5. Salah Paham Yang Menyakitkan

Keesokan harinya penjaga pabrik sudah ke depan dan membuka pintu gerbang, lalu berlanjut membuka pintu pabrik karena sebentar lagi para karyawan akan datang untuk memulai rutinitas mereka.

Saat pintu diseret, penjaga itu terkejut dengan mata membulat sempurna. Tepat di depan pintu tubuh Dilara terbujur kaku dengan muka yang terlihat sangat pucat.

"Nona?" seru penjaga yang diketahui bernama Sadin. Dia lekas berjongkok dan memeriksa denyut nadi Dilara, lalu menaruh jarinya di bawah lobang hidung wanita itu.

"Alhamdulillah masih hidup," gumam Sadin menghela nafas lega, lalu menggendong Dilara dan membawanya ke ruangan.

Setelah membaringkan Dilara di sofa, Sadin meninggalkannya barang sejenak. Dia pun membuatkan teh panas dan membawa kotak P3K yang selalu tersedia di pabrik itu.

"Non, ayo bangun! Non tidak apa-apa kan?" kata Sadin menepuk-nepuk pipi Dilara. Karena wanita itu tidak kunjung bangun, Sadin pun menaruh minyak kayu putih di hidungnya.

Beruntung hal itu mampu membuat Dilara tersadar dan membuka matanya perlahan. "Pak Sadin?" gumam Dilara memelototi pria itu. Dia lekas duduk dan termundur ke belakang.

"Maaf Non, Bapak tidak melakukan apa-apa. Tadi pas buka pabrik, Bapak nemuin Non di depan pintu. Makanya Bapak bawa kemari," jelas Sadin menerangkan sesuai apa yang terjadi.

Dilara bergeming sejenak sembari mengingat apa yang terjadi dengannya semalam. "Ma-Maaf Pak, semalam aku ketiduran. Pas mau pulang ternyata pabriknya sudah dikunci." lirih Dilara setelah ingatannya kembali.

"Apa Non mau diantar ke dokter? Muka Non pucat sekali," tawar Sadin.

"Tidak usah Pak, aku baik-baik saja kok." tolak Dilara.

"Ya sudah, Non minum dulu ya. Ini Bapak buatin teh hangat. Setelah itu Non istirahat saja, nanti Bapak belikan sarapan." ucap Sadin, lalu menyodorkan teh yang dia buat tadi ke tangan Dilara.

"Makasih ya, Pak." kata Dilara setelah mengambil alih cangkir itu.

"Sama-sama," sahut Sadin, lalu meninggalkan ruangan itu terburu-buru.

Setelah Sadin menghilang dari ruangannya, Dilara menyeruput teh itu hingga tandas. Setelah mengembalikan cangkir kosong itu ke meja, dia lekas berbaring karena kepalanya masih terasa pusing.

Tidak lama setelah membaringkan diri, air mata Dilara tiba-tiba menetes membasahi pipinya. Hatinya terasa sakit mengingat Dafa yang sama sekali tidak mencarinya setelah semalaman tidak pulang ke rumah.

Apa segitu tidak berartinya dia di mata Dafa? Meski tidak mencintainya, tidak bisakah Dafa sedikit menaruh rasa peduli padanya? Semakin Dilara mengingatnya, semakin nyeri pula dada Dilara dibuatnya.

"Pernikahan seperti apa yang aku jalani ini? Apakah aku harus menyerah sampai di sini?" gumam Dilara berderai air mata. Dadanya kian sesak meratapi kesalahan besar yang sudah dia ambil dalam hidupnya.

Sekitar pukul delapan pagi, para karyawan mulai berdatangan untuk melakukan rutinitas mereka di pabrik itu. Sadin pun kembali mengunjungi ruangan Dilara membawa makanan yang baru saja dia beli di kantin depan.

Setelah memberikan makanan itu kepada Dilara, dia meninggalkannya dan lanjut memulai aktivitasnya.

Tanpa pikir panjang, Dilara lekas menyantap makanan itu hingga tandas. Perutnya benar-benar lapar karena seharian kemarin tidak makan sama sekali.

Setelah mengisi perut dan mendapatkan tenaga yang cukup, Dilara bergegas meninggalkan pabrik dan memilih pulang untuk istirahat. Tubuhnya benar-benar lelah dengan kepala yang masih sangat pusing, tapi dia berusaha kuat mengendarai motornya.

Setibanya di rumah, Dafa menatapnya dengan penuh kemarahan. Matanya memerah memancarkan percikan api yang menyala.

"Dari mana saja kamu, hah? Dasar istri tidak tau diri! Semalaman tidak pulang dan paginya baru muncul. Seharusnya tidak usah pulang sekalian." maki Dafa meninggikan volume suaranya.

Mendengar itu, Dilara mengepalkan tangannya dengan mata berkaca-kaca. Ingin sekali dia berteriak dan balik memaki Dafa, tapi dia tidak bisa melakukan itu. Dia tidak punya kekuatan untuk melawannya.

Tanpa berucap, Dilara pun mengayunkan kakinya melewati Dafa dan masuk ke kamar lalu membanting pintu. Dafa yang tidak bisa mengendalikan emosi lekas menyusulnya dan mencengkeram lengannya dengan kasar.

"Jangan pernah menguji kesabaranku, atau-" ancam Dafa dengan tatapan mematikan.

"Atau apa, hah?" tantang Dilara dengan tatapan tak kalah mematikan.

"Aww..." Dilara meringis saat Dafa mencengkeram kasar mulutnya.

"Jangan main-main denganku, aku bukan anak kecil yang bisa kamu bodohi!" tekan Dafa yang tak bisa lagi mengendalikan kemarahannya, lalu membanting Dilara ke kasur.

"Aww..." lagi-lagi Dilara meringis menahan rasa sakit ulah perbuatan Dafa yang berani mengasarinya.

Lalu Dafa menindih Dilara dan mencekik lehernya. "Katakan padaku! Dengan siapa kamu tidur semalam, hah?"

"Deg!"

Sontak Dilara terperanjat dengan mata melotot tajam, dadanya terasa semakin sesak. Sakit yang disebabkan cekikan Dafa tidak sebanding dengan sakit akibat tuduhannya yang mengiris relung hati.

"Apa urusanmu? Dengan siapapun aku bermalam, itu urusanku. Kamu tidak punya hak untuk ikut campur." jawab Dilara dengan susah payah.

"Plaak..."

Tiba-tiba sebuah tamparan keras mendarat di pipi Dilara. Dia memicingkan mata menahan rasa sakit yang teramat sangat, pipinya terasa kebas seketika. Tanpa terasa darah segar pun mengalir di sudut bibirnya.

"Bunuh saja aku, Mas! Aku lebih baik mati dari pada hidup seperti ini. Apa salahku padamu? Kesalahan apa yang sudah aku lakukan sehingga kamu tega menyakitiku? Jika kamu marah karena aku membelimu dari istri pertamamu, kenapa tidak kamu ceraikan saja aku? Kenapa malah menyakitiku sedalam ini? Apa ini hukuman karena mencintaimu terlalu banyak?" isak Dilara sesenggukan dengan mata tertutup rapat. Dia tidak berani menatap mata iblis yang diperlihatkan Dafa padanya.

Mendengar itu, Dafa tiba-tiba termundur dan menjauh dari Dilara. Dia menatap telapak tangannya yang baru saja menampar istrinya, lalu mengacak rambutnya frustasi.

Kenapa dia sampai kehilangan kendali seperti ini? Apa yang dia lakukan barusan? Kenapa dia menyakiti Dilara sampai seperti ini? Ini bukan dia, Dafa tidak pernah melayangkan tangannya pada wanita apalagi istrinya sendiri.

Karena amarah yang masih tersisa di hatinya, Dafa pun memilih pergi meninggalkan rumah. Dia menyalakan sepeda motor dan membawanya menuju pabrik, mungkin dengan bekerja dia bisa mengendalikan kemarahannya.

Sesampainya di pabrik, mata Dafa langsung tertuju pada segerombolan karyawan yang tengah berbisik-bisik membicarakan sesuatu. Karena penasaran, dia pun mendekat dan ikut bergabung bersama mereka.

"Ada apa? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Dafa mengerutkan kening.

"Eh, ada Dafa. Bukannya kamu lagi cuti?" tanya seorang karyawan laki-laki.

"Iya nih, kok sudah masuk saja?" sambung karyawan lainnya.

"Malas di rumah." jawab Dafa santai. "Oh ya, tadi apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Dafa lagi mencari tau.

"Oh, itu... Semalam Nona Dilara terkurung di dalam pabrik, Sadin tidak tau kalau dia masih ada di ruangan lalu mengunci pintu dan meninggalkan pabrik begitu saja." jawab seorang karyawan perempuan.

"Tadi pagi Sadin menemukan dia dalam keadaan pingsan, mukanya pucat sekali. Untung masih hidup, kalau sempat mati, habislah kita semua sama Pak Dirgantara." sambung karyawan lainnya.

"Iya benar, apalagi semalam hujan sangat lebat diiringi petir yang tak henti menyambar. Pakai acara mati lampu pula lagi, membayangkannya saja aku tidak sanggup."

"Ish, kalau aku di posisi itu, sudah mati berdiri aku dibuatnya."

Mendengar itu, sontak denyut jantung Dafa melemah. Kakinya mendadak bergetar hingga tubuhnya terhuyung ke belakang.

Apa yang sudah dia lakukan? Bisa-bisanya dia menuduh Dilara bermalam dengan pria lain tanpa mencari tau apa yang terjadi sebenarnya.

Suami macam apa dia? Tega-teganya dia menyakiti Dilara yang sama sekali tidak melakukan kesalahan apa-apa. Bahkan tangannya sudah berani melukai Dilara dengan begitu kejamnya.

Tanpa pikir panjang, Dafa langsung berlari meninggalkan kumpulan karyawan itu. Dia bergegas mengambil motornya di parkiran dan tancap gas menuju rumah.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!