Episode.17

Kiana yang sedang duduk sendirian, dia mendengar ada yang mengetuk pintu apartemen.

''Siapa yang datang? Apa mungkin Pak Alan kembali lagi,'' gumam Kiana.

Kiana beranjak dari duduknya, lalu pergi ke depan untuk melihat siapa yang datang.

Kiana melihat Bu Sintia yang sedang berdiri di depan pintu.

''Tante,'' Kiana terlihat terkejut. Dia juga takut jika nanti Bu Sintia memarahinya.

''Ngapain kamu ada di apartemen anak saya?'' tanya Bu Sintia.

''Saya tinggal disini, Bu.'' jawabnya.

''Apa?'' Bu Sintia terkejut saat tahu jika Kiana tinggal satu apartemen bersama dengan anaknya. Selama ini Alan tak pernah mengatakan apa pun kepadanya.

''Benar, Bu. Sebelumnya saya mau minta maaf,'' Kiana menunduk takut.

''Ini tidak bisa di tolerir lagi. Kalian itu bukan suami istri, jadi tak baik kalau tinggal bersama. Apa kata orang nanti jika tahu anak saya yang seorang CEO tinggal bersama seorang wanita di apartemennya. Saya minta kamu segera keluar dari sini. Saya tidak ingin ada gosip tidak jelas beredar di luar sana,'' ucap Bu Sintia.

Kiana semakin merasa tak enak. Selama ini dia memang sudah banyak sekali merepotkan Alan. Dia tak mau jika nantinya Alan mendapat masalah karena keberadaannya di sisinya.

''Baik, Tante. Saya akan segera pergi dari sini,'' ucap Kiana. Mungkin kepergiannya adalah yang terbaik. Setidaknya dia tidak akan lagi menjadi beban hidup Alan.

''Sekarang juga, saya tidak mau tahu loh. Saya tunggu kamu membereskan semua barang milikmu,'' Bu Sintia menerobos masuk ke dalam apartemen, lalu duduk di sofa.

Kiana bergegas pergi menuju ke kamar yang selama ini dia tempati. Kiana mengambil semua pakaiannya dari dalam lemari lalu memasukkannya ke koper. Kiana menatap ke semua penjuru ruangan, takutnya ada barang miliknya yang tertinggal.

''Sepertinya sudah semua. Tapi, apa aku harus pergi begitu saja tanpa pamit ke Pak Alan?'' gumam Kiana.

Kian mengambil buku catatan miliknya. Dia menuliskan beberapa kata yang di tunjukan kepada Alan. Dia juga meminta maaf karena hanya bisa berpamitan lewat surat. Di akhir kalimat, Kiana menuliskan jika dia juga mencintai Alan. Selama ini dia malu untuk mengatakan perasaannya yang sebenarnya.

Kiana menghampiri Bu Sintia yang sedang duduk sendirian.

''Tante, saya sudah selesai berkemas,'' ucap Kiana yang berdiri tak jauh darinya.

''Bagus, mari kita pergi! Biar saya antar kamu,'' Bu Sintia beranjak dari duduknya lalu melangkah pergi keluar dari apartemen di ikuti oleh Kiana di belakangnya.

...

...

Terlihat Alan memasuki apartemen dengan menenteng bingkisan di tangan kanannya. Tadi dia singgah di toko kue untuk membelikan kue kesukaan Kiana.

''Kia, kamu dimana?'' Alan memanggil-manggil Kiana namun belum ada sahutan.

Alan pergi menuju ke kamar Kiana. Siapa tahu Kiana sedang istirahat di kamar.

Tok tok

''Kia, apa kamu ada di dalam?'' ucap Alan sambil mengetuk pintu.

Hening, tidak ada suara apa pun. Karena tidak ada sahutan, Alan memberanikan diri untuk mencoba membuka pintu itu. Ternyata tidak di kunci. Alan membuka lebar pintu kamar, menatap ke dalam. Kamar itu kosong, sama sekali tidak ada tanda-tanda keberadaan Kiana.

''Kiana, dimana kamu?'' Alan membuka pintu kamar mandi yang ada di kamar tamu, dan ternyata kosong.

Alan juga mengecek lemari yang ternyata sudah kosong. Alan mengacak kasar rambutnya. Dia tak pernah berpikir jika Kiana akan pergi begitu saja. Apalagi keadaannya belum sembuh total. Jujur saat ini Alan begitu khawatir.

Saat hendak keluar dari kamar itu, tak sengaja Alan melihat ada sesuatu di bawah vas bunga. Dia menyingkirkan vas bunga itu dari atas selembar kertas. Perlahan dia mengambil lalu membaca tulisan yang tertulis di selembar kertas itu. Alan mendadak lesu saat tahu jika Kiana sengaja pergi. Namun di akhir tulisan yang dia baca, semangatnya kembali saat dia membaca jika Kiana juga mencintainya.

''Kiana, tunggu aku! Kemana pun kamu pergi, aku akan mengejarmu,'' gumam Alan, lalu bergegas pergi. Alan akan mencari keberadaan Kiana yang entah dimana. Namun sebelum pergi, tak lupa dia mengecek CCTV yang ada di apartemennya.

Alan terlihat kesal saat tahu jika ibunya yang sudah meminta Kiana untuk pergi. Terlihat jelas dari tayangan CCTV yang sedang dia lihat.

''Jadi mamah yang membuat Kiana pergi. Aku harus menemui mamah,'' Alan bergegas pergi dari apartemen.

Saat ini Alan sedang berada di perjalanan menuju ke rumah ibunya. Bagaimana pun caranya, dia harus membuat ibunya bicara keberadaan Kiana.

Setelah menempuh perjalanan selama empat puluh menit, akhirnya Alan sampai juga di rumah.

''Mah ... Mamah ... '' Alan berteriak sambil melangkah memasuki rumah.

''Ada apa sih teriak-teriak, Al?'' Bu Sintia menutup majalah yang sedang di baca, menatap anaknya yang baru datang.

''Jadi mamah yang mengusir Kiana dari apartemen?'' terlihat sekali kekesalan di wajah Alan.

''Iya, lagian kalian berdua itu bukan suami istri, jadi tidak boleh tinggal bersama,'' jawabnya.

''Mamah jahat, mamah tak punya rasa kemanusiaan. Kiana itu belum pulih sepenuhnya. Dia juga tidak mempunyai keluarga yang menjaganya,'' ucap Alan.

''Paling dia tinggal di apartemenmu itu karena memanfaatkanmu saja. Buka mata kamu, Al. Rani lebih segalanya dari Kiana. Rani juga dari keluarga terpandang,'' ucap Bu Sintia.

Alan tersenyum kecut mendengar penuturan ibunya. Tidak tahu saja kelakuan Rani di luar sana. Alan sudah tahu dari Dito bahwa Rani bukanlah wanita baik-baik. Feeling-nya memang tepat sekali. Dari awal Alan melihat Rani, dia merasa tak suka.

"Stop membicarakan soal Rani di hadapanku, Mah. Mamah tidak tahu saja bagaimana kelakuan wanita yang mamah puja-puja itu. Rani itu tidak lebih dari seorang ja*lang," ungkap Alan.

"Jaga bicaramu! Karena cinta, sampai-sampai kamu di butakan seperti ini. Mamah tidak habis pikir sama kamu," Bu Sintia terlihat kesal kepada anaknya.

"Sudahlah, Alan malas bicara sama Mamah. Lebih baik sekarang mamah kasih tahu aku, dimana keberadaan Kiana? Alan tahu kok kalau mamah yang memintanya keluar dari apartemen Alan."

"Mamah tidak tahu keberadaannya," jawabnya dengan malas.

"Jangan bohong! Cepat kasih tahu Alan, Mah." Alan memegang tangan ibunya, terus memaksanya untuk memberitahukan keberadaan Kiana.

"Mamah benar tidak tahu. Lagian mamah turunkan dia di pinggir jalan."

Alan menghela napasnya, sekarang dia akan sulit untuk menemukan Kiana. Alan hanya berdoa semoga Kiana tidak pergi jauh.

"Dimana mamah menurunkan dia?" tanya Alan.

"Di dekat lampu merah jalan melati."

Tanpa menunggu lama Alan pergi dari sana. Membiarkan ibunya yang masih belum selesai berbicara.

"Dasar anak itu," gumam Bu Sintia sambil menatap kepergian anaknya.

Alan berharap semoga dia menemukan keberadaan Kiana. Karena nanti akan memintanya untuk menjadi kekasihnya. Sudah jelas Alan tahu bagaimana perasaan Kiana kepadanya. Kini saatnya dia menjadikan Kiana sebagai orang spesial di hidupnya.

"Kiana, tunggu aku! Aku pasti akan menemukanmu," gumam Alan sambil membayangkan wajah Kiana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!