Sudah beberapa hari ini Kiana tinggal di rumah Alan. Walaupun sudah ada pembantu di rumah itu, namun dia tetap membantu membersihkan rumah jika pagi sebelum pergi bekerja.
Alan yang melewati ruang tengah, berhenti saat melihat Kiana yang sedang menyapu.
''Ekhem ... '' Alan sengaja berdehem agar Kiana menyadari keberadaannya.
Kiana menoleh ke sumber suara. Dia tersenyum dan mengucapkan selamat pagi kepada Alan.
''Pagi, Pak.'' ucapnya dengan nada suara yang begitu ramah. Semenjak tinggal disana, Kiana sudah tidak terlalu ketus lagi kepada Alan. Karena dia sadar, jika Alan sudah baik kepadanya. Jadi tak pantas jika dia bersikap ketus kepadanya.
''Pagi juga, kamu rajin sekali, Kia.'' pujinya.
''Em tidak kok. Ini sudah kebiasaan saya sejak dulu. Tidak bisa jika tidak beres-beres rumah,'' jawabnya sambil tersenyum.
Alan masih memperhatikan Kiana, sedangkan Kiana sudah melanjutkan menyapu lagi.
'Astaga, kenapa jadi memperhatikan dia,' gumam Alan dalam hati.
Alan melanjutkan langkahnya menuju ke dapur. Tadi dia bangun lebih awal karena tiba-tiba merasa haus.
Dua jam kemudian.
Alan dan Kiana sedang sarapan berdua. Tiba-tiba mereka mendengar ada yang mengetuk pintu depan.
''Biar saya yang bukakan pintu,'' Kiana menaruh sendok yang sedang dia pegang ke dalam piring. Menghentikan sarapannya sejenak, karena akan ke depan untuk melihat siapa yang datang.
Kiana melihat sosok wanita cantik yang tak lain adalah Rani, sedang berdiri di depan pintu.
Rani mengernyitkan kening menatap wanita yang dia benci berada di rumah lelaki pujaannya.
''Hei, ngapain pagi-pagi kamu disini?'' Rani bertanya kepada Kiana.
Sebenarnya Kiana malas untuk meladeni Rani. Tapi biar bagaimana pun juga orang bertanya ya harus di jawab.
''Kebetulan saja saya sedang berada disini. Lalu, bagaimana dengan Anda? Ngapain pagi-pagi sudah bertamu di rumah orang lain?'' tanya Kiana.
''Kamu pikir aku mau jawab?'' Rani menerobos masuk begitu saja membiarkan Kiana yang masih berdiri disana.
Kiana terlihat tak suka dengan sikap Rani yang seperti tak memiliki etika. Dia mengikuti Rani yang kini sudah masuk duluan ke dalam rumah.
''Sayang yuuhuuu ... '' Rani menatap sekitar rumah mencari keberadaan Alan. Akhirnya dia melihat sosok lelaki pujaannya yang sedang sarapan sendirian.
Alan menatap sekilas ke arah Rani yang baru datang.
''Ngapain kamu kesini?'' tanya Alan.
''Sayang, jangan ketus gitu dong. Aku ini calon istri kamu loh,'' Rani menarik kursi yang ada di samping Alan dan duduk disana. Lalu tatapannya tertuju ke piring yang masih terisi nasi yang ada di atas meja. Namun tidak ada siapa pun yang duduk di kursi depan. '' Sayang, itu makanan siapa? Apa itu milik Tante Sintia?'' tanya Rani.
''Itu punyaku,'' jawab Kiana yang baru muncul. Kiana kembali duduk di tempatnya semula.
''Kamu? Jadi kamu pagi-pagi disini karena mau numpang makan enak? Jangan-jangan tidak punya uang untuk sekedar makan saja,'' Rani tampak meremehkan.
''Jaga bicara kamu, Rani. memangnya apa salahnya sepasang kekasih sarapan bersama? Lagian sekarang Kiana tinggal di rumah ini, jadi bebas dong kita mau ngapain juga. Mau bertukar ludah atau bertukar peluh, itu urusan kami,'' kata Alan.
Rani menganga tak percaya dengan apa yang di katakan oleh Alan. Bisa-bisanya dia kalah star oleh wanita lain. Sedangkan Kiana, dia meneguk ludahnya sendiri mendengar perkataan Alan. Bisa-bisanya Alan mengatakan hal seperti itu. Mungkin saja Rani sudah berpikiran yang tidak-tidak tentang dirinya.
''Apa? Jadi kalian tinggal bersama? Lalu, apa Tante Sintia mengizinkan? Em aku rasa Tante Sintia itu tak mungkin mau menerima sembarang orang di rumahnya,'' ucap Rani.
''Kamu tidak perlu tahu. Urus saja urusan kamu sendiri, tidak usah mencampuri kebahagiaan kita,'' ucap Alan.
Rani tak berkata apa pun lagi. Dia berlalu pergi dari sana dengan perasaan kesal. Secepatnya dia harus menyingkirkan Kiana dan kali ini tidak boleh gagal.
Alan menatap Kiana yang sudah kembali fokus melahap sarapannya.
''Maaf ya, tadi saya bicara seperti itu karena terpaksa. Saya tidak mau melihat Rani berlama-lama berada disini,'' ucap Alan.
''Iya, tidak apa-apa, Pak.'' jawabnya.
....
....
Kiana menatap jam yang ada di ruangannya. Ternyata sebentar lagi jam istirahat karyawan. Namun rasanya Kiana malas sekali untuk keluar.
''Em sepertinya aku masih punya kue. Makan itu saja deh, malas banget keluar,'' Kiana beranjak dari duduknya, lalu pergi mendekati kulkas berukuran kecil yang ada di ruangannya. Kiana mengambil kue dan satu botol air dingin.
Hanya beberapa menit saja Kiana sudah selesai menghabiskan semua kue itu. Saat dia melihat jam, ternyata jam istirahat masih lama. Kiana mengambil ponsel dan headset. Dia akan bersantai sambil mendengarkan musik di ponselnya.
Lama kelamaan Kiana tertidur dengan posisi duduk bersandar pada sandaran sofa. Lagu yang dia dengarkan membuatnya mengantuk. Itu sebabnya sekarang dia ketiduran. Hingga jam istirahat telah lewat pun Kiana masih ketiduran.
Beberapa kali Alan mengetuk pintu ruang kerja Kiana. Namun tidak ada sahutan sama sekali. Akhirnya Alan membuka saja pintu itu. Alan menatap sekeliling, melihat Kiana yang sedang tertidur.
Alan mendekati Kiana yang tampak terlelap. Lalu duduk di sampingnya, memperhatikan wajah cantik yang begitu tenang saat tidur. Entah keberanian dari mana, Alan memegang pipi putih nan halus itu.
''Ternyata saat sedang tidur dia masih terlihat cantik,'' Alan menyunggingkan senyum kekaguman. Tanpa dia sadari, kebersamaannya dengan Kiana menumbuhkan benih-benih cinta.
''Jika tidur terlalu lama dengan posisi seperti ini, badan kamu pasti sakit semua loh,'' Alan mencoba mengangkat Kiana, menggendongnya keluar dari ruangan itu. Dia membawa Kiana menuju ke ruangannya. Alan memasuki kamar pribadinya yang berada di dalam ruangannya. Dia menidurkan Kiana disana.
Satu jam kemudian Kiana terbangun. Dia terlihat heran menatap sekitar. Seingatnya tadi dia sedang duduk sambil mendengarkan musik. Tapi sekarang berada di sebuah kamar yang dia sendiri juga tak tahu itu kamar siapa.
''Kamar siapa ini? Kenapa aku bisa berada disini?'' Kiana bergegas turun dari atas ranjang lalu keluar dari kamar itu.
Sekarang Kiana tahu jika kamar yang tadi dia tempati itu kamar pribadi milik Alan. Dia tahu setelah keluar dari kamar itu, dia langsung berada di ruangan Alan.
Alan yang sedang bekerja, menghentikannya sejenak saat mendengar suara pintu terbuka.
''Kamu sudah bangun?'' tanya Alan.
''Em iya, Pak. Maaf pak sepertinya saya ketiduran. Saya juga tidak tahu kenapa saya bisa berada di kamar itu. Mungkin saja saya mengigau dan jalan sendiri, sekali lagi saya minta maaf atas kelancangan saya,'' ucap Kiana sambil menunduk.
Alan tersenyum mendengar penuturan Kiana yang sedikit tak masuk akal. Mana mungkin orang yang sedang tidur bisa jalan.
''Kamu lucu,'' perkataan itu yang terlontar dari mulut Alan.
Kiana mengangkat kepalanya yang menunduk, menatap Alan yang terlihat tenang. Dari raut wajahnya, Alan sama sekali tak marah.
''Bapak tidak marah karena saya sudah tidur di kamar bapak?" tanya Kiana.
''Ngapain saya marah. Lagian saya yang menggendong kamu dan menidurkannya di kamar itu,'' jawabnya.
Kiana tak percaya dengan apa yang di katakan oleh Alan. Tapi sepertinya Alan tidak berbohong.
'Astaga, bagaimana jika tadi Pak Alan lihat wajahku yang ileran?' gumam Kiana dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments