Itu Reiki?
Setelah memperhatikannya beberapa saat, langsung aku bersembunyi di belakang mobil terdekat yang ku temui. Aku berjongkok untuk menyembunyikan diriku agar tak terlihat si Reiki. Mungkin aku ke ge-eran. Tapi aku yakin kalau pria itu datang mencariku.
"Sstt!"
"Astaga!" pekikku tertahan. Alya sudah ikut jongkok di depanku.
"Ngapain lo?" bisiknya.
"Ngumpetlah, Al," balasku berbisik. Entah kenapa kami yakin kalau kami bersuara lebih keras maka Si waikiki akan mendengarnya.
"Ngapain ngumpet? Itu pangeran Harry datang."
"Mata lo buta?"
"Bukannya lo yang buta malah gak mau sama laki-laki perfect begitu. Emangnya lo belum move on dari si monyet?"
"Enak aja. Ngapain bahas si monyet?"
"Nah ... sana deh bikin cerita baru sama Om Kiki!"
"Gak mau, Al."
"Kenapa sih? Belum dicoba juga. Lagian lihat yang bener napa sih mata lo, Ra, itu si Kiki ganteng parah. Bangga deh lo berdiri di sampingnya."
"Nggak usah, makasih."
"Ish, Raju! Lo bisa tajir mendadak kalo pacaran sama tuh Om!"
"Nggak minat."
"Lo jangan pake hati banget kayak ke si monyet deh, manfaatin aja apa yang ada."
"Gue nggak matre."
"Iya, tau. Lo nggak matre. Tapi apa salahnya menjalani yang ada, 'kan?! Lagian dia udah ***** lo dua kali, eh. Sama ******* fu yung hai jadi tiga deh. Sosor balik sana!"
"Alyaaa ..." desisku tak sabar. Ini sahabat kok resek banget. "Kalau lo masih belum ngerti juga, sini gue kasih tau, kalo gue 'jalan' sama si Om Rei, nanti nasib gue sama kayak san chai. Sampe sini paham, 'kan gimana lika-liku percintaannya si San chai?"
Alya mengangguk. "Iya paham. Lo gak mau jadi San chai era milenial, 'kan?! Gue gak rela juga kok kalo lo dihina dina kayak si san chai."
Kali ini aku yang menggangguk. "Pinter."
"Siapa San chai?"
Aku dan Alya spontan berteriak karena terkejut. Itu tadi suara Reiki, pemirsah. Pria itu tiba-tiba sudah bergabung denganku dan Alya berjongkok di samping mobil orang. Aku dan Alya jatuh terduduk saking terkejutnya.
Alya buru-buru mengulurkan tangan pada Reiki yang sudah dalam posisi berdiri lagi. Pria itu menerima uluran tangan Alya.
"Alya Maharani. Sahabat baiknya Azzura alias Raju."
Alya memberikan senyum selebar-selebarnya, semampu mulutnya melebar. Sedangkan si Reiki, datar.
"Reiki."
"Om, Kiki ... Zura gak mau ketemu om tuh!"
"Bisa panggil saya dengan 'Mas' saja?"
"Oh bisa! Bisa banget. Panggil sayang juga bisa. Hehe ...."
Dasar Alya!
Aku masih dalam posisi terduduk, memang sedari tadi tidak berniat bangkit juga. Sebuah uluran tangan terbentang di depanku. Itu tangan Reiki. Tapi aku tidak peduli. Aku mengabaikannya. Lalu tiba-tiba lenganku sudah ditarik agar membantuku berdiri.
Itu tangan Radit yang menarikku. Sepintas ku lirik si Reiki mukanya tuh berubah angker banget. Entah kenapa. Yang tadinya ekspresinya santai dan datar, sekarang malah terlihat busuk dan siap membunuh.
Radit melingkarkan tangannya di bahuku, seperti biasa. Sudah biasa perlakuan aku, Radit dan Alya yang saling mesra.
Seketika tanganku ditarik oleh Reiki yang langsung saja melangkah menjauhkan aku dari Alya dan Radit. Aku tak kuasa menolak. Tangannya mencengkram erat jemariku dengan kuasanya. Aku hanya terpaksa berjalan sambil menoleh menatap memohon pada Alya dan Radit agar menolongku.
"Have fun ya, Rajuuu!" teriak Alya sambil melambai. Alya tidak bisa diharapkan.
Sedangkan Radit hanya menatapku saja. Entah kenapa kali ini aku tidak dapat mengartikan tatapan Radit padaku. Apa dia marah atau khawatir padaku? Aku tidak tahu.
...----------------...
Aku sudah duduk lagi di mobilnya Reiki dengan terpaksa. Dan sepanjang perjalanan dia hanya diam saja. Auranya terasa tidak enak di mataku, maka aku pun diam saja menikmati perjalanan yang entah mau kemana. Karena aku tahu kalau ini bukan jalan pulang.
Sudah pasti aku cemas dan khawatir, akan tetapi aku tidak tahu mesti berbuat apa. Maka pasrah adalah hal dapat kulakukan saat ini.
Begitu mobilnya berhenti di suatu tempat, dia menyuruhku untuk keluar mengikutinya.
"Kenapa aku harus ikut keluar?" tanyaku enggan.
"Kalau kamu mau pulang, maka kamu harus ikut aku sebentar ke ruanganku. Karena kalau kamu tetap di mobil maka berarti kamu tidak mau pulang melainkan ke tempat yang aku inginkan."
Lah, bukannya sama saja ya? Sekarang pun dia memaksaku untuk mengikuti ke tempat yang diinginkannya.
Tunggu, tadi dia bilang ruangannya? Ruangan apa?
Mau tak mau aku mengikuti si penguasa itu untuk turun dari mobil dan berjalan menyusulnya. Tapi saat langkahnya berada di depanku, dia mendadak berhenti dan kembali menghampiriku lalu menggenggam erat tanganku lagi.
Aku menyadari ada banyak tatapan penasaran yang tertuju padaku saat aku berjalan mengikuti Reiki sepanjang lobby dan menuju lift. Aku melirik pakaian yang ku gunakan, atasan berwarna pink dan celana jeans lusuh. Aku merasa malu dengannya. Serasa sedang mendalami peran san chai.
Begitu berada di ruangannya, yang ternyata adalah ruang kerja Reiki di sebuah perusahaan. Ini kantornya, gedung perkantorannya. Milik keluarga Maheswara. Oh aku baru menyadarinya karena hari sudah gelap saat di jalan tadi.
Aku takjub dengan desain ruangannya. Penerus seorang Maheswara ternyata memang bukan orang biasa. Ruangan ini begitu luas. Pertama kalinya aku melihat sebuah kantor yang terlihat mewah dan amat nyaman.
"Duduklah! Aku hanya akan memeriksa beberapa berkas, setelah itu kita pulang."
Kenapa juga aku harus ikut sih? Aku, 'kan mau langsung pulang SENDIRI. bukan diantar sama dia. Huh!
Terpaksa aku menempati sebuah sofa yang ada di sana karena aku sudah lelah.
"Jangan terlalu dekat dengan teman-temanmu," ucapnya tiba-tiba. "Aku tidak suka."
Aku menoleh ke arahnya sambil mengerutkan dahi. Apa? Kenapa dia mengaturku? Siapa dia? Apa haknya?
Aku mengatur emosiku supaya tidak meledak. Aku akan menanggapinya dengan santai. Supaya hatiku tetap baik-baik saja. "Mereka sahabatku sejak lama." suaraku tenang dan terkendali. "Dan Mas ... hanya orang asing yang baru aku kenal dalam dua hari. Jadi Mas tidak punya hak untuk melarangku bergaul dengan siapa saja."
Aku mendengar langkahnya yang mendekatiku. Alarm di kepalaku memperingatkan tanda bahaya.
Dia tidak berjalan ke arah depanku, melainkan dia memutar ke arah belakangku. Lalu tiba-tiba sebelah tangannya sudah melingkari leherku. Jujur aku sedikit menahan nafas karena tekanan situasi yang dia berikan padaku. Jantungku berdegub tak beraturan.
"Mau aku buatkan surat nikah supaya aku tidak menjadi orang asing lagi, hm?" bisiknya di telinga kananku. Bulu kudukku merinding.
Aku menelan ludah. Tidak, aku tidak akan pernah membayangkan untuk menikah dengan pria ini. Berikut dengan paketan keluarga Maheswara. Aku tidak akan pernah menjadi san chai!
Sesuatu menyentuh leherku. Benda kenyal yang aku sadari adalah bibirnya kini mengecup leherku pelan. "Aku suka wangimu, Azzura."
Reiki mengendus-endus leher sampingku hingga ke bawah telingaku. Aku tidak kuat menahan debaran di dadaku. Aku harus menghentikan ini. Saat aku berusaha bangkit, lengannya yang melingkari leherku menahan erat sehingga aku tidak bisa berkutik.
"Mas, permisi ... aku mau ke toilet."
Dia mengecup pipiku agak lama kemudian melepaskan tangannya dari leherku.
.
.
Kembali dari toilet, hatiku sudah tenang. Dadaku juga sudah tidak berdebar lagi. Aku sudah membuang semua getaran tadi saat mencuci wajah hingga leherku. Aku menghilangkan jejak sentuhan sialannya dari tubuhku. Dan aku tidak akan pernah terjerat dalam pesonanya.
"Mas Rei masih lama?" tanyaku santai. Oh baiklah, mulai sekarang aku harus biasa saja menanggapi pria itu. Jangan pernah baper!
"Five minute."
"Oke."
"Kamu diam saja dulu, pandangi aku, siapa tahu kamu langsung jatuh cinta padaku."
Narsis. Ke PD-an.
Aku mencebik. Manusia satu itu terlalu percaya diri. "Huh!" Aku balik badan dan mulai melangkah menjauhinya.
"Kamu mau kemana, honey?"
"Aku mau kembali ke kahyangan. Bosen di bumi," jawabku asal seraya membuka pintu untuk keluar dari ruangannya.
Ku dengar suara tertawanya di belakangku. Suara tertawa yang cukup manis. Eh?
...----------------...
Setelah mengajakku dinner di sebuah restoran, kami pulang. Tidak, dia hanya hendak menurunkan aku, sedangkan dirinya tidak berniat untuk turun dari mobil. Dan sebelum dia berniat menciumku lagi, buru-buru aku keluar dari mobilnya. Jangan harap aku akan kepo kemana dia mau pergi. I don't care!
Begitu aku memasuki rumah keluarga Maheswara, di ruang tengah aku mendapati tante Widia bersama dengan seorang wanita paruh baya sedang duduk bersisian.
"Azzura sayang, sini," panggil tante Wid.
Aku pun melangkah menghampiri kedua wanita itu. Kemudian aku mencium tangan pada keduanya.
"Ra, ini grandma Fatma. Ibunya om Mandala. Panggilnya mesti grandma juga ya." tante Wid memperkenalkan.
Aku tersenyum ramah pada grandma. "Aku Azzura, grandma."
Aku tahu. Aku sangat mengerti arti tatapan wanita paruh baya itu kepadaku. Dia tidak menyukaiku. Lebih tepatnya, aku terlalu rendah di matanya. Hanya saja, sebagai wanita ningrat, beliau faham betul untuk tidak menampakkan ketidak sukaannya kepadaku. Dia hanya menyuruhku langsung beristirahat saja di kamar.
Aku merebahkan tubuhku di ranjang walau aku belum bersih-bersih. Fikiranku melayang lagi.
Tentu saja, Zura ...
Tidak semua orang akan menyukaimu. Walau om dan tante begitu baik. Terlebih 'tingkah' dari anak mereka. Pasti akan ada satu di antara keluarga itu yang tidak suka padaku. Dan tatapan grandma sudah memberitahuku tentang segala batasanku sebagai orang yang menumpang. Tentang kasta. Tentang derajat.
Pastikan, Zura ...
Jangan pernah jatuh kedalam pesona Reiki sang pewaris Maheswara. Jangan pernah jatuh cinta pada pria itu. Atau nasibmu akan seperti san chai.
Aku di sini hanya seorang Cinderella. Benar seperti itu. Bila orang tuaku telah kembali, maka liburan di istana ini akan berakhir. Kisah Cinderella pun akan berakhir juga.
So ... jangan pakai hati, bila aku tidak ingin terluka. Bila aku tidak ingin menyesal pada akhirnya.
.
.
Keesokkan paginya tidak ada Reiki dan mobilnya. Aku bersyukur. Aku harus menjaga jarak dari pria sejuta pesona itu. Aku tidak mau jatuh cinta!
Huh
Setelah turun dari ojek online, aku segera memasuki cafe yang letaknya dekat dengan kampusku. Aku sudah janjian dengan Alya dan Radit di sana, sebelum beranjak ke kampus.
Namun, baru saja kakiku melangkah masuk, mataku langsung menemukan sosok tak asing di ingatanku yang saat ini terlihat sedang mengisi salah satu meja di sana. Sosok yang telah lama ku coba lupakan dan tak akan pernah ingin aku temui lagi di muka bumi ini.
Monyet.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Khoirotul Ula
kaet Nemu Thor,..
koyok apik.
2023-01-18
1
Hafiz Ghany
walaupun mengulang lagi bacanya,,tp g da bosen nyaaaa..... semangat zurra 😘😘😘😘
2022-01-09
1
Almeera💕
🙊🙊bertebaran 😂😂
2021-03-07
1