10. Aku Ingin Bercerai

"Lalu bagaimana baiknya?" tanya Dilara pada Fandi setelah hampir satu jam mengurung diri di dalam ruangan.

"Entahlah, semua terserah padamu." jawab Fandi mengangkat bahu, raut mukanya nampak datar.

Satu jam lamanya mengobrol, tidak ada ujung yang mereka temui. Fandi sendiri kasihan melihat nasib sepupunya itu. Entah apa yang mereka bahas, tidak ada yang tau karena pembicaraan mereka terlalu privasi.

Sedangkan di luar sana Dafa nampak tidak tenang, konsentrasinya pecah saat bekerja. Entah sudah berapa kali dia bolak balik mendekati pintu tapi tidak berhasil mendengar apa-apa.

Sebenarnya apa yang dilakukan Dilara bersama pria itu? Apa mereka...?

Tidak, tidak, Dafa menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak boleh gegabah seperti waktu itu. Cukup sekali saja dia mencurigai dan mengasari Dilara, dia tidak ingin salah paham lagi.

Beberapa menit kemudian, keduanya meninggalkan ruangan tepat saat Dafa masih berada di depan pintu. Dilara dan Fandi terperanjat bersamaan, tapi tidak terlalu menanggapinya.

Setelah mengantarkan Fandi sampai parkiran, Dilara kembali ke ruangannya. Ternyata Dafa sudah berdiri di balik pintu dan lekas menguncinya.

"Kamu?" Dilara terkejut melihat Dafa yang tengah menyandarkan punggungnya pada daun pintu.

Setelah menarik anak kunci, Dafa melangkah perlahan mendekati Dilara. Wanita itu termundur beberapa langkah hingga betisnya menyentuh tepi sofa.

"Bug..."

Dilara langsung terduduk saat tak bisa menjaga keseimbangan. "Mau apa kamu? Jangan macam-macam!" tegas Dilara dengan sorot mata tajam dan menyala.

"Mmm..." Dafa mengangkat bahu sambil berjongkok lalu menumpukan lututnya pada lantai. Tubuhnya condong mendekati Dilara dengan kedua tangan yang berada di setiap sisi lengan istrinya itu. Dafa menguncinya dengan jarak beberapa senti saja.

"Tolong menjauhlah, jangan sakiti aku!" gumam Dilara ketakutan, dia melipat tangan di dada sambil memicingkan mata.

Melihat air muka Dilara yang memutih, Dafa pun tersenyum getir. Apa yang sudah dia lakukan sehingga Dilara sampai setakut ini padanya?

Lalu Dafa menyelipkan tangannya diantara rambut dan leher Dilara, dia mencengkeram pelan tengkuk istrinya itu dan berusaha mengikis jarak. Deru nafas Dilara tiba-tiba bergemuruh menerpa wajah Dafa, dadanya naik turun menahan sesak yang kian menyiksa.

"Siapa pria itu?" tanya Dafa dengan sebelah tangan yang ikut bergerak mengelus pipi Dilara. Dia bertanya dengan nada pelan, jarak bibir mereka hanya beberapa senti saja. Dilara bisa merasakan panas menyentuh bibirnya.

"Mas, tolong menjauhlah dariku!" Dilara menggigit bibir bawahnya hingga basah. Dada Dafa berdenyut ngilu melihat itu, ingin sekali dia melu*matnya dan menggigitnya detik ini juga. Menyalurkan hasrat yang sudah beberapa hari ini dia tahan dan tak bisa dia salurkan.

Tapi Dafa tidak boleh ceroboh, salah sedikit saja bisa-bisa Dilara marah padanya. Dia sudah berjanji tidak akan menyakiti Dilara lagi.

"Aku akan melepaskanmu, tapi katakan dulu siapa pria itu!" tawar Dafa menjelajahi pipi, rahang, sampai dagu belah Dilara yang menggoda pandangannya. Dia menyentuhnya lembut dengan punggung tangannya.

"Itu tidak penting," Dilara membuka mata perlahan, manik mata keduanya saling beradu pandang menatap sayu pada wajah masing-masing.

"Kenapa tidak penting? Bukankah aku ini suamimu?" lirih Dafa menatap kabur sebab ada genangan yang mengganggu penglihatannya.

Kali ini Dilara tidak menyahut, dia hanya menggeleng dan memutus kontak mata mereka. Dia tidak kuat melihat manik mata Dafa, itu membuat hatinya menjerit setelah rasa sakit yang diciptakan Dafa untuknya.

"Dilara..." panggil Dafa yang kini menangkup kedua tangannya di pipi istri keduanya itu.

"Aku ingin bercerai dari kamu Mas, aku akan mengurus semuanya secepat mungkin. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan gila ini, aku sadar tindakan yang aku ambil ini salah. Tidak seharusnya aku mengambil barang yang bukan milikku, aku sudah memutuskan untuk pergi dari kota ini. Aku janji tidak akan lagi mengganggu rumah tangga Mas dan Mbak Mega."

Satu persatu air mata Dilara mulai jatuh membasahi pipinya, meski berat tapi dia harus ikhlas mengembalikan Dafa pada Mega. Dafa milik wanita itu dan selamanya akan tetap seperti itu.

"Dilara..."

"Cukup Mas, aku tidak akan merubah keputusanku!" sergah Dilara menajamkan tatapan.

"Tidak Dilara, aku tidak akan menceraikan mu." geleng Dafa, dia menjauhkan tangannya dari pipi Dilara dan mengusap wajahnya kasar.

"Tapi kamu harus melakukannya Mas, ini demi kebaikan kita semua. Setelah ini kamu tidak perlu lagi memikirkan dua istri, kamu bisa fokus sama Mbak Mega." tukas Dilara.

"Aku bilang tidak, tidak, tidak! Cukup mempermainkan aku Dilara, cukup!" Dafa meninggikan volume suaranya dan terduduk lesu di kaki Dilara. "Tolong hentikan semua ini, aku mohon! Aku bukan barang, aku ini manusia, aku juga punya hati dan perasaan. Kenapa membuatku seakan tak memiliki harga diri? Pertama membeliku dengan alasan mencintaiku, sekarang mau membuangku begitu saja. Heh... Kamu gila Dilara, kamu benar-benar gila." Dafa menundukkan pandangannya dan menghantam lantai dengan tinjunya. Ini lebih baik daripada meluapkannya pada Dilara.

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Apa cinta yang aku miliki sudah cukup membuatmu percaya? Apa cintaku mampu membuatmu melihatku sedetik saja? Jawabannya tidak Mas, kamu membenciku dan sama sekali tidak menginginkan aku. Kamu bahkan tega menyakitiku dengan tanganmu sendiri." Dilara yang sudah tersulut emosi ikut meninggikan volume suaranya. "Aku tau caraku salah, tidak seharusnya aku membelimu. Tapi apa perlu menyakitiku sedalam ini? Tidak masalah jika kamu mendinginkan aku, tidak masalah jika kamu membentakku berkali-kali, tapi kenapa kamu begitu tega melukai fisikku? Rumah tangga seperti apa ini?"

"Dilara..."

"Cukup Mas, hari ini juga kita harus berpisah. Jatuhkan saja talakmu padaku, maka kamu akan bebas setelah ini." imbuh Dilara, lalu berjongkok di hadapan Dafa. Dia merogoh kantong celana Dafa untuk mengambil anak kunci, dia tidak tahan lagi harus berpura-pura tegar di hadapan suaminya itu.

Sayang Dafa tidak membiarkan Dilara merebut anak kunci itu dengan mudah, dia berusaha mempertahankan diri dan menahan kedua tangan Dilara.

Pergulatan sengit pun terjadi sampai keduanya jungkir balik dan berguling-guling di dasar lantai.

"Cukup Dilara, tolong jangan keras kepala!" bujuk Dafa saat Dilara tengah meringkuk dalam pelukannya. Dia terpaksa membelit tubuh istrinya itu agar tak lagi bertingkah seperti orang kesurupan.

"Lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu ini!" lirih Dilara berderai air mata.

"Tidak akan, aku tidak akan melepaskanmu. Tarik kembali kata-katamu itu, kita tidak akan bercerai." tegas Dafa.

"Percuma membujukku, keputusanku sudah bulat." bentak Dilara.

"Kenapa Dilara? Apa karena pria itu?" terka Dafa.

"Iya, dia mantanku dan kami akan kembali bersama. Aku tidak membutuhkan kamu lagi," jawab Dilara asal agar Dafa mau melepaskannya.

"Deg..."

Sontak jantung Dafa bergemuruh kencang mendengar itu. Rasanya seperti dihantam tombak yang tepat mengenai ulu hatinya. Sakit, perih, nyeri, Dafa sendiri tidak tau kenapa.

"Kalau begitu pergilah," Dafa melepaskan pelukannya, lalu mengambil kunci dari kantong celananya dan lekas berdiri mencapai pintu.

Setelah memutar anak kunci, Dafa pergi begitu saja tanpa menoleh ataupun berkata. Dia meninggalkan pabrik dan pergi entah kemana.

Dilara sendiri hanya bisa menangis meraung meratapi nasib pernikahannya yang hanya seumur jagung. Bahkan jagung sendiri masih bisa tumbuh sedikit lama.

Kenapa semuanya jadi hancur seperti ini? Kenapa Dilara begitu bodoh mengambil tindakan yang akhirnya menyakiti dirinya sendiri?

Terpopuler

Comments

Oktaliska

Oktaliska

sama² egois

2023-12-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!