Episode.6

Sebisa mungkin Kiana mencoba untuk merasa tenang. Padahal dia terkejut karena di pertemukan lagi dengan Alan. Lelaki yang dulu berniat jahat kepadanya. Tapi untungnya niat jahat itu tidak berjalan dengan lancar. Karena Kiana yang sengaja menghindar dari Alan.

Sepertinya Alan tak menyadari jika wanita yang dia lihat sekarang adalah Kiana culun. Karena penampilannya sangatlah berbeda.

Alan menyuruh asistennya untuk keluar dari ruangannya. Kini tinggal Kiana yang masih diam berdiri.

"Selamat bergabung di perusahaan ini. Siapa nama kamu?" Alan sudah berdiri di hadapan Kiana. Dia menatap wajah cantik nan anggun dari sosok Kiana.

"Nama saya Kiana, Pak." Kiana tersenyum ramah kepada Alan. Padahal dalam hatinya dia malas senyum kepada lelaki sepertinya.

"Oke, kamu bisa ke ruangan sebelah. Itu ruangan baru kamu," ucap Alan.

Kiana sudah memikirkan ini sejak tahu jika atasan dia adalah Alan. Sepertinya dia harus melepaskan pekerjaan dengan posisi bagus itu. Padahal di luar sana banyak sekali yang ingin bekerja di perusahaan itu. Namun mau bagaimana lagi, Kiana malas berurusan dengan Alan.

"Maaf, tapi sepertinya saya tidak jadi untuk bekerja disini. Maaf sebelumnya," ucap Kiana.

Alan menaikkan satu alisnya, keningnya berkerut menandakan keheranan dalam hatinya. Bisa-bisanya ada wanita plin plan seperti Kiana. Baru juga di terima kerja tapi sudah ingin mengundurkan diri.

"Jangan asal bicara kamu. Memangnya kamu mampu untuk membayar kompensasi jika melanggar kontrak kerja?" tanya Alan.

"Kompensasi? Bukannya tadi saat saya tanda tangan kontrak kerja itu tidak ada poin-poin kompensasi?"

Alan tak menjawab, dia mendekati meja kerjanya lalu menghubungi bagian HRD dan memintanya untuk membawa kontrak kerja milik Kiana ke ruangannya.

Kiana menatap Alan yang sedang tersenyum menyeringai. Sepertinya ada yang tidak beres.

Tak lama, terlihat seorang karyawati masuk ke ruangan itu.

"Permisi, Pak. Ini saya membawa berkas yang Bapak minta,'' ucapnya.

''Kemari!'' Pinta Alan.

Wanita itu melangkah mendekat, lalu memberikan berkas yang dibawa kepada Alan. Alan mengisyaratkan dengan tangannya meminta wanita itu pergi.

Alan menatap Kiana yang duduk di hadapannya.

''Lihatlah bagian terakhir dari berkas yang tadi kamu tanda tangani,'' Alan menuangkan setetes air ke atas telapak tangannya lalu menempelkannya ke atas kertas. Sungguh ajaib, halaman yang tadinya putih bersih, kini mulai terlihat tulisan disana. Lalu tatapan Alan tertuju ke bagian paling bawah dimana disana ada tanda tangan Kiana.

''Ini tanda tangan kamu kan?'' Alan menunjukkannya kepada Kiana.

Kiana membaca tulisan yang ada di halaman itu. Ke dua matanya terbelalak. Lalu tatapannya tertuju ke tanda tangan yang ada di bawah halaman.

''Ini curang. Jelas-jelas tadi saya tidak tanda tangan di halaman ini. Dan tulisan-tulisan ini, bagaimana bisa muncul tiba-tiba,'' Kiana tak mengerti dengan cara licik Alan untuk menjerat seorang karyawan. Apalagi disana tertulis jika karyawan yang membatalkan kontrak kerja secara sepihak, harus membayar kompensasi sebesar dua milyar. Kiana mana punya uang segitu.

''Saya tak peduli mau curang atau tidak. Itu sebagai bentuk untuk mendisiplinkan karyawan,'' ucap Alan.

'Sial, bisa-bisanya aku terjebak disini,' Kiana bergumam dalam hatinya.

Alan melihat Kiana yang sejak tadi menatapnya dengan tatapan tajam.

''Kenapa kamu menatapku seperti itu? Mau marah?'' tanya Alan.

Kiana mencoba tenang, tidak boleh dia membuat keributan di hari pertamanya bekerja.

''Tidak, saya permisi dulu mau ke ruangan saya,'' Kiana beranjak dari duduknya lalu pergi dari sana.

'Wanita yang menarik,' Alan mengangkat sudut bibirnya membentuk senyuman.

...

...

Alan memejamkan matanya, menyandarkan tubuhnya di bathtub. Sore ini dia memilih berendam di air hangat. Tiba-tiba bayangan seorang Kiana terngiang begitu saja di benaknya.

''Kenapa tiba-tiba aku memikirkannya?'' Alan menggeleng-gelengkan kepalanya. Bisa-bisanya orang yang baru bertemu dengannya sekali bisa masuk ke dalam pikirannya.

Tok tok

Alan mendengar ada yang mengetuk pintu kamar mandi.

''Al, kamu sedang mandi ya? Bisa cepat sedikit tidak? Ada tamu penting yang datang berkunjung,'' ucap Bu Sintia sambil mengetuk pintu.

''Iya, Mah. Sebentar!'' ucap Alan dengan sedikit mengeraskan suaranya agar terdengar dari luar. Alan buru-buru menyelesaikan ritual mandinya.

Alan yang sudah selesai berpakaian, dia langsung keluar dari kamar. Dia akan melihat siapa tamu penting yang datang ke rumahnya.

Saat baru sampai di ruang keluarga, Alan melihat ibunya yang sedang mengobrol dengan seorang wanita muda. Bisa terlihat jelas jika wanita itu seusianya.

Bu Sintia yang menyadari kedatangan anaknya, menyuruhnya untuk duduk.

''Nak, kamu sudah selesai mandinya? Oh iya, kenalkan ini Rani anak dari teman mamah,'' ucap Bu Sintia kepada anaknya.

Tanpa ibunya memberitahu pun, Alan sudah mengenal Rani. Dulu sewaktu SMA, Rani adalah wanita yang selalu mengejarnya.

''Alan, bagaimana kabarmu?'' Rani tersenyum menatap Alan.

''Kabarku baik, kamu sendiri?''

''Aku baik juga. Sekarang kamu semakin tampan saja ya,'' Rani tak melepaskan arah pandangnya dari wajah tampan Alan.

Bu Sintia mengamati Rani yang sepertinya tertarik dengan Alan. Ini peluang yang bagus. Lagian niatnya Bu Rani akan menjodohkan mereka berdua.

"Kalian sudah saling kenal?" Bu Sintia bertanya kepada mereka berdua.

"Kenal, Tan. Kami ini dulunya pernah berpacaran," jawab Rani.

"Wah bagus dong kalau begitu. Jadi saya tidak perlu mendekatkan kalian lagi untuk saling mengenal. Jadi saya dan ibu kamu itu berniat untuk menjodohkan kalian," ucap Bu Sintia.

Alan terkejut mendengar perkataan ibunya. Bisa-bisanya ibunya membuat keputusan tanpa persetujuannya. Sedangkan Rani terlihat senang. Jelas dia menerima perjodohan itu. Apalagi jika lelaki yang di jodohkan dengannya itu setampan Alan, siapa yang akan menolak?

"Mamah apa-apaan sih? Alan tidak mau di jodoh-jodohkan. Lagian Alan bisa kok cari pasangan sendiri," Alan menolak mentah-mentah rencana perjodohan ibunya.

"Al, kenapa kamu tidak mau? Memangnya kamu sudah tidak tertarik denganku?" Rani berucap sambil berpose menggoda.

Alan mengalihkan arah pandangnya. Dia malas menatap Rani yang bertingkah seperti itu. Satu hal yang tidak dia suka dari Rani, yaitu sikapnya yang agresif.

"Nak, harusnya kamu bersyukur loh bisa di jodohkan dengan Rani. Dia itu cantik, pintar, bahkan sekarang menjadi seorang model. Dia juga dari keluarga terpandang. Kurang apa lagi coba?"

"Aku butuh waktu untuk berpikir," Alan beranjak dari duduknya lalu pergi dari sana.

Bu Sintia hendak mengejar Alan, namun Rani menahan tangannya sehingga Bu Sintia tak jadi beranjak dari duduknya.

"Sudahlah, Tante. Rani tahu bagaimana Alan. Kita kasih waktu untuk dia sendiri dulu. Kalau Tante terus memaksanya nanti dia malah tidak mau," ucap Rani.

"Kamu benar juga, Nak. Ayo kita lanjut mengobrol saja."

Rani dan Bu Sintia terlihat senang mengobrolkan Alan. Bu Sintia mendengarkan Rani yang menceritakan bagaimana Alan dulu saat masih berpacaran dengannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!