Cukup melelahkan juga Alan yang setiap hari bolak-balik ke rumah sakit untuk menemani Kiana. Namun dia mengabaikan rasa lelah itu. Karena baginya dengan melihat wajah Kiana itu menjadi obat rasa lelahnya. Alan juga meminta Dito agar jangan sering-sering datang ke rumah sakit, karena Kiana adalah tanggung jawabnya. Namun Dito tak mengindahkan permintaan itu. Dia tetap saja datang ke rumah sakit.
Terlihat Alan yang sedang terburu-buru menuruni tangga. Dia baru saja selesai membersihkan diri dan akan langsung pergi menuju ke rumah sakit.
"Al, stop kamu menyibukkan diri dengan pergi ke rumah sakit! Memangnya tidak ada orang lain yang bisa menjaga Kiana selain dirimu?" Ucap Bu Sintia yang sedang duduk bersantai.
"Alan harus menjaga Kiana, karena dia karyawan Alan. Lagian dia itu sebatang kara, jadi tidak ada yang menjaganya. Kalau bukan Alan, siapa lagi?"
"Dasar alasan, kamu tinggal sewa orang saja untuk menjaganya. Beres bukan?"
"Tidak semudah itu, Mah. Alan harus tetap menjaga Kiana," ucap Alan.
"Ah terserah kamu saja," Bu Sintia tak mau ambil pusing. Yang penting sudah mengingatkan, walaupun anaknya tak mau menurut.
Alan sudah sampai di rumah sakit. Seperti biasa, dia mengajak Kiana untuk berbicara. Walaupun sampai sekarang Kiana belum juga sadar, tapi dia yakin jika Kiana mendengar apa yang dia bicarakan.
''Kia, bangunlah! Siapa yang akan membantuku bekerja jika bukan kamu. Asal kamu tahu ya, aku tak bisa berkonsentrasi mengerjakan apa pun. Kamu hebat sekali, bisa membuat seorang Alan terus memikirkanmu,' Alan membelai wajah Kiana yang tampak pucat. Wajah yang selalu terlintas di dalam ingatannya dimana pun dia berada. Sungguh, Kiana mengalihkan dunianya.
'Kia, saat kamu bangun nanti, aku akan mengungkapkan perasaanku yang entah sejak kapan datang. Aku menyadari, jika aku merasa nyaman berada di dekatmu,' batin Alan.
Cklek
Alan menoleh saat mendengar pintu ruangan itu ada yang membuka. Terlihat Dito memasuki ruangan.
''Ngapain lagi datang kesini?'' tanya Alan.
''Gue mau menjenguk nona cantik yang sedang terbaring lemah, memangnya mau apa lagi?''
Alan tak suka melihat kedatangan Dito. Dia tahu jika Dito mempunyai perasaan kepada Kiana. Dia tak rela jika miliknya di ambil oleh orang lain.
''Jangan modus ya, lagian Kiana pasti tidak mengenalmu.''
''Kata siapa? Dia mengenalku kok,'' ucapnya.
Dito hendak berkata lagi, namun dering ponsel miliknya membuatnya tak jadi berkata apa pun. Ternyata yang menghubunginya itu polisi yang menangani kasus kecelakaan Kiana.
📞''Hallo, bagaimana? Apa pelakunya sudah di temukan?"' Dito langsung saja bertanya tanpa berbasa-basi.
📞''Maaf, sepertinya pelakunya sangat profesional. Mobilnya memang sudah kami temukan di tepi jurang, tapi tidak ada sidik jari dan bukti apa pun yang bisa kami ambil di dalam mobil. Sepertinya ini memang di rencanakan dari awal,' ucapnya.
📞''Sial, cepat cari lagi! Saya takut jika pelakunya kembali menyakiti teman saya,'' ucap Dito dari balik telepon.
📞''Baik, Pak.''
Alan sejak tadi menyimak pembicaraan Dito.
''Bagaimana pelaku tabrak lari itu?'' Alan bertanya kepada Dito.
''Polisi tidak berhasil menemukannya. Sepertinya orang itu sudah terlatih dan tabrak lari itu sudah terencana sebelumnya,'' ucap Dito.
''Siapa yang berniat menyakiti Kiana? Setahuku dia tak memiliki musuh,'' gumam Alan.
....
....
Sudah beberapa hari ini Dito tak menemui Rani. Malam ini dia sengaja datang ke apartemen Rani tanpa memberitahukannya terlebih dahulu.
''Kenapa sepi sekali? Tumben Rani tidak ada,'' gumam Dito sambil menatap sekitar. Biasanya jika dia datang, pasti Rani sedang menonton televisi atau melakukan hal lainnya di ruang depan. Tapi kali ini dia tak melihatnya.
Dito yang hendak membuka pintu kamar Rani, tak jadi saat melihat pintu itu sudah terbuka terlebih dahulu. Dito terlihat kaget saat melihat Rani keluar bersama dengan seorang lelaki. Apalagi rambut Rani yang basah dan masih terbalut handuk, itu membuat Dito berpikiran bahwa mereka berdua habis berhubungan.
''Ternyata seperti ini kelakuan Lo di belakang Gue'' Dito memperhatikan raut wajah Rani yang terlihat terkejut.
''Plis, jangan kasih tahu Alan. Aku nggak mau Alan tahu semuanya,'' Rani tampak memohon.
''Lo pikir Alan bakalan mau sama Lo yang sudah di jamah banyak lelaki. Jangan-jangan yang mengambil kesucian Lo juga bukan Alan, melainkan lelaki lain,'' Dito curiga dengan Rani, wanita yang selama ini sudah menghangatkan ranjangnya.
Melihat Rani bersama dengan lelaki lain, itu membuat Dito mantap dengan keputusannya mendekati Kiana. Lebih baik sekarang dia jauhi Rani yang terlihat murahan di matanya.
''Awas saja kalau berani mengadu kepada Alan, aku tidak akan segan-segan memberimu pelajaran,'' Rani menatap Dito dengan tajam.
''Lo kira Gue tukang ngadu? Ah sudahlah, Gue mau cari wanita lain saja di luar sana,'' Dito berlalu pergi dari sana.
Dito memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Lagian jika ke rumah sakit, nanti Alan pasti akan mengusirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments