Kiana sudah di larikan ke rumah sakit terdekat. Kondisinya sangat memprihatikan. Dito sudah membayar semua administrasi rumah sakit. Dia yang menjadi penanggung jawab di kkarenakan dia tak tahu keluarga Kiana.
Dito berniat untuk menyemmbunyikan KIan dari Alan. Entah kenapa dia tertarik dengan Kiana, wanita yang susah di taklukan.
Sudah hampir satu jam Dito duduk menunggu di depan ruang operasi. Saat ini Kiana sedang melakukan operasi pada kepalanya. KOndisinya memang cukup parah. Sungguh miris dengan kondisinya yang seperti itu, tidak ada saudara yang bisa mendampingi.
Dito berdiri saat melihat seorang dokter keluar dari ruang operasi.
''Dok, bagaiman keadaan Kiana?'' tanya Dito.
''Apa ada orang tua atau saudaranya?'' tanya Dokter.
''Tidak ada, Dok. Saya tidak terlalu mengenal dekat. Tapi jika ada apa-apa, biar saya saja yang jadi penjamin. Dokter percayakan saja sama saya,'' ucap Dito.
''Baiklah, mari kita bicara di ruangan saya!'' ajaknya.
Dito mengikuti dokter itu hingga kini ke duanya sudah berada di sebuah ruangan.
''Jadi begini, kondisi Nona Kiana saat ini snagat memprihatinkan. Dia masih kritis, kita dooakan saja yang terbaik agar Nona Kiana mampu melewati masa kritisnya,'' ucap Dokter.
Dito tampak terdiam, dia jadi teringat Rani. Bisa saja yang membuat Kiana kecelakaan itu adalah Rani. Namun Dito tak mau menduga-duga hal yang belum tentu benar.
''Saya pasti akan mendoakan yang teerbaik untuk KIana, Dok. Bisakah saya menitipkan Kiana sebentar, ssaya akan pergi mengurus sesuatu yang penting.''
''Bapak tenang saja, saya akan meminta satu perawat mengawasi Nona Kiana.''
''Terima kasih, Dok. Tolong lakukan yang terbaik untuknya,'' pinta Alan.
''Pasti, karena itu sudah menjadi tugas kami,'' jawabnya.
Setelah berbicara dengan dokter, Dito kembali keliar dari ruangan itu. Dia akan melihat keadaan Kiana. Sesampainya di ruangan operasi, dia melihat beberappa perawat mendorong brankar pasien dimana Kiana berbaring.
''Maaf, Sus. Apa Kian akan di pindahkan sekarang?''
''Benar, Pak. Kmai akan mekindahkannya ke ruangan perawatan VIP, sesuai permintaan bapak,'' jawab salah satu dari mereka.
Dito mengikuti perawat yang membawa Kiana. Setidaknya dia harus tahu di ruangan mana yang akan do tempati oleh Kiana.
Setelah ikut mengantar KIana, kini Dito bergegas pergi meninggalkan rumah sakit. Tujuannya saat ini pergi ke lokasi kejadian kecelakan. Dito juga sudah menelepon pembantu rumahnya agar datang ke rumah sakit untuk menemani Kiana.
Sesampainya di lokasi kejadian, Dito melihat garis polisi yang membentang di area kecelakaan. Bahkan jalan itu di tutup.
''Maaf, Pak. Jangan melewati garis polisi,'' ucap seorang pedagang kepada Dito saat melihatnya hendak menerobos garis pembatas itu.
''Apa polisi sudah mencari bukti atau apa pun itu yang ada disini?'' tanya Dito.
''Sudah, Pak. Tadi juga sudah mengecek CCTV di sekitar sini,'' jawabnya.
Dito bernapas lega, mungkin sekarang lebih baik dia langsung pergi menuju ke kantor polisi.
SEsampainya di kaantor polisis dia lagsung menanyakan pelaku tabrak lagi itu. Nmaun polisi mengatakan jika pelakunya cukup pintar. Saat menabrak Kiana, sengaja sudah mengganti plat mobilnya dengan plat palsu.
Dito mengacak kasar rambutnya. Sepertinya pelaku yang menabrak Kiana itu memang sengaja melakukannya. Namun entah apa motifnya, dia pun tak tahu.
.....
.....
Suudah hampir pukul sembilan pagi, namun KIan belum juga berangkat ke kantor. Sejak tadi Alan juga tak henti-hentinya mengecek ruangan Kiana yang masih kosong.
'Kemana dia sebenarnya? Apa ddia marah sama mamah karena suuah mengusirnya, sehingga dia tak mau berangkat kerja? Tapi rasanya Kiana tidak seperti itu,' Alan bergumam dalam hatinya.
Ketidak hadiran KIana di kantor membuat konsentrasi Alan buyar. Bahkan dia tak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.
TOk tok
Allan mendnegar pintu ruangannya ada yang mengetuk dari luar.
''Masuk!'' ucapnya dengan sedikit mengeraskan suaranya agar terdnegar dari luar.
Terllohat aistennya memasuki ruangan itu.
''Maaf, Pak. Bapak memanggil saya?''
''Benar, tolong kamu hanle semua pekerjaan saya. Sepertinya saya akan pulang lebih awal hari ini,'' ucap Alan.
''Baik, Pak.'' jawabnya.
Alan membereskan meja kerjanya, dia bersiap untuk pulang. Percuma lama-lama di kantor juga, tidak ada pekerjaan yang bisa di selesaikan dengan baik. Entah kenapa dia terus memikirkan Kiana.
Alan sudah berada di perjalanan pulang. Sesampainya di rumah, dia pergi ke kamar tamu yang sebelumnya di tempati oleh Kiana. Dia menatap seisi ruangan itu. Ada rasa rindu di dalam hatinya. Entah mengapa dia ingin sekali bertemu dengan Kiana.
''Ada apa dengan hatiku? Kenaapa aku terus memikirkannya? Apaa aku jatuh cinta kepadanya? Ah tidak-tidak, masa sih jatuh cinta smama sekretarisnya sendiri, macam kisah dalam novel saja,'' Alan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Alan duduk di pinggir ranjang. Dia membuka laci meja yang ada di sebelah ranjang. KEningnya berkerut saat mendapati sebuah album foto berukuran kecil.
''Album foto milik siapa ini? Apa mungkin ini milik Kiana?'' perlahan Alan mengambil album foto itu. Baru juga akan membuka lembar pertama, tak jadi saat mendnegar suara ibunya.
''Al, sini deh!'' ucap Bu Sintia dari ruang keluarga.
Alan kembali menaruh album foto itu ke dalam laci, lalu keliar menghampiri ibunya.
''Ada apa sih, Mah?'' tanyaa Alan.
''LIhat tuh, itu bukannya Kiana?'' arah pandang BU Sintia tak terlepas dari layar televisi yang menayangkan berita kecelakaan yang menimpa Kiana.
Alan mentap layar televisi. Dia tampak serisu menyimak berita kecelakaan Kiana.
''Jadi Kiana tidak berangkat ke kantor itu karena kecelakaan? Lalu di rumah skait mana dia?'' gumam Alan, lalu menatap ibunya yang masih serius menyimak berita. ''Mah, sepertinya ku mau mencari keberadaan Kiana. Kasihan dia tidak memiliki keluarga lagi,'' tanpa menunggu persetujuan dari ibunya, Alan bergegas pergi. Mau ibunya melarang pun dia tak pedui. Untuk sekarang yang terpenting itu bertemu dengan Kiana.
''Al ... Alan ... '' Bu Sintia berteriak memanggil Alan yang sudah berlalu pergi. Namun Alan tak mengindahkan teriakan ibunya.
Alan begitu khawatir saat tahu jika KIana mengalami kecelakaan. Dia merasa begitu bodoh, karena sebagai atasan tidak tahu apa-apa. JIka saja tadi ibunya tiak membeirtahu berita di televisi, Alan tidak mungkin tahu jika kiana kecelakaan.
Alan akan mencari Kiana ke rumah sakit terdekat. Siapa tahu Kiana ada di rumah sakit itu. Sesampainya di rumah sakit, dia bertanya ke bagian pendaftaran. Namun ternyata KIana tidak ada di rumah sakit itu. Alan kembali mengemudikan mobilnya. Nmaun entah kemana tujuannya.
''Apa mungkin Kia ada di rumah sakit yang paling besar di kota ini. Coda deh kesana,'' akhirnya Alan tahu kemana dia pergi. SEmoga saja kali ini dia bisa menemukan Kiana.
Hanya perjalana dua puluh menit dari rumah sakit yang tadi, kini dia sudah sampai di rumah sakit terbesar di kotanya.
Alan yang baru turun dari mobil, tak sengaja melihat Dito yang sednag melangkah memasuki rumah sakit.
''Itu kan Dito? Ngapain dia disini?'' gumam Alan.
Alan mencoba mengabaikan keberadaan Dito. Dia kembali ke tujuan awal datang kesana yaitu untuk mencari keberadaan Kiana.
Alan sudah bertnay ke bagian pendaftaran, bertanya keberadaan Kiana. Ternyata memang benar jika Kiana berada di rumah sakit itu.
Dengan tergesa-gesa Alan melangkah menuju ke ruang dimana Kiana berada.
''Kia, aku ... '' ucapan Alan terhenti saat melihat keberadaan sosok lelaki yang sedang berdiri di dekat ranjang tempat Kiana berbaring. Tadi Alan membuka pintu begitu saja tanpa mengetuk terlebih dahulu. Karena dia begitu mengkhawatirkan Kiana.
Sorot mata ke dua lelaki itu saling menatap. Perlahan Alan mendekati ellaki yang sudah menjadi sahabatnya cukup lama.
''Ngpain kamu disini? Jadi kamu sudah tahu jika Kiana di rawat di rumah sakit ini dan tidak memberitahuku?'' Alan merasa jika sahabatnya ini sengaja melakukan itu. TErlihat dari ekspresi wajahnya yang terkejut melihat kedatangannya.
''Bukan seperti itu, Gue .... '' Dito kembali diam, dia sendiri bingung mau beralasan apa.
"Sudahlah! Aku malas membahasnya sekarang," Alan menarik kursi lalu duduk di samping ranjang tempat Kiana berbaring. Hatinya berdenyut melihat Kiana yang terbaring lemah dengan bantuan alat-alat yang menempel di tubuhnya.
Dito terlihat cemburu melihat Alan yang sejak tadi menggenggam tangan Kiana dan menciuminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments