisa cari pasangan.

Namun kali ini dia terpaksa mengiyakan permintaan ibunya. Entah siapa yang akan dia jadikan kekasih, dia belum tahu. Yang terpenting ibunya membatalkan perjodohannya dengan Rani.

''Baiklah, nanti Alan akan bawa kekasih Alan yang tentunya lebih cantik dari Rani,'' Alan berkata penuh percaya diri.

''Baiklah, mamah akan tunggu. Kalau begitu mamah pulang dulu,'' Bu Sintia berlalu pergi dari sana.

Alan mengacak rambutnya dengan kasar. Sekarang dia bingung akan melakukan apa. mencari kekasih dalam waktu singkat itu sulit. Terlintas di benaknya jika dia akan mengikuti biro jodoh. Tapi yang dia cari itu bukan jodoh? Hanya sekedar pacar pura-pura saja.

''Ayolah, Alan. Pakai otakmu untuk berpikir,'' Alan tampak mondar-mandir di depan meja kerjanya.

Tok tok

Alan mendengar ada yang mengetuk pintu ruangannya.

''Masuk!'' ucap Alan.

Terlihat Kiana memasuki ruangan itu.

''Permisi, Pak. Saya mau mengantar berkas yang bapak minta,'' ucapnya dengan ramah.

''Taruh di meja!!'' pintanya.

Saat Kiana hendak keluar, Alan menghentikan langkahnya.

''Tunggu!''

Kiana berhenti, lalu menoleh ke belakang.

''Apa ada yang Bapak perlukan?''

''Duduk!''

''Baik, Pak.'' Kiana menarik kursi untuk dia duduki. Begitu juga dengan Alan yang kini kembali duduk di kursinya.

Alan memperhatikan wajah Kiana yang cukup cantik. Sepertinya boleh juga jika dia meminta tolong kepadanya agar menjadi pacar pura-puranya.

''Saya minta kamu menjadi pacar pura-pura saya. Kamu harus menurut,'' ucapnya penuh penegasan.

''Maaf, saya memang karyawan bapak, tapi Bapak tidak bisa seenaknya meminta saya untuk melakukan hal konyol.''

''Berapa pun saya akan membayarmu asal kamu mau menjadi pacar pura-pura saya.''

Kiana tersenyum kecil, tidak semua hal bisa di hargai dengan uang, apalagi harga diri.

''Maaf, tapi saya tidak menjual diri saya. Saya permisi dulu,'' Kiana beranjak dari duduknya lalu pergi dari sana.

Alan menganga menatap kepergian Kiana. Baru kali ini ada seorang karyawan yang berani kepada atasan. Seperti tak takut jika nantinya malah akan mendapat masalah.

''Baiklah gadis keras kepala, kita tunggu tanggal mainnya,'' Alan menyunggingkan seringai liciknya.

...

...

Kiana yang sedang bersantai, mendengar ponsel miliknya bergetar menandakan ada pesan masuk. Dia mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas meja. Ternyata yang mengirim pesan itu Alan.

''Pak Bos rese ngapain pakai kirim pesan segala,'' gumam Kiana, lalu dia membuka pesan itu. Ternyata itu sebuah video. Ke dua mata Kiana terbelalak saat melihat video dirinya yang sedang berciuman dengan Alan. Dia sama sekali tak mengingat hal itu.

Kiana membaca perkataan di bawah video yang di kirimkan.

Jika kamu tidak mau menurut untuk menjadi pacar pura-pura saya, maka saya akan menyebarkan video ini agar semua orang tahu.

Sekiranya seperti itu yang di tuliskan oleh Alan.

Kiana mengepalkan tangannya. Dia ingin segera menanyakan video yang baru saja di lihatnya. Karena dia tak ingat pernah berbuat seperti itu dengan Alan. Atau mungkin bisa saja Alan yang mengedit video itu.

''Awas saja, kamu dari dulu memang tak pernah berubah,'' Kiana mengepalkan satu tangannya. Dia sudah tak sabar menunggu hari esok, karena ingin melampiaskan kekesalannya itu.

Kiana yang sedang menonton televisi, jadi tak bersemangat karena melihat video yang tadi di kirimkan oleh Alan.

''Lebih baik aku pergi keluar saja,'' Kiana pergi ke kamar untuk bersiap. Entah kemana tujuannya, namun dia ingin pergi untuk mengembalikan mood-nya yang buruk.

Dengan menaiki angkot, kini Kiana sudah berada di sebuah cafe. Ini ke dua kalinya dia datang ke cafe itu. Baru juga duduk, Kiana terasa ingin buang air kecil. Kiana terlebih dahulu memesan, lalu dia pergi ke toilet.

Saat berada di dalam toilet, Kiana mendengar suara desa*han dari toilet sebelah. Lalu sang wanita berucap, dan suara itu seperti tak asing di telinga Kiana.

''Pelan-pelan, nanti terdengar dari luar,'' ucap seorang wanita yang ada di toilet sebelah.

'Suara itu? Kenapa aku merasa pernah mendengarnya?' batin Kiana sambil mencoba mengingat.

Kiana tak mau berlama-lama di toilet. Dia segera pergi setelah selesai. Lagian penghuni toilet sebelah tak tahu malu, main begituan di tempat umum. Masih untung tidak ada yang melapor ke pihak keamanan.

Beberapa menit setelah kepergian Kiana, kini pasangan tak tahu malu yang ada di toilet sebelah sudah selesai dengan kegiatan panas mereka. Sang lelaki membantu menurunkan dres sang perempuan yang tadi sengaja di singkap ke atas.

‘’Thank you, Honey. Kamu memang selalu memuaskanku,’’ ucapnya.

‘’Ini yang terakhir kalinya, Dito. Aku tak mau lagi berurusan denganmu,’’ ucap wanita itu, lalu pergi begitu saja meninggalkan sang lelaki yang masih berada di dalam toilet.

Terpopuler

Comments

AnugerahShakila

AnugerahShakila

jangan2 itu Dito dengan Rani ya??🤔

2023-02-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!