Waktu istirahat telah tiba. Semua siswa berbondong-bondong keluar dari kelas. Namun tidak dengan Kiana, dia masih setia dengan buku bacaannya. Lagian ngapain keluar? Selama ini dia tak pernah jajan di kantin. Selalu membawa bekal dari rumah agar lebih hemat.
Brak
Suara gebrakan di meja secara tiba-tiba membuat Kiana terlonjak kaget. Dia membenarkan kaca matanya lalu menatap ke samping. Terlihat Rani cs sedang berdiri disana menatapnya tajam.
''Ada apa ya?'' perkataan itu yang pertama kali Kiana lontarkan. Dia sedikit merasa bingung melihat keberadaan Rani cs yang di juluki sebagai geng wanita cantik di sekolah. Padahal mereka tak kenal.
Rani mendekatkan tangannya ke Kiana, memegang rambut yang di kucir panjang itu lalu menariknya.
''Lo beraninya jalan sama Alan. Dengerin ya gadis cupu nggak tahu diri, hanya Gue satu-satunya wanita di sekolah ini yang pantas jalan bersama Alan. Kalau Lo berani deketin dia lagi, Gue nggak akan segan-segan siksa Lo,'' kata-kata yang Rani ucapkan membuat Kiana menegang seketika. Selama ini Dia tak pernah punya masalah dengan Rani cs, tapi kali ini seolah menjadi sasaran mereka.
Rani semakin menarik rambut Kiana. Sedangkan teman yang lain mendorong tubuh Kiana. Kini tubuh kurus itu terjatuh ke lantai. Kaca matanya lepas dari matanya. Rani dan teman-temannya menertawakan Kiana yang sedang meraba-raba lantai mencari kaca matanya.
''Lo cari ini?" dengan sengaja Rani menginjak kaca mata milik Kiana.
Mereka berlalu pergi begitu saja dari kelas setelah merasa puas karena sudah melakukan peringatan kepada Kiana.
Bulir air mata menetes dari pelupuk mata. Kiana memegang kaca matanya yang sudah tak berbentuk. Entah bagaimana caranya dia belajar jika tanpa kaca mata. Dia tak bisa melihat jelas tulisan yang ada di buku. Sedangkan dia tak punya uang untuk membeli kaca mata baru.
''Cobaan apa lagi ini?'' Kiana mengusap pipinya yang basah. Beranjak dari duduknya, lalu menyimpan kaca mata miliknya ke dalam tas.
....
....
Jam pelajaran telah berakhir. Kiana menunggu semua temannya keluar dari kelas. Sedangkan dia memilih keluar paling akhir karena tidak mau berdesakan.
Kiana berjalan melewati lorong sekolah. Dia menatap sekitarnya saat mendengar ada yang memanggilnya. Sayang sekali dia tak bisa melihat jelas siapa yang memanggil, karena pandangannya kabur tanpa kaca mata.
''Hei, kamu lihatin kemana sih? Aku disini,'' ucap Alan yang kini sudah berdiri di samping Kiana.
''Eh maaf, tadi aku tak melihat. Aku pergi dulu,'' Kiana hendak berlalu pergi, namun Alan mencekal satu tangannya.
''Kenapa buru-buru? Kita belum mengobrol loh,'' Alan menarik tangan Kiana sehingga kini jarak mereka lebih dekat. Bahkan Kiana bisa merasakan deru napas Alan yang begitu hangat.
''Lepaskan! Nanti ada yang lihat,'' Kiana memberontak mencoba melepaskan diri. Namun tubuhnya yang kurus kalah kuat dengan Alan.
''Siapa yang mau melihat? Semua orang sudah pulang loh,'' Alan melepaskan cekalan tangannya saat melihat Kiana yang terlihat ketakutan. ''Maaf, Gue nggak sengaja. Habisnya Lo di ajak bicara baik-baik malah mau pergi,'' ucapnya lagi.
''Iya tidak apa-apa. Aku hanya tidak mau kamu dekat-dekat denganku,'' ucap Kiana.
Alan di buat heran mendengar penuturan Kiana. Selama ini tidak ada satu pun wanita yang tidak mau dia dekati. Bahkan hampir semuanya terpesona dengan ketampanannya. Namun kali ini hanya seorang gadis cupu saja beraninya menolak saat dia dekati. Sebisa mungkin Alan mencoba mengontrol emosinya. Menyembunyikan sifat aslinya dengan mencoba bersikap baik kepada Kiana.
''Maaf jika Gue mengusik kehidupan Lo, Tapi Gue deketin Lo itu tulus. Maaf karena selama ini Gue selalu ngerjain Lo,'' Alan menatap lekat bola mata Kiana yang terlihat indah.
''Iya, mulai sekarang tidak usah mendekatiku lagi,'' pinta Kiana.
Penolakan yang di lontarkan Kiana justru membuat Alan penasaran. Sebenarnya apa yang membuat gadis cupu itu menolak mentah-mentah saat dia dekati.
''Tidak semudah itu untuk Lo menolak Gue. Karena Gue jatuh hati untuk yang pertama kalinya sama Lo,'' Alan memulai permainannya mengeluarkan rayuan andalannya.
Blus
Wajah Kiana memerah, jantungnya berdetak dengan cepat. Ungkapan cinta dari Alan membuat hatinya berbunga-bunga. Selama ini Kiana memang diam-diam selalu memperhatikan Alan. Walaupun dia kesal karena Alan dan gengnya selalu mengerjainya, namun entah mengapa dia kagum dengan sosok Alan.
''Kalau senyum begitu tambah cantik,'' lagi-lagi perkataan Alan mampu membuat Kiana tersipu malu.
''Tidak kok, aku tidak cantik.''
''Lo itu cantik, Kiana Anjani. Eh tunggu, tumben tidak pakai kaca mata?'' Alan memang jeli, sampai-sampai memperhatikan Kiana segitunya.
''Rusak,'' ucapnya sambil menunduk. Jujur saja hanya memandang wajah tampan Alan saja membuat Kiana gugup.
''Ayo ikut!'' tanpa persetujuan dari Kiana, dengan lancang Alan menarik tangannya pergi dari sana.
''Hei, aku mau di ajak kemana?'' Kiana berucap sambil mencoba melepaskan tangannya yang di pegang oleh Alan. Namun usahanya sia-sia karena Alan memegang tangannya dengan erat. Akhirnya Kiana hanya pasrah saja.
Ternyata Alan membawa Kiana menuju ke parkiran. Dia mengambil helm lalu memberikannya kepada Kiana.
''Cepat pakai!'' pinta Alan sambil menyodorkan helm itu.
''Kita mau kemana? Aku belum setuju loh kalau mau ikut,'' Kiana tak suka melihat Alan yang pemaksa.
''Tidak usah protes!''
Kiana menghela napasnya, dia mulai memakai helm itu ke kepala. Dia hanya menurut kemana Alan membawanya pergi.
Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, kini Alan menghentikan motornya di depan sebuah toko optik.
''Cepat turun!''
''Loh kok kesini?''
''Tidak usah banyak tanya,'' ucap Alan.
Alan melangkah duluan memasuki toko optik terbaik di ibukota. Sedangkan Kiana mengikutinya dari belakang.
Alan melihat deretan kaca mata di hadapannya.
''Kak, saya mau kaca mata yang ini,'' Alan menunjuk kaca mata model kekinian untuk wanita.
''Sebentar,'' pelayan itu mengambilkan kaca mata yang di tunjuk oleh Alan, lalu memberikan kepadanya.
Alan menatap Kiana yang berdiri di sampingnya.
''Lo minus berapa? Lo suka kaca mata ini nggak?'' tanya Alan.
''Aku minus empat, maaf tapi aku tidak punya uang untuk membeli,'' jawab Kiana.
''Lo tenang saja, Gue yang belikan kaca mata ini.''
''Tapi kaca mata ini terlalu mahal,'' Kiana menolak karena merasa tak enak hati.
''Ini itu murah, mahal dari mananya coba,'' Alan beralih menatap pelayan yang ada di hadapannya. ''Kak, tolong ini kasih lensa. Kakak bisa tanya-tanya ke dia. Saya mau urus pembayaran dulu,'' ucap Alan.
''Baik,'' ucapnya.
Mau tak mau Kiana menerima kaca mata yang di belikan oleh Alan, karena Alan yang terus memaksanya. Yang pasti dia begitu senang mendapat perhatian dari Alan. Apalagi Alan adalah lelaki pertama yang mendekatinya. Selama ini jangankan yang mendekati, lelaki yang melirik pun tak ada.
''Terima kasih, aku janji jika nanti punya uang, akan mengganti uangmu,'' ucap Kiana.
''Tidak usah memikirkan itu. Oh iya, minggu depan Gue ulang tahun, dan Lo harus datang.''
''Tapi aku .... '' Kiana menghentikan perkataannya saat Alan menaruh jari telunjuk di bibirnya.
''Stt tidak ada penolakan.''
Kiana sebenarnya takut jika nanti dia datang ke ulang tahun Alan, membuat Rani cs semakin membencinya. Kiana tidak ingin mempunyai masalah lagi dengan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments