Zura : Gue mau curhat nih. Al! Dit!
Radit : Apaan, Ra? Gue lagi break nih.
Zura : Bukannya lo jatah libur, Dit?
Radit : Danis minta tukeran.
Alya : mau curhat apa, Salman khan?
Zura : dengerin gue, Aliando!
Alya : BURUAN! kepo gue.
Zura : dimas nembak gue.
Radit : SERIUS RA????
Alya : seeriussssaaaann dimas naksir lo, raaaaaajjuuuuuuuuungan?
Zura : Masa gue halu?
Radit : Trus lo jawab apa?
Alya : dan jawab lo???????
Zura : belum gue jawab
Alya : ahh ... Penonton kecewaaaa
Zura : hahahaha
Aku memang belum bisa menjawabnya. Jujur saja, Dimas itu laki-laki yang baik, rajin, dan pekerja keras. Wajahnya lumayan ganteng dan orangnya ramah. Aku suka bila harus mengatakan penilaianku tentangnya. Aku normal, aku suka sama laki-laki ganteng. Hanya saja, tidak ada yang special di hatiku tentang Dimas. Mungkin bisa dikatakan belum ada yang special. Sudah kubilang, sejak setahun yang lalu, hatiku itu sekuat baja. Tidak sedikitpun berani untuk lemah dan mudah jatuh cinta lagi. Hanya sekedar suka, tidak lebih. Luka yang ditorehkan Montana pada kepolosanku terlalu dalam. Sehingga aku menjadi lebih kuat lagi.
Aku turun dari lantai dua dimana kamarku berada, saat aku mendapati grandma sedang duduk di sofa dengan seorang wanita cantik.
"Azzura, sini saya perkenalkan dengan seseorang," kata grandma dengan sedikit senyum yang anggun.
Kulirik wanita cantik nan sexy itu tersenyum angkuh padaku. Dia menilaiku dari atas kepala hingga ke bawah kakiku.
"Namanya Janeta." lanjut grandma. "Neta sayang, ini Azzura, mahasiswi yang sedang menumpang di sini."
Aku mengulurkan tangan. Ku fikir wanita itu tidak akan menyambutnya, tapi rupanya aku salah. Dia menerima uluran tanganku dan berkata, "Seminggu ini mungkin kita akan tak sengaja bertemu."
Aku hanya tersenyum basa-basi. Rasanya enggan untuk berlama-lama berdiri di sini.
"Janeta akan menginap di sini juga." grandma menambahkan. "Semoga Reiki cepat pulang ya, Neta, dia pasti senang bertemu kamu lagi."
"Iya, grandma."
Aku pun pamit untuk menyudahi ramah tamah yang entah apa maksudnya ini. Aku tahu kalau grandma tidak menyukaiku, dan sikapnya dengan memperkenalkan wanita itu padaku seolah-olah untuk menyadarkanku bahwa aku tak sebanding dengan Janeta, dan seolah grandma tahu kalau cucunya 'menggodaku'.
Aishhhh ...
Memangnya aku ada hubungan apa dengan cucunya itu? Tenang saja, aku pasti tahu diri untuk tidak terlibat dengan keluarga mereka.
Dan sekarang, rasanya aku mulai tidak nyaman berada di rumah itu. Apalagi tadi Janeta bilang kalau dia akan menginap juga selama seminggu.
Haduh!
Apa aku menginap saja di rumah Alya atau Radit?
Ah ya ... Mungkin itu lebih baik.
...***...
Sudah tiga hari aku tidak melihat batang hidungnya si Reiki. Bukan aku kangen ya, sama sekali bukan. Hanya penasaran saja. Dia juga tidak pulang sepertinya.
Aku pun menghindar untuk kumpul dengan keluarga Maheswara lainnya dengan selalu berangkat kuliah lebih pagi dan pulang larut malam. Sungguh, aku sebagai orang asing merasa tidak nyaman dengan tatapan tidak suka dari dua orang, yaitu grandma dan Janeta. Hubunganku dengan Tante Widia dan Om Mandala baik-baik saja. Mereka selalu perhatian padaku, baik langsung maupun via ponsel. Mereka selalu menanyakan keberadaanku bila pada malam hari aku belum juga pulang.
Aku teringat tadi siang di kampus Alya memberitahuku bahwa Radit melihat Reiki di sebuah restoran Jepang yang letaknya tak jauh dari cafe tempat Radit bekerja. Bos pemilik cafe Radit sedang makan siang di restoran tersebut, sedangkan Radit mengantarkan tas si bos yang tertinggal di cafe.
Radit dan Alya memastikan kalau itu benar Reiki yang sedang bersama seorang wanita. Mereka duduk dengan tangan saling bertautan.
Apa reaksiku?
Oh!
Hanya 'oh'.
Lha trus apa? Aku harus marah gitu? Tidak akan. Sudah kubilang kalau aku tidak main hati dengan pria dewasa itu. Walaupun ada sedikit perasaan seperti digigit semut di hatiku. Entah! Tapi yang pasti aku tidak peduli apa yang dilakukan Reiki, atau bersama siapa. Bagus kalau dia sedang bersama wanita, itu berarti aku sudah bukan mainannya lagi.
Sayangnya, aku tidak pernah tau apa yang akan terjadi.
Aku melirik jam tanganku, sudah pukul 22. Tadi aku ketiduran di rumah Alya. Jadi sekarang taksi yang kugunakan baru saja sampai di depan rumah keluarga Fachri.
Seperti biasa, keadaan malam selalu sepi. Hanya terlihat penjaga yang berseliweran melaksanakan tugasnya. Merekapun sudah mengenaliku, jadi saat aku pulang mereka tersenyum ramah padaku.
Memasuki rumah dalam keadaan sepi. Bukan karena penghuninya sudah pada terlelap, melainkan Tante Wid bilang mereka ada pesta di hotel seorang rekan bisnis. Entah mereka akan pulang jam berapa. Langsung saja aku menaiki tangga menuju lantai dua.
Sayangnya, aku sempat berpapasan dengan Janeta. Dan seperti kemarin-kemarin bila berpapasan denganku, seolah aku adalah makhluk kasat mata buatnya. Dia tidak pernah berbicara padaku, kecuali saat ada Tante Wid dan Om Mandala, maka dia akan bertingkah semanis tokoh antagonis di sinetron Indonesia. Perempuan berwajah ganda.
Sungguh, aku tidak peduli juga. Bagus-bagus saja kalau dia enggan menyapa saat berpapasan denganku, jadi akupun tidak harus pura-pura untuk menghargainya.
Lampu kamar baru saja kunyalakan saat kudapati sosok yang sudah tiga hari tak kutemui sedang berbaring di ranjangku, di bawah selimutku. Yap, sumber masalahku datang kembali.
Reiki.
Aku melipat kedua tangan di dada. Apa yang harus kulakukan pada pria itu. Tidak bisakah dia membiarkan aku hidup tenang?
"Hai, cantik!" sapanya bangkit dari posisinya. Sepertinya baru saja dia terlelap. Kemudian dia berjalan cepat menuju arahku.
Oh aku harus apa?
Larikah?
Benar, aku harus lari.
Saat aku berbalik cepat menuju pintu, lebih cepat lagi ternyata dia sudah menarik lenganku dan membawaku ke dalam pelukannya dengan sangat erat. "I miss you so much ... "
"MAS, LEPAS–" teriakanku tertahan oleh ciumannya. Dia menciumku dengan penuh rasa haus dan ketidak sabaran. Tangannya membelenggu tangan dan tubuhku sehingga aku tidak bisa melepaskan diri walaupun aku sudah meronta sekuat tenaga. Sekarang kurasakan dia menggiringku, membuatku berjalan dalam kendalinya, dengan tanpa melepaskan pagutan panasnya di bibirku.
Hingga kemudian aku merasakan dia membawa tubuhku hingga menindih tubuhnya tiduran di ranjang, masih tanpa melepaskan bibirku. Lalu posisi segera berganti dengan aku dibawahnya, sedang dia memimpin ciuman di atasku.
Aku tidak membalas, aku hanya pasrah pada serangan bibirnya. Karena aku tak cukup kuat melawan tubuh besarnya itu.
Cukup lama ciuman yang Reiki berikan, hingga dia melepasnya dan menempelkan keningnya di keningku. Nafasku tersengal. Serius, aku tidak mampu menandingi ciuman pria itu. Bisa dikatakan kalau aku level pemula, sedangkan dia level legend.
"Aku sangat merindukanmu, Azzura Fatharani Shanata." ucapnya serak. Matanya berkilat gairah. "Sangat sangat merindukanmu, Sayang."
"Mas ... awas ...." aku ingin bangkit dari posisi berbahaya ini. Aku benar-benar takut dengan pria yang berada di atasku kini. Tapi rupanya Reiki belum ingin melepaskanku. Dia memagut bibirku lagi, dan aku menarik paksa bibirku. "Udah sih ciumnya, plisss ..."
Dia tersenyum gemas padaku. Kemudian dia membalik lagi tubuhku menjadi di atasnya lagi. Terus aja begitu sampe jebol perawanku. Haissshhh!
"Mas plis lepasin, aku mau mandi." rengekku. Semoga dia iba. Aku ingin segera membersihkan jejak bibirnya di bibirku. Membuang wangi tubuhnya dari tubuhku. Serta kembali menjaga hatiku yang sepertinya, deg!
Tidak.
Aku tidak boleh main hati dengan pria ini.
Dia menciumku lagi dengan keras, tapi sebentar. Tangannya melepaskan kunciannya pada tubuhku. Segera saja aku bangkit dan dan berlari menuju lemari pakaian, mengambil pakaian tidur lalu ke kamar mandi, mengunci pintu.
Fiuh
Pria itu benar-benar berbahaya buat hati dan jantungku. Seorang pria yang tidak banyak bicara, tapi lebih banyak 'bekerja'. Ish ...
.
.
Setelah mandi singkatku, ingin rasanya aku tidur di kamar mandi saja. Aku yakin Reiki masih ada di ranjangku atau entah di sisi mana kamarku.
Oh Tuhan ... Aku harus apa?
Perlahan aku membuka pintu kamar mandi setelah aku menormalkan lagi perasaanku yang tadi sempat terasa kacau karena ciuman ganas seorang Reiki.
Benar saja, mataku bertubrukan dengan matanya yang masih nyaman di kasurku.
Oke, aku dapat mengendalikan diri. Ciuman hot tadi bukan apa-apa.
****! Gila aja kalo bukan apa-apa! Iya aku jujur kalau ciuman Reiki itu ... hebat. BAH!
Aku berdiri bersandar di dinding. Tanganku bersedekap lagi. Apa sih maunya pria itu? Bukankah dia sudah dapat wanita untuk menjadi mainannya lagi? Oh sial, jangan-jangan dia tidak cukup hanya dengan satu 'mainan'? Sial. Sial. Sial.
"Mas kembali ke kamar gih sana!" kataku pelan. Nada suaraku santai. Oke, pengendalian diriku juga ... hebat.
"Aku tidur disini."
"APA? mas jangan bercanda deh! Udah sana balik, aku ngantuk."
"Aku tidak bercanda, Sayang. Mulai sekarang, kamar ini juga menjadi kamarku."
"Apa? Gimana? Jadi aku tidur dimana?"
"Kamu ya di sampingku. Sini, Sayang!" dia menepuk sisi ranjang mempersilahkanku. Dia fikir aku mau?
"Mas gila."
"Iya, aku tergila-gila padamu."
Aku tertawa mengejek. "Mas udah deh, aku capek. Aku gak mau jadi mainan kamu terus ..."
Keningnya berkerut. "Mainanku?"
"Iya. Aku tahu tipe pria seperti mas Rei tuh gimana. Aku nggak polos-polos amat kok!"
Dia menatapku tajam. "come here!"
Aku menggeleng keras. Aku kuat. Aku tidak takut padanya.
"Aku bilang kesini, Azzura! Atau aku jemput kamu di situ dan kita malam pertama di tempatmu berdiri." nada ucapanya benar-benar mengancam. Aku percaya dia serius dengan perkataannya. Untuk seseorang yang keinginannya selalu terpenuhi, aku tahu dia serius memaksaku.
Akhirnya aku kalah. Aku takut dengan ancaman sang predator itu.
Aku sudah duduk di tepi ranjang, di sisi biasanya aku tidur.
"Melihat ke arahku, Sayang!" perintahnya lagi.
Oke, aku mencari posisi nyaman dengan bersandar di kepala ranjang dan kakiku bersila. Tanganku bersidekap lagi. Lalu aku menatapnya dengan berani.
Reiki duduk di kepala ranjang juga, sambil menatapku tajam. "Jadi kamu fikir aku hanya menganggapmu mainan, huh? Apa perlu besok kita langsung menikah?"
Aku tidak menjawabnya.
"Azzura sayang, aku serius saat mengatakan kalau aku ingin memilikimu. Yang itu artinya aku tertarik padamu. Bahkan aku selalu ingin 'menidurimu' setiap aku menciummu."
Hah?
Gila.
Mesum.
Jangan pernah menciumku lagi!
"Tapi aku tidak tertarik padamu, Mas." jawabku langsung. "Kita baru kenal selama lima hari. Itupun yang benar-benar bertemunya hanya dua hari, sisanya selama tiga hari ini kamu menghilang. Mas jangan terlalu terburu-buru menyimpulkan. Bisa saja itu ketertarikan sesaat Mas kepadaku. Iya, kan?!"
Aku tidak akan pernah tertarik dengan hubungan tak ada jaminan masa depan happy ending. Aku sudah terlalu trauma dengan hubungan yang tak memiliki restu. Aku tidak ingin merasakan ditinggalkan lagi.
Tidak akan pernah.
"Aku pulang ke apartemenku selama tiga hari ini. Karena aku tidak ingin melihat seseorang di rumah ini. Well ... Iya kamu memang benar. Kita hanya baru kenal belum ada seminggu. Tapi kalau kamu bersedia, besok pun kita bisa menikah."
Jangan harap, Rei!
"Tapi aku tidak akan pernah menerima penolakanmu, Sayang. Tidak akan pernah. Dengar itu baik-baik. Sekalipun kamu menginginkan pacar seorang rakyat jelata, aku tidak akan pernah membiarkanmu. Kamu akan menjadi bagian dari keluarga Maheswara, Sayang. Cepat atau lambat."
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Aroha💜
untung gua udah nikah..
2020-12-28
2