Episode.16

Dua minggu kemudian.

Terlihat gerakan jari dari Kiana yang masih terbaring di ranjang rumah sakit. Perlahan dia membuka ke dua matanya, menatap langit-langit berwarna putih. Kiana beralih menatap ke sekitar. Terlihat sosok lelaki yang sedang tidur di sofa. Kiana tak tahu siapa lelaki itu, karena tak jelas dari tempatnya berbaring.

''Haus ... '' itu yang pertama kali terucap dari bibir Kiana. Tidur yang cukup panjang membuatnya kehausan.

Kiana hendak mengambil gelas yang ada di meja kecil sebelah ranjang. Namun gelas itu malah terjatuh.

Pyar

Alan yang sedang tidur nyenyak, terbangun saat mendengar benda terjatuh. Alan menatap sekitar, melihat Kiana yang sudah sadar.

''Kia, kamu sadar?'' Alan beranjak dari sofa lalu mendekati Kiana.

''Awas, itu ada pecahan gelas,'' ucap Kiana kepada Alan agar berhati-hati saat menginjak lantai.

''Nanti bisa di bereskan. Aku senang melihatmu sudah sadar, Kia.'' perlahan tangan itu membelai pucuk kepala Kiana.

''Haus,'' ucap Kiana.

''Kamu haus? Sebentar ya, aku panggil dokter dulu. Takutnya kamu belum boleh minum atau makan apa pun.''

''Jangan lama-lama!''

''Tidak kok,'' Alan memperlihatkan senyumnya.

Beberapa menit kemudian, Alan sudah kembali bersama dokter yang di ikuti oleh satu orang perawat di belakangnya.

''Dok, Kia haus, tapi saya belum berani memberikan minum sebelum dokter sendiri yang mengizinkannya,'' ucap Alan.

''Kasih minum saja, tidak apa-apa,'' jawabnya.

Dengan cepat Alan menuangkan air ke dalam gelas lalu membantu Kiana untuk minum.

Dokter segera memeriksa Kiana setelah melihat Kiana yang baru selesai minum.

Ternyata kondisi Kiana cukup baik. Namun tetap saja Kiana harus menjalani pemeriksaan menyeluruh.

"Bagaimana kondisinya, Dok?" tanya Alan.

"Cukup baik, tapi masih perlu pemeriksaan lanjutan," ucapnya.

"Dok, kenapa tangan saya lemas sekali ya. Tadi saya mau ambil gelas saja tidak bisa," ucap Kiana.

"Untuk sementara Nona butuh terapi untuk tangan atau pun kaki. Itu umum terjadi setelah seseorang yang baru bangun dari koma," jawabnya.

Setelah selesai memeriksa Kiana, kini dokter berlalu pergi. Kebetulan akan mengatur waktu pemeriksaan lanjutan untuk Kiana.

Alan memandang wajah cantik yang sudah dia rindukan. Melihat Kiana yang terbaring lemah membuatnya begitu khawatir. Alan takut kehilangan Kiana.

"Kia, bolehkah aku memelukmu?" Alan bertanya meminta persetujuan.

Kiana menatap bingung, lelaki yang merupakan atasannya tiba-tiba meminta izin ingin memeluk.

"Tidak boleh," ucap Kiana. Dia memang tidak mau sembarang di peluk oleh lelaki. Kiana sangat menjunjung tinggi harga dirinya.

"Masa peluk dikit saja nggak boleh sih."

"Tidak, kita tidak sedekat itu untuk saling berpelukan," ujar Kiana.

"Jika saya mengatakan kalau saya mencintaimu, apakah saya boleh memelukmu?"

Kiana tersenyum, menanggapi perkataan Alan hanya sebatas candaan saja.

"Pak Alan bisa saja nih bercandanya."

"Saya serius," Alan memegang ke dua tangan Kiana. Beberapa kali mendaratkan ciumannya di punggung tangan itu. "Kiana Andini, maukah kamu menjadi kekasihku?"

Ke dua mata Kiana terbelalak mendengar ungkapan cinta dari Alan. Bagai mimpi di siang bolong, sang atasan mengungkapkan cinta kepadanya. Wajar sih jika Alan terpesona dengan kecantikan Kiana yang sekarang. Tapi bagaimana jika Alan tahu kalau Kiana yang dia cinta itu Kiana gadis culun di masa lalu.

"Saya butuh waktu untuk menjawabnya," ucap Kiana.

"Baiklah, sampai kapan pun saya akan menunggu jawaban itu," ucap Alan dan terlihat tulus.

....

....

Alan menjadi orang yang selalu berada disisi Kiana. Bahkan sekarang dia tinggal bersama Kiana di apartemen miliknya. Sebenarnya Kiana menolak untuk tinggal bersama. Karena mereka tidak ada ikatan apa pun. Dan juga Kiana takut jika nantinya Bu Sintia akan marah jika tahu dia tinggal bersama.

Alan membantu memapah Kiana memasuki apartemen. Kebetulan tadi mereka habis pergi ke rumah sakit karena Kiana baru saja melakukan terapi.

''Sudah sampai disini saja. aku bisa sendiri kok,'' Kiana yang baru membuka pintu kamar, meminta Alan untuk tak usah ikut masuk ke dalam.

''Baiklah, kamu istirahat saja ya. Saya mau ke kantor dulu, tadi asistenku sudah menelepon.''

''Iya, terima kasih ya. Maaf karena sudah merepotkan.''

''Tidak sama sekali,'' mereka berdua saling melempar senyum.

Alan sudah berada di perjalanan menuju ke kantor. Tiba-tiba dia mendengar ponsel miliknya berdering. Ternyata ibunya yang menghubunginya.

''Ada apa mamah menelepon? Tumben sekali,'' gumam Alan, lalu dia menggeser tombol hijau di layar ponselnya.

📞''Hallo, ada apa?'' tanya Alan.

📞''Dimana kamu? Kenapa belum sampai di kantor? Karyawan kamu sudah menjelaskan semuanya ke mamah kalau kamu sering datang siang. memangnya kamu habis ngapain sih?''

📞''Maaf, Mah. Alan kesiangan.'' jawabnya berbohong.

''Alasan, jika setiap hari kesiangan lebih baik kamu kembali saja tinggal di rumah bersama mamah. Lagian apa enaknya tinggal sendirian di apartemen?'' Bu Sintia memang belum mengetahui jika Alan tinggal berdua bersama Kiana.

''Alan lebih suka tinggal di apartemen, Mah.''

''Kamu jangan membantah apa kata mamah. Nanti setelah pulang kerja kamu harus segera pindah,'' pinta Bu Sintia seolah tanpa penolakan.

''Baiklah,'' kali ini Alan tak bisa menolak. Karena ibunya pasti akan selalu mengganggunya jika dia belum menurut.

Alan sudah sampai di kantor. Saat membuka pintu ruang kerja, dia melihat sosok lelaki yang sedang duduk. Karena posisinya membelakanginya, dia tak tahu siapa lelaki itu.

''Siapa kamu?'' Alan melangkah mendekati lelaki itu.

Dito menoleh, tersenyum menatap Alan yang baru datang.

''Gimana sih CEO di perusahaan ini kok berangkatnya siang,'' ucapnya menyindir.

''Apa urusannya sama Lo?'' Alan meletakan tas kerjanya di atas meja, lalu dia duduk di kursi kebesarannya. Kini mereka berdua saling bertatap muka.

''Santai, Bro. Sensi banget si Lo.''

''Kesel Gua sama nyokap.''

''Tidak usah di dengerin, orang tua memang gitu.''

''Tumben Lo datang kesini, mau ngapain?'' Alan bertanya kepada sahabatnya.

''Gue cuma mau bertanya serius. Apa Lo benar-benar menolak perjodohan dengan Rani?'' Dito bertanya untuk memastikan.

''Benar, Gua nggak suka Rani yang terlalu agresif,'' jawabnya.

''Tapi Gue penasaran akan satu hal. Apa sebelumnya Lo pernah tidur sama Rani?"

''Gila, Lo pikir Gue cowok apaan, pakai nidurin wanita begitu saja. Sorry ya, Gue masih perjaka,'' ucap Alan.

Dito terdiam, jadi apa yang dia curigai memang benar. Rani itu wanita tak baik. Karena awal dia menidurinya juga Rani sudah tidak virgin.

''Bagus dong. Menurut Gue sih keputusan Lo itu sudah benar. Lo cari saja wanita lain di luar sana.''

''Ngapain cari wanita lain, yang dekat juga ada,'' ucap Alan.

''Siapa? Kiana? Lo itu ya benar-benar, Kiana itu wanita yang Gue suka. Masa sih Gue harus bersaing sama sahabat Gue sendiri?''

''Tentu, ayo kita bersaing secara sehat,'' ucap Alan.

''Siapa takut?'' Dito tampak setuju dengan persaingan antar sahabat itu. Walaupun mungkin sulit untuk mendekati Kiana, tapi dia akan tetap berusaha. Pantang menyerah sebelum janur kuning melengkung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!