Tau kemana Reiki membawaku malam ini??
Ke pantai.
Ya ampun.
Serasa pacaran. Eh?
...
Tapi ini indah ... pemandangannya. Suerr.
Sepi entah kenapa di tempat Reiki menghentikan mobilnya ini. Seperti tak ada orang lain lagi di sekitar kami. Saat ini aku dan dia masih berada di dalam mobil. Dan aku terpaku tenang menatap laut yang dipayungi bintang-bintang.
Damai.
Aku menikmati kesunyian ini. Aku tak peduli juga kalau Reiki sedang melihat ke arahku sekarang. Aku hanya ingin menikmati ... Ya ... Siapa tau saat-saat seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi kan?!
"kamu senang?" tanyanya pelan.
Aku melirik sekilas dirinya yang menyandarkan kedua tangannya di kemudi dan kepalanya bersandar miring di atasnya. Dia menatapku.
Aku tak menjawab. Aku kembali menatap laut dengan senyum tipis yang tak dapat kusembunyikan. Sederhana saja, aku bahagia hanya karena melihat laut di malam hari.
"Kita bisa mencari hotel di sekitar sini-"
"Gila!"
Reiki terkekeh pelan. "So what? Kan kamu senang berada di sini."
"Diam, Mas! Biarin aku diam juga."
Aku merasakan jemarinya sudah membelai lembut rambutku dan memainkannya.
Sial. Aku berdebar. Dan aku tidak akan mau ada lebih banyak lagi adegan yang iya-iya dari dia.
"Memangnya acara dinnernya batal ya?" tanyaku mengalihkan suasana. Yup, jangan pernah mengarah pada hal romantis atau sejenisnya. Jangan biarkan setan hadir diantara kita. Huh.
Reiki menggeleng santai tanpa merubah posisinya. Tangannya ingin meraih rambutku lagi, tapi aku agak menjauhi tubuh.
"Aku tinggalkan mereka."
"Apa?"
Dia menarik bibir bawahnya menyiratkan betapa enggannya dia dengan acara makan malam itu.
"Grandma menjodohkanku seperti biasa. Aku muak. Lebih baik aku mencari pacarku kan?!"
Aku tak percaya dia melakukan itu di depan keluarganya. Kedua orang tuanya juga grandma.
"Serius? Om sama Tante nggak melarang Mas Rei?"
"Aku nggak peduli." jawabnya santai. Kali ini dia meluruskan tubuhnya dan membuka pintu mobil di sisinya. Dia keluar.
Aku menyusul dengan keluar juga melalui pintu di sisi kiriku. "Jadi Mas Rei pergi begitu aja meninggalkan dinner kalian?"
"Itu bukan acaraku, Sayang."
Sekarang kami bersandar di bagian depan mobil sambil menghadap ke pantai.
"Ya tapi kenapa Mas Rei malah mencariku? Itu sama aja Mas Rei membuat aku jadi tersangka."
"Tersangka apa sih, Sayang? Jangan berfikiran kotor dengan diri sendiri."
"Dengar ya Mas, malam ini aku akan menginap di tempat Alya. Aku nggak mau pulang ke rumahmu, bersamamu."
Reiki mengernyirkan keningnya. "Kenapa?" nada suaranya seperti tersinggung.
"Nanti–" aku tidak dapat menjelaskan perkataanku yang nantinya malah akan terdengar seperti halu. Ah ... Andai ucapan grandma itu benar, bahwa Reiki hanya bermain-main denganku, yang makanya selama ini om dan tante diam saja melihat kedekatanku dengan Reiki, maka bila aku mengatakan yang ada di fikiranku sekarang bukankah itu akan memalukan. Bagaimana bila aku dibilang terlalu berharap?
"Apa?"
"Na-nanti aku dibilang yang telah mempengaruhimu. Membuatmu melakukan perbuatan buruk dan–"
Reiki tersenyum kecil dan tangannya menarik tubuhku ke dalam pelukannya. "Kamu bicara apa, Sayang? Buang jauh-jauh fikiran burukmu."
Deg.
Ini gawat. Aku berdebar lagi. Ini lebih nyaman lagi. Perpaduan malam, laut, angin, dan Reiki. Serta pelukannya. Ini sempurna. Aku menyukainya.
Gawat.
Tidak boleh.
Ini tidak boleh terjadi.
...🌜🌜🌜...
"Kalian datang bersama?" sambut grandma di ruang tengah saat melihatku masuk bersama Reiki. Disana sudah ada om dan tante juga yang sedang duduk.
"Um–"
"Memangnya kenapa grandma?" tanya Reiki santai. Pria itu mengambil tempat untuk duduk di samping neneknya.
"Jangan terlalu sering, tidak baik bila dilihat orang."
"Tidak baik bagaimana, bu, Azzura kan sudah seperti keluarga juga." sahut Tante Widia lembut.
"Azzura itu seusia Helena, pantas saja bila Reiki turut menyayangi Azzura seperti pada Helena." tambah Om Mandala.
Reiki bangkit dari duduknya. Dia berjalan ke arahku. "Sudahlah, Azzura. Lebih baik kita istirahat."
Dia merangkul pundakku dengan kuat. Mau tak mau aku melangkah juga. "Permisi, Om, Tante, Grandma."
Aku masih terdiam hingga sampai di depan pintu kamarku. Berusaha melepaskan rangkulan Reiki itu sama saja berusaha membuka rantai. Susah cing!
"Mas Rei ... Aku mau istirahat."
"Jangan dengarkan mereka semua." ucapnya tajam dengan matanya yang mengunci mataku. "kita hanya harus mendengarkan kita. Yang itu artinya hanya antara aku dan kamu. Ngerti?!"
Maunya sih aku mendebatnya, tapi pasti itu tidak akan memakan waktu sebentar. Maka aku hanya harus mengangguk dan melepaskan diri darinya.
Dia melepaskan rangkulannya tapi dia menahan lenganku. "Aku mau meminta hakku." ucapnya penuh arti.
Aku mengerutkan kening dan refleks aku merangkul diriku sendiri dengan sebelah tangan.
"Kamu berfikiran apa, Sayang?" tanyanya dengan ekspresi geli. "Kamu mau itu?"
Aku menggeleng keras. Dia pun tertawa pelan. "Sabar, Sayang. Nanti pasti kita akan melakukannya. Tapi sekarang aku hanya akan meminta ini,"
Dia menarik tengkukku dan langsung ******* bibirku dalam sekejap saja. Ciuman hot yang berlangsung singkat karena aku mendorongnya cukup keras. Lalu buru-buru aku masuk ke kamar dan mengunci pintu.
...°°°...
Aku sudah membersihkan tubuh saat kepalaku mulai mencerna lagi situasi apa yang sedang aku hadapi.
Oke.
Fix.
Aku. Tertarik. Pada. Reiki.
Lalu ada grandma YANG SUDAH JELAS tidak menyukaiku karena kami berbeda kasta. Lalu ada om Mandala dan tante Widia yang menganggap perhatian Reiki padaku adalah perhatian yang sama persis terhadap adiknya. Lain kata, menurut mereka, Reiki menganggapku adiknya. Lalu bagaimana dengan Reiki? Dia terlihat serius tapi juga main-main. Entahlah ...
Aku sudah menyerah dengan upaya hatiku menolak perasaanku pada pria itu, tapi aku tidak berdaya. Aku ... mulai menyukainya. Sedikit. Sedikit saja. Karena aku tak akan pernah berharap apapun. Tak akan pernah ada masa depan tentang perasaan ini. Ya ... aku harus menyerah sejak awal.
.
.
Aku membaca beberapa chat yang masuk ke ponselku. Selain chat dari Montana yang tidak pernah menyerah itu, ada juga chat dari Alya yang membuat aku terkejut. Dimas pergi ke Amerika karena paksaan orang tuanya. Sejak terakhir aku bertemu dengan Dimas adalah saat aku memberikan jawaban dan menjelaskan mengenai telepon dari Reiki, dan semuanya sudah kujelaskan. Tapi sejak hari itu aku tidak pernah bertemu Dimas lagi.
Lalu sekarang Alya memberitahu bahwa orang tua Dimas memaksa Dimas untuk pindah ke Amerika adalah karena tekanan dari seseorang.
Rasa penasaran memenuhi kepalaku. Langsung saja aku menelpon Alya.
"Maksud lo apa, Al?"
"Gue dapat kabar dari adik sepupunya Dimas. Katanya Dimas di Amerika lagi sakit, Ra."
"Sakit apa, Al?"
"Gak tau jelasnya. Udah sebulan ini dia dirawat dan nyokapnya cerita kalo dia menyesal udah memaksa Dimas study ke sana." jeda sejenak dari Alya. Terdengar helaan nafasnya. "Dan yang bikin gue kaget adalah ... kata adik sepupunya Dimas itu, nyokapnya Dimas bilang kalau mereka terpaksa mengirim Dimas 'ke luar' karena intimidasi oleh orang lain."
"Maksudnya, Al?" aku benar-benar belum mengerti. Ada masalah apa sebenarnya yang terjadi dengan Dimas.
"Orang suruhan keluarga Maheswara yang menekan dan membayar orang tua Dimas, supaya Dimas dikirim ke Amerika."
HAH?
Apa maksudnya itu?
"Elo sepikiran kan sama gue, Juleha?"
Aku faham maksud Alya. Tapi apa mungkin seperti itu? Apa aku tidak terlalu berkhayal bila aku memikirkan itu?
"Nggak mungkin karena gue, kan, Al?! Mana mungkin ya, nggak? Bisa aja karna faktor lain. Persaingan bisnis, atau karena orang tua Dimas bergesekan dengan keluarga Maheswara ya, 'kan?!"
"Hm, gak tau juga deh, Ra ... Tapi entah kenapa gue merasa kalo ini ada hubungannya sama lo ...."
"Jangan nakutin gue, Al. Lagian apa nggak berlebihan kalo kita merasa ini semua karena gue?"
"Yah ... siapa yang tau, Ra!"
"Lagian yang penting saat ini tuh Dimas. Gimana keadaan Dimas sekarang? Coba lo cari tau lagi, Al, Dimas sakit apa?"
"Iye-iye ... Nanti gue telurusuri lagi fakta-faktanya."
"Ya udah."
Setelah menyudahi percakapan dengan Alya, aku memikirkan lagi apa yang terjadi dengan Dimas. Aku penasaran apa Reiki ada hubungannya? Aku yakin sebagai keluarga Maheswara, tentunya om Mandala, tante Widia, dan termasuk Reiki pasti tau ini semua. Hanya saja yang tak aku ketahui adalah alasannya. Apa mungkin orang tua Dimas mengetahui sesuatu tentang keluarga Maheswara? Seperti kecurangan, atau mungkin korupsi? Atau mungkin orang tua Dimas tak sengaja menjadi saksi atas suatu kejahatan? Ah ... Otakku terlalu berhayal seperti drama.
Dari pada penasaran, bukankah lebih baik kalau aku bertanya langsung kepada orangnya?
Aku tidak berniat mencari Reiki ke kamarnya, atau menelponnya. Aku hanya akan mengirim chat saja. Oke, aku rasa ini benar.
Mas Rei tau seuatu tentang Dimas?
Cukup lama aku menunggu Reiki membalas pesanku. Setengah jam hingga aku merasa kantuk yang amat sangat, barulah ponselku memberikan nada suara pesan masuk.
Tidak ada seorang pun pengganggu yang ada di sekitarmu, honey.
...~••••~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Aroha💜
gila klo bkin novel..suka bkin ketagihan baca..
2020-12-29
1
NH
obsesi
2020-11-08
2
Nia Setya
ngena banget kak ceritanya
2020-10-27
1