Reiki

Lagi, aku bertubruk mata dengan pria yang tadi ku temui di depan kamarku. Kali ini hanya sedetik saja ketika ia bergabung dengan kami di meja makan. Tanpa sedikitpun melirik ke arahku tapi aku tahu kalau dia pastilah mengingatku.

Dengan keramahan dari si empunya rumah, alias Tante Widia dan Om Mandala, maka aku bertekad untuk bersikap baik dan lebih ramah lagi kepada anggota Maheswara yang lainnya, sebagai bentuk sopan sebagai orang yang menumpang tinggal di sini.

Aku tahu kalau Tante Widia pasti akan memperkenalkan aku dengan pria yang duduk di seberangnya itu. Tapi mencoba keberuntungan dengan bersikap sedikit 'sok akrab', aku lebih dulu berkata, "Uhm, boleh ku tebak?" cetusku yang segera mendapat perhatian dari pasangan suami istri itu.

"Apa, Zura?" tanya Tante Widia.

"Om ini pasti adiknya om Mandala ya, 'kan?!" tebakanku pasti tidak salah. Aku yakin begitu. Sebab wajah keduanya memang mirip. Aura kedua pria itu juga begitu mirip, sama-sama mempesona.

Namun, keyakinanku runtuh seketika saat sedetik kemudian Om Mandala malah terbahak. Tante Widia tertawa kecil, sedangkan si om satunya lagi itu wajahnya busuk banget.

Apa aku salah bicara?

Kayaknya begitu.

Mati aku.

"Azzura ... kamu membuat Om tersanjung loh. Jadi Om terlihat semuda itu di mata kamu?" tanya Om Mandala setelah tawanya reda.

"Eh?" aku jadi tersenyum kikuk. Aku yakin ini pasti ada yang salah. Ya, tebakkanku tidak benar.

"Rei, ini Azzura," Tante Widia memperkenalkanku kepada pria itu yang ekspresi wajahnya masih mengerikan. "Dan Azzura," lalu si Tante menoleh kepadaku. "Ini Reiki, anak sulung Om dan Tante, alias kakaknya Helena," katanya di akhiri dengan senyuman.

Gubrak.

Jadi dia anaknya si Om, bukan adiknya!

Haduh, mati aku. Padahal aku gak berharap dimusuhi oleh salah satu penghuni rumah ini. Apalagi ini, malah anaknya yang aku salah sangka.

Mulut, Zura ... mulut! Jangan ngomong sembarangan!

Ku lihat Om Mandala kembali tertawa. Sedangkan aku ingin sekali menghilang dari tempat ini secepatnya karena kebodohanku barusan.

Aku malu.

Tapi aku segera berkata, "Maaf, Om. Eh, Mas!" ya ampun, salah sebut pula.

Om Mandala semakin tergelak. Dia menepuk bahu si Reiki itu sambil berkata, "Makanya, kamu jangan gila kerja, Rei. Masa kita berdua terlihat hampir seumuran?"

Plis, Om. Plis ... udahan.

Jangan lagi ...

Aku tuh lihat mukanya si Reiki sudah seperti gunung berapi yang siap meledak. Roti yang sempat dioles-oles selai coklat beberapa saat yang lalu, sekarang sudah dibantingnya ke piring tanpa adab. Kemudian dia berdiri dan mengecup pipi tante Wid. "Aku berangkat," ucapnya singkat, dingin, dan datar sebelum melangkah pergi.

Kini aku merasa menjadi manusia yang paling berdosa di muka bumi. 'Kan, sekarang rasanya bahagiaku lenyap seketika. Aku yakin si Reiki itu tidak suka kepadaku, bahkan mungkin malah membenciku detik ini juga. Lalu apa kabarnya dengan kehidupanku di sini setahun mendatang?

"Maaf ya, Zura. Jangan di ambil hati," ucap Tante Wid menenangkan. "Reiki memang seperti itu. Serius, dingin, dan workaholic. Kurang piknik pula."

"Maaf ya, Tan, Om." aku merasa amat bersalah karena ucapan sembarangku.

"Santai, Zura." Om Mandala dengan santainya melanjutkan sarapannya. "Rei nggak bakalan apa-apain kamu walau kelihatannya dia marah kayak tadi. Tenang aja, anak Om, baik kok."

Meski begitu, aku tetap saja khawatir bila kehadiranku malah membuat Reiki tidak nyaman. Maka itu artinya aku pun jadi tidak nyaman juga. Kalau sudah begini, sepertinya aku harus segera mencari tanggal untuk angkat kaki dari sini.

...----------------...

"So, lo jadi sultan sekarang?" tanya Alya sahabatku begitu aku baru memulai cerita kepadanya mengenai tempat tinggalku sekarang. Hari pertamaku berada di rumah Maheswara yang dimulai dengan kesalahan.

Di kampus, saat ini kami sedang berada di kantin seperti biasanya kalau hendak membicarakan perihal tugas perkuliahan. Apalagi menjelang ujian, mestinya kami lebih banyak belajar, tapi nyatanya kami lebih banyak nongkrong dan main. Hufft, masa iya nambah satu semester lagi saking betahnya berada di kampus ini?

"Numpang di rumah sultan, lebih tepatnya."

"Asik banget dah si Raju mendadak tajir."

Aku hanya menggeleng jengah. "Aamiin."

Alya terkekeh. "Eh, siapa tadi nama si om yang nyaris tua itu? Anaknya?"

"Kapan gue bilang tua sih, Al?"

"Ya sama aja. Begitulah kesimpulannya, Ra."

"Serah deh!"

"Trus anaknya siapa tuh namanya tadi? Ciki? Kiki?"

"Reiki."

"Kayak cewek nggak sih namanya?"

"Unisex kali ah. Kali ya! Mau denger gak nama panjangnya?"

"Mau. Udah tahu aja lo nama doi," goda Alya.

"Reiki Aristide Altezza Maheswara. Gue gak sengaja lihat di salah satu penghargaan yang ada di ruang tengah di rumah itu."

"Widih, namanya keren. Penghargaan apaan betewe?

"Gak tau. Lupa."

Aku memang hanya melihat sepintas, dan entah kenapa fokusku hanya ke namanya saja.

"Trus lo tadi pergi ke kampus naik apa? Mer-C? BMW? Ferrari? Lambo–"

"Taksi."

"Lah? Gimana sih, Ra? 'Kan sekarang lo anak sementaranya si sultan, ya masa naik taksi?"

"Hidih, Al. Susah amat ya ngejelasinnya sama lo. Gue tuh lagi NUMPANG di rumah orang kaya. Numpang doang! Bukan diadopsi, woi! Gue masih punya enyak babeh."

Alya terkekeh. "Iya ya. Tapi, 'kan lumayan buat bikin IGS, SW, tik tok–"

"Update aja semua di medsos ya, Al. Norak bener deh gue. OKB. Trus pas ketauan kalo gue numpang di rumah orang, gue malah viral deh tuh."

"Betul! Aji mumpung, kali. Lumayan bikin live di rumah mewah, mobil mewah ... atau gak lo gebet aja si Om tua tadi? Eh–"

"Reiki."

"Iya, Om Ki."

"Ini anak main singkat nama orang aja."

"Biar gampang inget, elah."

"Lo gak mikir apa, adiknya dia yang seumuran gue aja udah nikah. Masa dia yang setua itu belom nikah?"

"Bener juga. Jangan-jangan sebenernya dia udah punya anak dua. Trus udah cerai sama istrinya. Yang itu artinya dia duren sawit, Raju!" mata Alya semakin berbinar karena hayalan-hayalannya. Entah maksudnya apa. Atau entah gimana isi kepalanya.

"Gue nggak doyan duda," sahutku asal. "Eh, Al. Ini si Radit kemana nyangkutnya? Tadi katanya mau ke toilet doang?"

"Buang hajat kali dia," sahut Alya tak peduli.

Beda denganku yang apabila Alya atau Radit tidak ada maka aku akan merasa kehilangan. Karena mereka berdua adalah sahabat yang paling berarti dalam hidupku. Mereka berteman denganku sejak aku masih menjadi rakyat jelata. Dulu, beberapa tahun yang lalu pekerjaan papa hanya sebagai sales door to door. Tapi semenjak papa diterima bekerja di MHS corp. hidupku menjadi lebih mudah.

Dan Alya dengan Radit adalah sahabatku selamanya.

"Eh, Ra ... pokoknya kapan-kapan lo kudu harus wajib ajak gue sama Radit main ke rumah baru lo–"

Aku baru mau mengoreksi perkataan Alya, tapi dia sudah mengoreksi duluan. "Rumah baru lo yang cuma sementara itu. Oke?"

"Nantilah, Al. Kagak enak gue. Masa baru juga numpang udah bawa pasukan aja."

"Iya, 'kan gue bilang kapan-kapan, Raju!"

"Zura."

"Iya, Jura."

...----------------...

Pulang dari kampus, aku diantar oleh Radit dengan motornya menuju rumah baruku. Ah, bukan rumah baru, tapi tempat tinggal sementara yang baru. Masa kontrak hanya setahun saja. Kecuali Tante Wid punya anak laki lagi adiknya si Reiki, yang terus dijodohin kepadaku, trus aku jadi menantu di sana, dan rumah itu menjadi rumahku juga selamanya.

Haduh.

Kenapa sekarang pikiranku jadi gila begini?

Sejak kapan aku berpikiran masalah jodoh?

No. Sama sekali aku tidak berniat untuk menjalin hubungan saat ini. Setidaknya, hingga masa berkabungku sudah selesai.

Yeah, mantan pacarku sudah meninggal. Meninggalkanku untuk menikah dengan cewek lain.

Aku patah hati sudah pasti. Meskipun telah berlalu selama setahun, tapi aku jadi benar-benar muak dengan laki-laki saat ini. Bukan berarti aku berniat pindah haluan. Sama sekali tidak. Hanya saja sakit hatiku belum sembuh.

Sampai di rumah keluarga Maheswara, di sana dalam keadaan sepi. Sepi dalam artian para pemilik aslinya belum nampak di pandanganku. Sedangkan pelayan dan penjaga terlihat banyak sekali di mataku.

Pelayan yang berada di dapur entah berapa orang tepatnya. Yang aku lihat sekarang ada tiga atau empat orang yang nampak sibuk. Belum pelayan yang sedang berlalu mondar-mandir membersihkan tiap sudut rumah itu, aku juga tidak tahu berapa jumlahnya.

Lalu penjaga, ah– aku menyebutnya penjaga. Lidahku agak kelu kalau menyebut dengan bodyguard. Yang terlihat di dalam rumah ada dua orang, sedangkan yang berada di luar rumah yang terlihat oleh mataku ada tiga orang. Mana tau yang tak terlihat alias kasat mata. Eh?

Entahlah. Yang jelas saat ku katakan rumah ini sepi adalah sepi yang tidak berarti sepi. Begitu.

Aku berjalan menaiki tangga dan menuju kamarku. Sebelum aku benar-benar memasuki kamar, terlihat Tante Wid keluar dari sebuah ruangan sambil tersenyum ke arahku.

"Baru pulang, Ra?"

"Iya, Tan. Zura mau mandi dulu ya,"

"Okey! Kalau sudah mandi cepat turun ke bawah ya. Tante tunggu!"

"Iya, Tan."

Aku pun memasuki kamar dengan penasaran. Mau apa ya si Tante?

Tak butuh waktu lama setelah selesai mandi, waktu menunjukkan pukul lima sore. Dengan memakai kaos longgar dan hotpants aku berjalan keluar dari kamar. Kemudian, tanpa sengaja aku malah menabrak sesuatu.

Bruk.

Sepertinya barusan aku bertubrukan dengan seseirang. Tidak sampai jatuh sih, yang ada posisiku sekarang adalah tanganku sudah mendarat di hamparan dada bidang nan sexy. Mataku saling menatap dengan si empunya dada bidang.

Reiki.

Tangan Si Reiki berada di pinggangku saat ini, menahan tubuhku yang hampir terjatuh kala menubruknya beberapa detik yang lalu.

Klasik banget ya! Kayak di sinetron gitu. Tapi kesadaran otakku masih berfungsi dengan baik, sehingga aku berdehem agar dia melepaskan tangannya dari tubuhku.

Untungnya Reiki segera melepaskan tangannya itu. Lalu tanpa basa basi seolah tidak terjadi apa-apa dia berlalu begitu saja tanpa suara dan meninggalkan aku yang sempat merasa deg-degan. Oh tentu saja dadaku sedikit berdebar. Aku hampir saja jatuh. Jadi itu reaksi wajar dari jantungku.

Okey.

Lupakan si waikiki itu.

Aku harus mencari Tante Wid yang berada di lantai bawah.

"Hallo, Tan," sapaku begitu tiba di meja makan. Rupanya si Tante ada di sana. Karena saat tadi aku mencari-cari tapi tidak menemukan si Tante, maka aku pun bertanya dengan salah seorang pelayan. Dan rupanya itu menjadi lebih mudah. Menilik seberapa luasnya rumah ini, aku rasa aku bisa kalau jogging di dalam rumah saja.

"Hey, cantik! Hhhmm ... kamu wanginya segar banget sih. Tante suka deh wangi kamu."

"Ini cuma wangi shampoku kok, Tan."

"Oya? Serius Tante suka wanginya loh."

Shampo murah padahal. Aku yakin kalau shampo Tante Wid adalah brand mahal. Lupakan shampo! Aku tertarik memperhatikan Tante Wid yang saat ini sedang melakukan food plating, alias menghias makanan. Hm, sepertinya si Tante memintaku untuk mencicipi hasil masakannya.

"Wah ... Tante pasti jago masak ya?" tebakku sembari menempati salah satu kursi.

Tante Wid tersenyum. "Tante nggak bisa masak kok, Ra. Tante sedikit bisa bikin kue. Itu aja."

"Lah trus ini masakan siapa?"

"Tante sih. Tapi cuma ini yang Tante bisa." wanita itu terkekeh cantik.

"Ini namanya apa, Tan?" aku menebak sesuatu tapi aku kurang yakin dalam pikiranku.

"Fu yung hai. Sstt, cuma ini yang Tante bisa masaknya, Ra. Jangan bilang siapa-siapa ya. Selain makanan ini berarti koki yang masak. Hehe."

Aku tertawa saja menanggapinya. Karena aku pun tidak bisa masak, jujur saja. Kalau sekedar masak mie instan sih bisa. Atau membuat sayur sop ayam pun aku masih berani. Tapi selain itu, delivery saja, please.

"Cobain yang ini ya, Tante mau ambil satu porsi lagi di dapur."

Tante Wid kembali ke dapurnya. Sedangkan aku mengambil sendok dan mulai mengambil sepotong untuk mencicipinya. Aku agak ragu sedikit, takut kalau aku tidak doyan dan takut membuat Tante Wid tersinggung. Terus terang aku tipe orang yang pilih-pilih makanan, alias kurang doyan makan. Makanya tubuhku kurus.

Perlahan aku membawa sendok yang sudah ku ambil sepotong makanan itu untuk mendekati mulutku. Namun saat sendok baru saja menyetuh bibirku, ada sesuatu yang mengejutkanku.

Reiki.

Pria itu memakan fu yung hai yang berada di sendokku barusan. Yang membuatku terpaku dan bodoh seketika adalah saat bibirku tersentuh bibir pria itu.

Whaaaaattt?

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terpopuler

Comments

Gechabella

Gechabella

ngagetin senenganmu thor...gantung..

2021-07-05

0

Almeera💕

Almeera💕

😂😝nabrak hakiki

2021-03-07

1

Eer Erna Aza

Eer Erna Aza

wadidaaawww

2021-01-08

1

lihat semua
Episodes
1 blurb
2 Rumah Teman Mama.
3 Reiki
4 Aku Takut
5 Curhat
6 Seperti Sanchai
7 Duniaku
8 seven
9 Eight
10 Nine
11 Ten
12 eleven
13 Twelve
14 thirteen.
15 fourteen
16 Fiveteen
17 sixteen
18 seventeen
19 eighteen
20 Nineteen
21 Twenty.
22 Twenty one
23 Twenty two
24 Twenty Three
25 Twenty Four
26 Twenty Five
27 Twenty Six
28 Twenty Seven
29 Twenty Eight
30 Tweenty Nine
31 Thirty
32 Thirty One
33 Thirty Two
34 Thirty Three
35 Thirty Four
36 Thirty Five
37 Thirty Seven
38 Thirty Eight
39 Thirty Nine
40 Fourty
41 Fourty one
42 Fourty two
43 #Fourty three
44 #Fourty four
45 #Fourty Five
46 Fourty Six
47 #Fourty Seven
48 #Fourty Eight
49 Fourty Nine
50 Fifty
51 Fifty One
52 Fifty Two
53 Fifty three
54 Fifty Four
55 Fifty Five
56 Fifty Six
57 Fifty Seven
58 Fifty Eight
59 Fifty Nine
60 Sixty
61 Sixty One
62 Sixty Two
63 Sixty Three
64 Sixty Four
65 Sixty Five
66 sixty six
67 Sixty Seven
68 Sixty Eight
69 Sixty Nine
70 Seventy
71 Seventy One
72 Seventy two
73 Seventy three
74 Seventy Four
75 Seventy Five
76 Seventy six
77 Seventy Seven
78 Seventy Eight
79 Seventy Nine
80 Eighty
81 Eighty One
82 Eighty Two
83 Eighty Three
84 Eighty Four
85 Eighty Five
86 Eighty Six
87 Eighty Seven
88 Eighty Eight
89 Eighty Nine
90 Ninety
91 Ninety One
92 Ninety Two
93 Ninety Three
94 Epilog
Episodes

Updated 94 Episodes

1
blurb
2
Rumah Teman Mama.
3
Reiki
4
Aku Takut
5
Curhat
6
Seperti Sanchai
7
Duniaku
8
seven
9
Eight
10
Nine
11
Ten
12
eleven
13
Twelve
14
thirteen.
15
fourteen
16
Fiveteen
17
sixteen
18
seventeen
19
eighteen
20
Nineteen
21
Twenty.
22
Twenty one
23
Twenty two
24
Twenty Three
25
Twenty Four
26
Twenty Five
27
Twenty Six
28
Twenty Seven
29
Twenty Eight
30
Tweenty Nine
31
Thirty
32
Thirty One
33
Thirty Two
34
Thirty Three
35
Thirty Four
36
Thirty Five
37
Thirty Seven
38
Thirty Eight
39
Thirty Nine
40
Fourty
41
Fourty one
42
Fourty two
43
#Fourty three
44
#Fourty four
45
#Fourty Five
46
Fourty Six
47
#Fourty Seven
48
#Fourty Eight
49
Fourty Nine
50
Fifty
51
Fifty One
52
Fifty Two
53
Fifty three
54
Fifty Four
55
Fifty Five
56
Fifty Six
57
Fifty Seven
58
Fifty Eight
59
Fifty Nine
60
Sixty
61
Sixty One
62
Sixty Two
63
Sixty Three
64
Sixty Four
65
Sixty Five
66
sixty six
67
Sixty Seven
68
Sixty Eight
69
Sixty Nine
70
Seventy
71
Seventy One
72
Seventy two
73
Seventy three
74
Seventy Four
75
Seventy Five
76
Seventy six
77
Seventy Seven
78
Seventy Eight
79
Seventy Nine
80
Eighty
81
Eighty One
82
Eighty Two
83
Eighty Three
84
Eighty Four
85
Eighty Five
86
Eighty Six
87
Eighty Seven
88
Eighty Eight
89
Eighty Nine
90
Ninety
91
Ninety One
92
Ninety Two
93
Ninety Three
94
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!