Episode.18

Alan pulang ke rumah dengan lesu. Sepanjang jalan sudah di telusuri, namun dia tidak menemukan keberadaan Kiana. Sekarang entah kemana lagi dia harus mencarinya.

Rasa dahaga terasa di tenggorokan Alan. Dengan langkah gontai Alan pergi ke dapur untuk mengambil minum.

"Akhirnya kamu pulang juga," ucap Bu Sintia kepada anaknya yang sedang membuka kulkas.

"Hm," hanya itu yang terucap dari mulut Alan.

"Kenapa kamu lesu begitu? Ah mamah tahu, pasti kamu tidak menemukan Kiana," ucapnya menebak.

"Memang itu kan yang mamah ingin, biar Alan tidak bisa lagi dekat-dekat dengannya," entah kenapa jika berbicara dengan ibunya membuatnya emosi.

"Nah betul sekali. Dengan begitu kamu bisa bersatu dengan Rani."

"Ah aku ingat, aku sudah mempunyai bukti jika Rani itu bukanlah wanita baik-baik," Alan mengambil ponsel dari saku celananya. Dia membuka video yang di kirimkan oleh Dito dan memperlihatkan kepada ibunya. Di dalam video itu terlihat Rani yang sedang bercinta dengan Dito. Memang Dito pernah sekali memvideo adegan hotnya untuk mengancam Rani jika suatu saat tak menurut dengannya.

Beberapa kali Bu Sintia mengucek ke dua matanya, tak percaya dengan apa yang sedang di lihat. Rani, sosok wanita yang di damba-dambakan sebagai menantu, ternyata tak lebih dari seorang wanita murahan.

''Apa ini benar? Atau jangan-jangan kamu mengeditnya?'' Bu Sintia bertanya untuk memastikan.

''Untuk apa Alan mengedit video beginian, tidak penting banget sih. Kalau tidak percaya, biar nanti Alan minta Dito untuk datang kesini. Dia sudah menang banyak dengan Rani. Biar mamah percaya jika mendengarnya langsung dari mulut Dito,'' ucap Alan.

''Tak perlu, sekarang mamah percaya kepadamu,'' jawabnya.

Alan tersenyum senang melihat raut wajah kekecewaan ibunya. Itu berarti ibunya tak akan lagi memintanya untuk bersatu dengan Rani.

Alan berlalu pergi menuju ke kamarnya, membiarkan ibunya yang masih diam di tempatnya entah sedang memikirkan apa.

Sesampainya di kamar, Alan baru ingat dengan album foto yang belum sempat dia lihat. Alan bergegas pergi menuju ke kamar tamu untuk melihat album foto itu.

''Pasti ini album foto Kiana dan keluarganya. Mungkin tidak apa-apa jika aku lihat,'' gumam Alan seraya membuka lembar pertama dari album foto itu.

Di lembar pertama ada foto Kiana semasa masih kecil. Disana juga ada foto ayah dan ibunya. Lembar demi lembar sudah Alan lihat. Alan tercengang saat melihat foto si culun memakai seragam SMA. Disana juga ada foto kebersamaan si culun yang tak lain adalah Kiana bersama dengan ayahnya.

''Jadi Kiana itu si culun yang dulu pernah jadi bahan taruhan?'' gumam Alan tak menyangka.

Jika Kiana adalah gadis culun itu, sudah pasti Kiana mengenalinya. Tapi selama ini Kiana tak pernah mengatakan apa pun kepadanya tentang masa lalunya.

'Aku tak menyangka sudah jatuh ke dalam pesona Kiana,' Alan menggeleng-gelengkan kepalanya. Jika di pikir-pikir memang lucu. Dulu Alan dan teman-temannya membenci Kiana karena penampilannya kumal. Namun sekarang baik dia atau pun Dito terang-terangan mengatakan jika mereka berdua mencintai Kiana.

'Lebih baik sekarang aku kasih tahu Dito tentang Kiana yang sebenarnya. Semoga saja Dito tak jadi mengejarnya, dan sainganku sudah tidak ada,' Alan tak akan mempermasalahkan masa lalu Kiana. Yang terpenting Kiana yang sekarang dia kenal sudah cantik, bukan Kiana culun lagi.

...

...

Terlihat penampilan Alan yang sudah rapi. Alan menuruni tangga dengan membawa tas kerjanya. Dia akan langsung berangkat ke kantor.

''Al, ayo sarapan bersama!'' ajak Bu Sintia saat melihat anaknya berjalan melewatinya.

''Alan tidak lapar. Nanti saja sarapan di kantor,'' jawabnya.

Bu Sintia kembali berucap, dan perkataannya kali ini membuat Alan diam di tempat, tak lagi melanjutkan langkahnya.

''Mamah mengizinkanmu menjalin hubungan dengan Kiana,'' ucap Bu Sintia. Tentu Bu Sintia sudah memikirkan berulang kali untuk memberikan restu kepada Alan dan Kiana.

''Mamah serius?'' Alan terlihat senang.

''Serius,'' jawabnya.

Alan memeluk ibunya dengan erat lalu menciumi ke dua pipinya.

''Mamah memang yang terbaik.''

Bu Sintia menyingkirkan tangan Alan yang memeluknya dan juga menjauhkan wajahnya agar Alan tak bisa lagi sembarangan menciumnya.

''Stop! Mamah bukan anak kecil yang bisa kamu cium peluk seenaknya,'' ucap Bu Sintia.

''Hehe maaf, Mah. Habisnya Alan terlalu senang.''

Alan yang tadinya akan langsung pergi, tak jadi karena kini suasana hatinya berubah senang. Alan menerima ajakan ibunya untuk sarapan bersama.

Satu jam kemudian.

Saat ini Alan baru sampai di kantornya. Sebenarnya Alan ingin sekali jika pagi ini mencari keberadaan Kiana. Namun ada pekerjaan penting yang tidak bisa dia tinggalkan. Jadinya dia harus mencoba untuk mencari keberadaan Kiana.

Tok tok

Alan mengernyit heran saat mendengar ada yang mengetuk pintu ruangannya. Sekarang masih pagi, dan tak biasa pagi-pagi begini ada yang datang.

''Masuk!'' ucapnya.

Terlihat sosok lelaki yang tak kalah tampannya dari Alan, memasuki ruangan itu. Dia Dito sang sahabatnya sekaligus rivalnya.

''Ada apa Lo datang kesini pagi-pagi begini?'' tanya Alan.

''Bro, apa foto yang Lo kirim ke Gue itu benar. Apa iya Kiana yang kita suka itu si culun yang dulu sering kita ejek?'' tanya Dito yang masih merasa tak percaya.

''Haha kenapa memangnya? Apa Lo mundur buat mengejar cinta Kiana?''

''Tidak, mau dia si culun atau bukan yang pasti sekarang dia sudah cantik, dan Gue akan tetap mengejarnya,'' ucap Dito.

''Sialan, memangnya tidak ada cewek lain apa?''

''Cewek di luar sana kebanyakan sudah tidak ori lagi. Sedangkan Gue ingin yang masih ori.''

''Enak saja, Lo juga udah nggak perjaka, kok maunya cari yang ori.''

''Ya harus, perjaka atau tidak itu tidak kelihatan,'' ucap Dito.

''Serah Lo deh, lebih baik Lo pergi dari sini. Gue mau kerja nih, jadi nggak fokus kalau ada Lo disini,” usirnya.

''Oke deh, sekarang Gue mau ke apartemen Lo saja. Mau apelin Kiana,'' ucap Dito.

''Silakan kalau ketemu,'' ucap Alan.

Alan sengaja tak memberitahu Dito jika Kiana sudah pergi dari rumah. Yang ada nanti Dito malah langsung pergi mencari Kiana.

Dito yang sedang mengendarai mobilnya, dia melihat sosok yang menurutnya tak asing sedang duduk di pinggir jalan.

''Itu kan Kiana? Ngapain dia disitu?'' gumam Dito. Dia menepikan mobilnya di pinggir jalan. Lalu keluar menghampiri Kiana.

''Kia, ngapain Lo disini?'' tanya Dito.

''Saya sedang istirahat,'' jawabnya.

''Memangnya Lo dari mana? Mau Gue antar pulang? Ke apartemen kan?''

''Em maaf, tapi saya sudah tidak tinggal di apartemen lagi,'' jawabnya.

''Kenapa begitu? Apa Alan mengusirmu?''

''Tidak, saya sengaja pergi dari sana. Selama ini saya sudah banyak sekali merepotkan Alan.''

''Tapi Lo belum pulih sepenuhnya loh,'' Dito terlihat khawatir. Dia juga takut jika nanti ada orang yang berniat jahat lagi kepada Kiana.

''Saya tidak apa-apa kok.''

''Ayo ikut! Lebih baik Lo tinggal saja di rumah Gue.''

Pikiran Kiana langsung berkelana kemana-mana. Dia malah takut jika harus menginap bersama dengan Dito. Apalagi dia paham sekali bagaimana cara Dito menatapnya, seperti tatapan menginginkan sesuatu.

''Maaf, tapi saya tidak bisa. Saya permisi dulu,'' Kiana berlalu pergi dari sana berusaha menghindar dari Dito.

'Kenapa Alan tidak memberitahu jika Kiana sudah tidak tinggal lagi di apartemennya? Sepertinya Gue harus ikuti kemana Kiana pergi,' batin Dito, lalu dia kembali masuk ke dalam mobilnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!