sixteen

Galaxy Square Apartment adalah apartemen yang mewah dan elit setahuku. Ya tentu saja dia, atau lebih tepatnya keluarga Maheswara memang seharusnya tinggal di tempat-tempat mewah semacam ini. Sesuai dengan kelas mereka. Setelah tadi aku mendapati chat lagi yang lebih detail tentang lokasinya, beserta kode dari apartemennya, segera aku meluncur tanpa buang waktu sedikitpun. Karena setelah mengambil pakaianku, aku harus pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Radit. Dan sekarang ketika aku sudah membuka pintu apartemennya, tapi kakiku masih belum juga berniat untuk melangkah masuk.

Aku harus mengamuk pada pria itu. Tidak cukup rasanya dia memberi masalah pada hidupku. Setelah membuat Radit babak belur dan nyaris mati, sekarang dia malah mencuri semua pakaianku.

Buat apa?

Apa ini maksudnya menghukumku karena telah menggigit tangannya?

Dasar gila.

Masuk? jangan?

Aku ragu. Tapi ini demi barang-barang milikku. Dan lagi ... aku butuh dalamanku sekarang.

Oke, masuk, Zura ...

Ketika aku sudah memasukinya, hal pertama yang dilihat mataku adalah memperhatikan sekelilingnya, tapi terasa biasa saja. Ya, jelas saja apatemen itu mewah, tapi seperti rumahnya juga yang mewah. Jadi karena aku memang sudah terbiasa melihat kemewahan rumahnya, tentu ini semua terlihat biasa saja di mataku.

Dasar orang kaya!

Aku memegang erat jaket Radit yang tertinggal di kosan kami. Jaket ini cukup kebesaran untukku, sehingga mampu menutupi aset berhargaku yang sedang tidak memiliki pelindung. Huh.

"Buka jaket itu!"

Astaga.

Dia mengagetkanku.

Sambil bersandar di kepala sofa yang dia belakang, tangannya bersedekap di dadanya. Matanya menatap tajam ke arahku, lalu turun pada jaket yang sedang kugunakan.

Aku bodoh atau apa ya? Sudah jelas Radit masuk rumah sakit akibat dari Reiki yang cemburu buta. Eh ini malah aku datang ke tempatnya dengan memakai jaket milik Radit. Apa aku cari mati?

Padahal ini saran dari Alya.

"Aku tau itu jaket laki-laki. Jadi itu jaket milik siapa?" tanyanya dingin.

Aku menelan saliva. Seram mendengar suaranya yang begitu. "Radit. Punya Radit." jawabku penuh keberanian. Aku harus mengingat bahwa Radit sedang terluka gara-gara pria di hadapanku itu.

"Buka jaket kakakmu itu sendiri, atau aku yang paksa buka?" ancamnya seperti biasa.

Dia memang selalu ingin dituruti. Menyebalkan.

Tanganku baru saja bergerak untuk membuka jaket, tapi kemudian aku ingat tujuan mengapa aku memakai jaket Radit ini.

"Tidak." sahutku tegas. "Siapa suruh Mas curi semua pakaianku. Tanpa seizinku."

Ayo mengamuk, Zura ... seperti niatan awalmu. Tapi masalahnya, beranikah aku mengamuk? Karena sudah pasti Reiki akan selalu mengendalikanku.

Ck.

Nasib.

Kulihat dia menyeringai. "Jangan memaksaku melakukannya, Sayang ..."

Apa?

Memaksa?

"Nggak, Mas. Aku tuh mau cari bajuku. Plis, kembalikan! Aku sangat butuh. Jangan jahat padaku."

"Lepas jaket itu kataku, Sayang! Dan ini terakhir kalinya-"

"Fine! Aku pasti lepas kalau aku sudah menemukan jaketku. Jadi dimana semua pakaianku sekarang?"

Dia masih menatap tidak suka pada jaket Radit ini. Tapi aku tidak akan mengambil resiko untuk mengumbar apa yang menjadi hal pribadiku.

Dia melangkahkan kakinya ke arahku.

Siaga satu!

Aku harus waspada. Ini wilayahnya, dan aku bagai mangsa yang masuk ke kandang sang predator.

Benar saja, dia memaksa untuk melepaskan jaket ini dari tubuhku. Awalnya tanganku mencengkram erat, tapi aku tahu kalau percuma melawannya. Atau dia akan bertindak lebih jauh lagi.

Baru saja dia membuka resleting jaket ini hingga ke bawah, aku menahannya. "Cukup. Iya-iya, aku buka sendiri."

Tapi Reiki tetaplah Reiki.

Dia menarik sebelah tanganku dan mulai melepaskan jaket bagian tangan. Lalu sebelah tanganku yang lain dan refleks aku segera menutup area dadaku yang ... tanpa pelindung dalam.

Sepertinya dia menyadarinya. Oh sialan! Aku merasa kalau wajahku merona. Aku malu.

Lihat, sekarang tatapan matanya padaku ada kilatan gairah yang tak mampu dia sembunyikan. Saat dia sudah melepaskan jaket ini seluruhnya, kontan saja aku lari dan asal memasuki ruangan. Setelah mendapati pintu, segera aku menguncinya. Huft, aman.

Ternyata ini tidak jadi aman, justru aku malah merasa ... sial. Karena apa? Rupanya ruangan yang aku masuki sekarang adalah ...

Kamar tidur ... nya.

Ya Tuhan ... Lindungi aku!

-

-

Kaus Alya yang aku pakai ini terlalu berbahaya. Karena hanya mengepas body dan mencetak dengan jelas you know what. Arrrgghh.

Tok tok.

"Sayang!"  panggil Reiki dari balik pintu.

Jantungku berdebar. Ini bahaya tingkat tinggi sedang mengancamku. Aku harus apa?

Kulirik ponselku, entah sejak kapan ada chat dari Alya yang tak kuketahui. Dia memintaku untuk segera ke rumah sakit, karena Radit menanyakanku.

Ini semakin membuatku frustasi.

"Sayang buka pintu! Pakaianmu ada di walk in closet. Kenapa kamu malah ke kamarku?" teriaknya lagi.

Ketukannya semakin kencang dan tak sabar. Baiklah, aku akan keluar untuk mencari pakaianku. Tapi sebelum itu, aku harus mencari sesuatu untuk menutupi tubuh bagian depanku yang terlihat ... mengundang.

Ku pandangi kamarnya untuk mencari-cari barangkali ada selimut atau apa. Tapi tak ada. Maka dengan terpaksa kusambar bantalnya lalu kudekap. Dan aku bersiap untuk membuka pintu.

Dia menaikkan kedua alisnya saat melihatku keluar. Lalu matanya menatap pada bantalnya yang sedang kudekap erat sambil mengulum senyum jahil.

Sebelum dia melakukan sesuatu yang membuatku takut, maka aku harus langsung dengan tujuanku kesini. Yaitu mencari pakaianku.

"Di mana walk in closetnya?" tanyaku datar. Untuk menghilangkan kegugupanku, aku hanya harus fokus memikirkan kondisi Radit sekarang. Sahabatku yang hampir mati karena tangan pria ini. Dan itu sukses mengembalikan perasaan kesal sekaligus benciku kepadanya.

Dia hanya memberi isyarat dengan lirikan matanya pada ruangan yang kucari. Aku sebal saat menyadari tatapannya masih saja menggodaku.

Secepat kilat aku berlari menuju ruangan yang dimaksudnya. Kini mataku terbelalak tak percaya. Banyak sekali pakaian wanita di sini. Semua terlihat bagus, mewah, dan branded.

Aku menggeleng keras untuk mengembalikan kesadaranku. Cukup. Aku hanya perlu mencari apa yang menjadi milikku.

Tapi,

Setelah memeriksa kesana kemari, aku tak lagi melihat baju-bajuku. kaus-kaus dan jeans belelku itu berada dimana?

Kesal.

Ini membuatku kesal lagi.

Memangnya dimana sih dia menyembunyikannya? Aku berjanji, setelah ini aku akan menjauh dari kehidupan keluarga Maheswara. Atau lebih tepatnya ... dari kehidupan seorang Reiki.

"Kamu mencari apa, Sayang?"

Aku terkejut saat mendapati dia menyusulku. Maka segera aku mengambil bantal yang tadi kuletakkan di lantai dan langsung menutupi dadaku kembali.

"Ya baju-bajuku lah! Mas Rei sembunyikan di mana sih?" tanyaku sewot. Ingin rasanya kujambak wajahnya biar sehancur wajah Radit, tapi itu mustahil. Oke. Cuma hayalanku.

"Ini semua pakaian dan barang milikmu, Sayang."

Aku tertawa hambar. "Are you kidding me?"

"I'm not kidding, baby ..."

Aku menatap matanya yang memang sedang serius itu. Lalu ...

"Tapi aku menginginkan semua pakaian lamaku."

"Semua pakaian lamamu sudah aku singkirkan dan aku ganti dengan yang baru. Semua yang ada di sini adalah milikmu. Jadi mulai hari ini, detik ini, kamu tinggal di sini bersamaku, baby. Sudah jelas?!"

Kepalaku masih mencerna kaka-katanya. Tapi aku langsung menyahut, "Aku tidak mau!"

Dia malah tersenyum manis. "Tidak akan aku biarkan kamu kembali ke kosan sempit itu. Dan kamu pasti tau, Sayang, bahwa tidak akan ada gunanya meskipun kamu menolak seorang Reiki. Karena tidak ada kata penolakan dalam hidupku. Terutama itu mengenaimu, baby."

💕💕💕

"Gila cakep banget, Raju!" seru Alya melotot ke arahku.

"Gue emang cakep dari lahir."

"Baju yang lo pakai, maksud gue, cakep banget deh." Alya sedang menyentuh sebuah atasan cantik yang sedang kupakai. Baju ini kupilih karena terlihat sederhana, walaupun brand Chanel. "Pakai bekas lo juga gue rela, Raj,"

Aku memutar bola mataku jengah. Tidak peduli dengan Alya yang sedang norak, aku melanjutkan mengobrol dengan Radit. Selain sudah kuketahui perasaan Radit padaku yang sebenarnya, sudah benar bila aku tetap berpura-pura tidak tahu. Atau persahabatan kami akan berubah menjadi canggung.

"Lo beneran nggak kenapa-kenapa?" tanyaku masih khawatir.

"Beneran, Ra. Tenang aja, gue bukan cowok cengeng."

Sejak aku datang beberapa menit yang lalu, Radit memang sedang bercanda dengan Alya. Bahkan mereka nyaris kejar-kejaran di kamar.

Radit sudah tidak mau mengenakan infus sejak tadi pagi katanya. Dia merasa sudah sehat walapun wajahnya masih bengkak dan memar.

"Palingan gue bakal minta oplas sama cowok lo kalo nanti ketampanan gue malah berkurang."

Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi keburu disela suara Alya.

"Raju, lo dikasih baju mahal gini? Trus baju lama lo udah balik ke kosan lagi apa gimana?" tanya Alya kepo.

"Tau ah, Al. Gue bingung."

"Kenapa? Cerita-cerita dong sama gue. Sama kita. Buruan gue mau dengar."

"Ya gitu deh," aku memang harus meminta pendapat kedua sahabatku ini. "Dia pindahin semua baju-baju gue ke apartemennya."

"Jadi tadi lo ke apartemennya? Gue kirain ke rumah dia." sahut Alya.

"Rumah dia ada, beda lagi, Al. Yang kemarin-kemarin gue numpang itu rumahnya Om Mandala. Orang tua dia."

"Haduh, rasanya gue nggak kuat menerima kenyataan seberapa kaya calon lo, Amir Khan."

"Calon dari Hongkong!"

"Lanjut-lanjut!" sela Radit tak sabar.

"Jadi ternyata yang gue dapatin di apartemennya tuh bukan baju-baju gue. Gak tau dia kemanain baju-baju gue tersayang itu, yang dia bilang adalah kalo semua baju yang ada di apartemennya itu adalah baju-baju buat gue. Milik gue."

Alya melotot.

"Semuanya branded." tambahku. Mata Alya semakin melotot dan mulutnya menganga.

"Awas lepas tuh bola mata!" celetuk Radit. tapi Alya mengabaikannya.

"Lo beruntung banget Raju! Serius. Mimpi apa lo bisa dapat Om tajir melintir begitu," ucapnya berbinar-binar.

"Nggak seindah itu juga, Al. Dia memutuskan gue harus tinggal di apartemennya mulai hari ini."

"WHAAATT?"

Aku menutup sebelah telingaku yang baru saja dihantam teriakan Alya.

"Berisik woi!"

"Trus lo mau?" tanya Radit.

"Gue nggak mau lah, Dit. Gue mending di kosan sama Alya. Tapi Reiki itu nggak bisa dibantah orangnya. Kalo gue melawan, dia malah lebih nekat lagi."

"Lo minta nikah aja dulu, baru tinggal bareng, gitu bilangin ke dia." saran Alya.

"Lo pikir dia nggak mau?"

"Jadi dia mau nikah sama lo?"

Aku mengangguk. "Sejak awal dia deketin gue juga dia nawarin nikah."

"Seriussss?"

"Iya. Tapi lo tau sendiri, dia itu kayak apa. Pasti banyak cewek yang ngantri sama dia. Belum lagi keluarganya. Lagipula, buat dia tuh mau nikah atau nggak nikah itu cuma beda di kartu doang. Pokoknya ... Ah, gak mungkin banget lah gue percaya dia begitu aja. Gue nggak baper tuh. Gue nggak mau sakit hati."

"Iya sih, gue ngerti ..." Alya mengelus-elus tepian bajuku. "Eh– kok tadi lo bisa lepas dari dia buat datang kesini? Secara, yang dicemburuin sama tuh si Om kan si Radit ini."

"Waktu gue selesai pake baju, orangnya gak ada. Ya udah, gue pergi. Tapi gue tau, kalo mata-mata dia selalu ngikutin gue walaupun gue nggak lihat."

"Mata-mata? Keren euy kayak di film-film mafia."

"Bodyguard kali." Radit membetulkan.

"Terserah apa namanya. Yang pasti Si Reiki itu tau kalau gue kemana dan ngapain. Termasuk waktu kita berdua doang di kosan, Dit."

"Kalo gitu gue ogah berduaan sama lo lagi, Raju." kata Radit berlagak ngeri. "Bisa jadi samsak gue. Ini aja masih nyut-nyutan ..."

"Ya maap, Dit ..." ucapku dengan penuh rasa bersalah. "Gue mau cari dukun kayaknya, biar kita dijauhin dari dia ya,"

"Dukun-dukun ..." Alya mentoyor kepalaku. "Dukun beranak kali!" aku hanya mengendikkan bahu. "Trus, jadinya hari ini nasib lo gimana nih? Mau balik ke pelukan gue, atau pindah kelonan sama tuh si Om?"

"Jijay banget deh bahasa lo, Al."

Alya terkekeh.

"Gue sudah berfikir," kataku sambil menatap kedua sahabatku. "Kalau malam, gue akan tidur di kosan. Tapi kalo siang, boleh deh sekali-kali gue ke apartemennya. Kan kalau siang dia pergi kerja tuh, aman lah gue."

"Trus–"

"Tetap gue bayar kosan juga, Alya yang cantik."

"Oke deeehh!" Alya tersenyum manis.

"Tapi kalau dia maksa?" Radit mengubah posisi duduknya.

"Gue bakal ngajuin syarat. Kalau emang dia mau gue tinggal di sana, berarti dia siap menerima gue yang membawa Alya buat tinggal di sana."

"Kok gue?" Alya terkejut. "Serasa gue jadi anak lo."

Aku tersenyum pasti. "Iya, dong. Masa Radit?"

"Gue nggak mau!" tolak Alya mentah-mentah.

Aku cemberut.

"Gue ogah jadi nyamuk! Nanti masa lo ******* trus ada gue sebagai nyamuk? No No No! Itu terlalu menyedihkan untuk seorang jomblo."

"Ish, Alya! Otak lo ngeres amat sih!"

"Pokoknya gue nggak mau, Kajol! Gue nggak mau! Nanti kalo gue jadi orang ketiga gimana?"

"Emangnya siapa yang pacaran sih?" sahutku meninggi karena kesal.

"Lo."

"Lo."

Jawab Alya dan Radit kompak. Aku hanya bisa menghela nafas pasrah.

...¤¤¤¤¤...

Terpopuler

Comments

Virna Putri

Virna Putri

Makasih sdh up Kaka July...💪😍
Lanjut yaaa..semakin seru...❤❤❤

2020-11-05

1

Aya Shopia

Aya Shopia

ahayy i like when reiky being posessive...lanjuut kk..eh..eh btw covernya almira kesanny mewah gitu ok

2020-11-05

1

lihat semua
Episodes
1 blurb
2 Rumah Teman Mama.
3 Reiki
4 Aku Takut
5 Curhat
6 Seperti Sanchai
7 Duniaku
8 seven
9 Eight
10 Nine
11 Ten
12 eleven
13 Twelve
14 thirteen.
15 fourteen
16 Fiveteen
17 sixteen
18 seventeen
19 eighteen
20 Nineteen
21 Twenty.
22 Twenty one
23 Twenty two
24 Twenty Three
25 Twenty Four
26 Twenty Five
27 Twenty Six
28 Twenty Seven
29 Twenty Eight
30 Tweenty Nine
31 Thirty
32 Thirty One
33 Thirty Two
34 Thirty Three
35 Thirty Four
36 Thirty Five
37 Thirty Seven
38 Thirty Eight
39 Thirty Nine
40 Fourty
41 Fourty one
42 Fourty two
43 #Fourty three
44 #Fourty four
45 #Fourty Five
46 Fourty Six
47 #Fourty Seven
48 #Fourty Eight
49 Fourty Nine
50 Fifty
51 Fifty One
52 Fifty Two
53 Fifty three
54 Fifty Four
55 Fifty Five
56 Fifty Six
57 Fifty Seven
58 Fifty Eight
59 Fifty Nine
60 Sixty
61 Sixty One
62 Sixty Two
63 Sixty Three
64 Sixty Four
65 Sixty Five
66 sixty six
67 Sixty Seven
68 Sixty Eight
69 Sixty Nine
70 Seventy
71 Seventy One
72 Seventy two
73 Seventy three
74 Seventy Four
75 Seventy Five
76 Seventy six
77 Seventy Seven
78 Seventy Eight
79 Seventy Nine
80 Eighty
81 Eighty One
82 Eighty Two
83 Eighty Three
84 Eighty Four
85 Eighty Five
86 Eighty Six
87 Eighty Seven
88 Eighty Eight
89 Eighty Nine
90 Ninety
91 Ninety One
92 Ninety Two
93 Ninety Three
94 Epilog
Episodes

Updated 94 Episodes

1
blurb
2
Rumah Teman Mama.
3
Reiki
4
Aku Takut
5
Curhat
6
Seperti Sanchai
7
Duniaku
8
seven
9
Eight
10
Nine
11
Ten
12
eleven
13
Twelve
14
thirteen.
15
fourteen
16
Fiveteen
17
sixteen
18
seventeen
19
eighteen
20
Nineteen
21
Twenty.
22
Twenty one
23
Twenty two
24
Twenty Three
25
Twenty Four
26
Twenty Five
27
Twenty Six
28
Twenty Seven
29
Twenty Eight
30
Tweenty Nine
31
Thirty
32
Thirty One
33
Thirty Two
34
Thirty Three
35
Thirty Four
36
Thirty Five
37
Thirty Seven
38
Thirty Eight
39
Thirty Nine
40
Fourty
41
Fourty one
42
Fourty two
43
#Fourty three
44
#Fourty four
45
#Fourty Five
46
Fourty Six
47
#Fourty Seven
48
#Fourty Eight
49
Fourty Nine
50
Fifty
51
Fifty One
52
Fifty Two
53
Fifty three
54
Fifty Four
55
Fifty Five
56
Fifty Six
57
Fifty Seven
58
Fifty Eight
59
Fifty Nine
60
Sixty
61
Sixty One
62
Sixty Two
63
Sixty Three
64
Sixty Four
65
Sixty Five
66
sixty six
67
Sixty Seven
68
Sixty Eight
69
Sixty Nine
70
Seventy
71
Seventy One
72
Seventy two
73
Seventy three
74
Seventy Four
75
Seventy Five
76
Seventy six
77
Seventy Seven
78
Seventy Eight
79
Seventy Nine
80
Eighty
81
Eighty One
82
Eighty Two
83
Eighty Three
84
Eighty Four
85
Eighty Five
86
Eighty Six
87
Eighty Seven
88
Eighty Eight
89
Eighty Nine
90
Ninety
91
Ninety One
92
Ninety Two
93
Ninety Three
94
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!