Pesona Kiana Andini
Suasana SMA Pelita tampak ramai. Kebetulan hari ini ada pertandingan basket antar sekolah. Semua siswa berkumpul di lapangan menyaksikan pertandingan basket yang sangat ramai itu. Bukan hanya siswa siswi dari SMA Pelita saja yang hadir, namun dari SMA lawan juga ada beberapa siswa yang datang untuk mendukung tim basket sekolah mereka.
Hanya ada satu siswi yang sama sekali tidak tertarik ikut berkumpul di lapangan. Dia Kiana yang di juluki gadis culun di sekolahnya. Bukan tanpa alasan Kiana tidak menyaksikan pertandingan basket, namun dia minder karena semua siswa selalu menghinanya. Jadi dia lebih suka menyendiri di sekolah.
Kiana duduk sendirian di dalam kelas. Dia sibuk membaca buku pelajaran.
Terdengar derap langkah kaki mendekat. Kiana menoleh ke sumber suara, melihat Meli yang merupakan teman satu-satunya dia di sekolah.
''Kiana, ada yang ingin aku bicarakan denganmu,'' sorot mata itu terlihat serius. Sepertinya Meli akan mengatakan hal penting.
''Ada apa, Mel?'' Kiana menutup buku yang sedang dia baca. Lalu beralih menatap sahabatnya.
''Aku akan pindah sekolah ke Kalimantan. Orang tuaku pindah kerja disana. Maaf ya, kita tidak bisa bersama-sama lagi,'' sebenarnya Meli merasa berat untuk pergi. Karena jika dia pergi, Kiana akan sendirian di sekolah. Hanya dia saja yang mau berteman dengannya di sekolah.
Raut wajah Kiana berubah sendu. Rasanya tak rela harus berpisah dengan sahabat satu-satunya. Selama ini Meli selalu melindunginya jika siswi lain suka usil terhadapnya.
''Aku pasti akan merindukanmu, Mel.'' Kiana memeluk Meli dengan erat. Rasanya berat untuk berpisah dengannya.
''Maaf karena aku tidak bisa menjagamu lagi. Kamu harus kuat ya, jangan lemah jika ditindas,'' Meli mengusap air mata Kiana yang menetes di sudut matanya.
''Aku akan berusaha, mungkin sekarang sudah saatnya aku mandiri tanpamu.''
Meli kembali memeluk Kiana. Sebenarnya tak tega jika harus meninggalkannya sendirian. Tapi mau bagaimana lagi, orang tuanya mau pindah jadi dia harus ikut.
''Mel, aku mau ke toilet dulu ya,'' Kiana melepaskan pelukan itu sambil berucap.
''Mau aku antar?'' tawarnya.
''Tidak usah, aku bisa sendiri kok,'' Kiana tersenyum menatap Meli yang duduk di sampingnya.
Kiana yang sudah berada di toilet, dia memegangi kepalanya yang tadi terasa sangat pusing. Jika di depan Meli dia selalu menahan rasa sakitnya.
Rasanya tak kuat lagi menopang berat tubuhnya. Kiana menyandarkan kepalanya ke tembok. Buru-buru dia mengambil tisu toilet saat melihat ada darah yang keluar dari hidung.
'Kenapa mimisan lagi? Sebenarnya aku sakit apa?' Kiana bertanya-tanya dalam hatinya.
Sudah beberapa hari ini Kiana merasakan sakit, namun dia tak mempunyai uang untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Ayahnya hanya seorang sopir angkot yang penghasilannya pun pas-pasan.
Setelah merasa baikan, Kiana keluar dari toilet. Dia akan kembali ke kelas menemui Meli. Saat melewati kelas 12 A, dia berpapasan dengan pangeran sekolah dan gengnya.
''Guys, ada si culun tuh,'' tunjuk Alan, lelaki yang di juluki pangeran sekolah karena parasnya yang begitu rupawan. Bahkan semua siswi mengantre untuk menjadi kekasihnya.
''Kita kerjain yuk,'' ajak Dito.
''Ah ogah, Gue lagi nggak mood,'' entah kenapa kali ini Alan sama sekali tak berminat untuk mengerjai Kiana. Padahal biasanya dia paling antusias untuk hal itu.
Mereka hanya menatap Kiana yang lewat di hadapan mereka dengan tatapan jijik. Penampilan Kiana yang terlihat sangat jelek, bahkan seragam sekolahnya yang kebesaran membuat mereka menganggapnya seperti ondel-ondel sekolahan.
''Guys, Gue punya taruhan nih untuk kalian,'' Dito menyunggingkan seringai jahatnya.
''Apa itu?'' tanya Reyhan, lelaki yang paling baik di geng mereka.
''Siapa di antara kalian yang berani nidurin si culun, Gue kasih apartemen baru yang baru di beliin bokap,'' Dito menawarkan taruhan yang sangat menggiurkan.
''Gila, jangan mempermainkan anak orang,'' Reyhan terlihat tak setuju dengan taruhan yang di ajukan oleh Dito.
''Gue terima taruhan Lo, tapi Gue minta waktu. Tidak mungkin semudah itu untuk Gue nidurin dia,'' ucap Alan.
''Kalian jangan macam-macam dengan anak orang, nanti kalian sendiri yang kena imbasnya,'' Reyhan menentang taruhan konyol itu. Baginya kesucian seorang wanita itu harus di jaga bukan di rusak.
''Gue nggak peduli. Kalau Lo masih mau ada di geng kita, lebih baik diam deh tidak usah berkomentar,'' ucap Alan sang ketua geng.
....
....
Kiana sedang berdiri di depan gerbang sekolah untuk menunggu jemputan. Ayahnya selalu menjemputnya setiap hari. Namun kali ini entah kenapa ayahnya belum datang juga.
Alan dan gengnya melihat Kiana yang sedang berdiri di depan gerbang
''Guys, sepertinya Gue mulai beraksi nih,'' Alan menaiki motor sport miliknya sambil menatap ke arah Kiana berada.
''Semangat, Bro. Gue nggak yakin Lo berhasil dengan taruhan kita,'' ucap Dito.
''Gue bakal buktikan kalau Gue bisa nidurin tuh cewek cupu,'' Alan menyalakan mesin motornya, lalu pergi meninggalkan teman-temannya yang masih berada di parkiran.
Alan menghentikan motornya di hadapan Kiana.
''Hai, sendirian saja nih. Lagi nunggu jemputan ya?'' Alan bersikap manis seolah begitu perhatian.
''Iya,” jawab Kiana singkat. Dia takut jika kedatangan Alan itu untuk mengerjainya.
''Mau Gue antar tidak?'' tawarnya.
''Tidak usah, nanti juga ayah akan jemput,'' tolaknya.
''Lihat tuh langit mulai mendung, memangnya Lo mau disini sendirian? Mungkin ayahmu berhalangan untuk menjemputmu. Ayolah ikut denganku! Lo tenang saja, Gue tidak akan macam-macam,'' Alan terus membujuk Kiana agar mau ikut dengannya.
''Tapi aku ---'' ucapan Kiana terhenti saat mendengar petir. Dia menutupi telinganya karena jujur saja dari kecil dia takut petir.
''Tuh sepertinya sudah mau hujan. Ayolah ikut!'' Alan tak henti-hentinya merayu Kiana agar mau ikut dengannya.
''Iya,'' dengan terpaksa Kiana menerima tawaran itu. Padahal ada rasa takut di hatinya.
Alan bersorak senang dalam hatinya. Dengan begini dia bisa melakukan pendekatan dengan si culun.
''Pegangan dong!'' Alan memegang ke dua tangan Kiana dan menaruhnya di pinggangnya.
''Maaf, tapi tidak usah,'' Kiana menjauhkan tangannya dari pinggang Alan.
''Baiklah jika itu maumu,'' Alan langsung mengendarai motornya pergi dari sana.
Semakin lama Alan semakin menambah kecepatan motonya sehingga membuat Kiana mau tak mau harus berpegangan. Alan tersenyum saat melihat ke dua tangan Kiana memeluknya erat. Sepertinya Kiana ketakutan karena Alan mengendarai motor sangat cepat.
''Dimana rumah Lo?'' tanya Alan.
''Di daerah jalan cempaka. Aku dan keluargaku mengontrak disana. Nanti turunkan aku di mini market depan saja,'' ucap Kiana.
''Yang sebelah kiri itu?'' tanya Alan memastikan.
''Iya,'' jawabnya.
Alan menghentikan motornya di depan mini market dekat gang kecil. Kiana segera turun dari motor lalu mengucapkan terima kasih kepada Alan karena sudah mau mengantarnya.
''Culun, tunggu!'' Alan menghentikan langkah Kiana yang hendak pergi.
''Ada apa?''
''Minta nomor ponsel Lo,'' Alan menyodorkan ponselnya kepada Kiana meminta Kiana menuliskan sendiri nomor ponselnya.
Kiana terpaksa memberitahu nomor ponselnya. Karena dia merasa tak enak kepada Alan yang sudah mengantarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
sarinah najwa
lanjut 😘
2023-02-01
0