Aku menjatuhkan ponselku tanpa sadar setelah menutup telepon dari Alya baru saja.
Dimas meninggal dunia.
Aku merasakan ketakutan yang teramat sangat. Sejak kemarin malam Reiki tak dapat kutemui ataupun kuhubungi ponselnya. Aku berharap dia dapat menjelaskan padaku mengenai Dimas. Dan baru saja Alya memberitahuku bahwa Dimas meninggal dunia.
Ini apa-apaan?
Dimas yang baik hati itu, Dimas yang sangat peduli dengan anak-anak jalanan dan rela berbagi.
Kenapa Dimas pergi?
Apa yang terjadi pada Dimas?
Alya hanya mengetahui kabar bahwa Dimas mendapat serangan jantung. Benarkah? Selama ini baik aku ataupun Alya tidak tidak pernah mengetahui perihal sakitnya Dimas. Lalu mengapa sekarang Dimas malah meninggal dunia?
Aku memegang erat dadaku. Ada perasaan sesak bercampur takut memenuhi kepalaku. Jangan sampai kematian Dimas adalah karena diriku. Aku takut bila itu benar, berdasar pada pesan yang dikirim oleh Reiki malam itu dua hari yang lalu.
Air mataku tak dapat kubendung. Aku sesenggukan di sudut kamarku. Tak tahu harus berbuat apa, aku malah menangis meraung mengingat lagi sosok Dimas yang pernah hadir dalam hidupku. Dimas yang baik hati. Dimas yang ramah dan murah hati.
Aku bersalah bila apa yang Reiki bilang itu benar, maka akulah penyebab kematian Dimas.
Tapi,
Memangnya Reiki melakukan apa sampai Dimas harus tiada?
Apa yang pria itu lakukan pada laki-laki sebaik Dimas?
Apa salah Dimas? Bukankah aku sudah menolaknya? Bukankah aku tak ada hubungan apapun dengan Dimas?
Apa yang sudah Reiki perbuat?
...°°°...
Hampir dua bulan lamanya semenjak kematian Dimas yang jauh di negeri orang, aku menjalani hari-hari dengan sendu. Aku tak seceria biasanya, dan aku lebih sensitif. Setiap aku mendengar nama Reiki disebut oleh Om Mandala atau Tante Wid, maka aku langsung berhenti di tempat. Sejuta pertanyaan ingin ku teriakkan pada pria itu. Tapi Reiki seakan ditelan bumi. Dia tidak pulang sama sekali. Pernah satu kali kutanyakan juga pada Tante Wid karena saking penasarannya, tapi Tante Wid hanya menjawab bahwa Reiki sedang sibuk. Hanya itu.
Keadaan Reiki yang tanpa kabar malah membuatku merasa kalau ini adalah kesempatanku untuk bisa keluar dari rumah ini. Karena apabila pria itu ada, sudah pasti hal itu mustahil terjadi.
Perdebatan alot pun terjadi antara aku dengan Om Mandala dan Tante Wid yang tidak menyetujui keputusanku. Aku ingin mandiri tentu saja. Keberatan mereka pun akhirnya kalah oleh bermacam alasan kuat dari grandma yang seolah berada di pihakku. Padahal kutahu kalau grandma memang tidak menyukai keberadaanku di rumah itu.
Pada akhirnya mereka semua menerima keputusanku untuk keluar dari rumah itu, tentu dengan catatan bahwa aku tidak boleh sungkan untuk selalu meminta bantuan kepada mereka.
--
"Asiklah kita jadi bertiga terus kayak dulu," kata Alya setelah dua hari aku ngekos bersamanya. Kami tiduran santai di kasur malam ini.
"Jomblo sejati." sahut Radit yang sedang mengunyah kacang di depan televisi.
"Lo juga jomblo, Kutil kuda!" balas Alya.
"Gue pengen kita bertiga selalu bareng-bareng. Bahkan wisuda bareng."
"Kita kan harus selalu bertiga poreper, Raj."
"Kayak ban bajaj!" celetuk Radit lagi. Dia mendapat lemparan bantal dari Alya tapi dia biasa saja, tetap fokus pada berita politik di tv. Itu memang sudah biasa.
"Orang tua lo batal lagi pulangnya?"
Aku mengangguk. "Ya gitu. Bokap lagi ngedrop. Udah dua hari nggak kerja. Kata nyokap sih nggak apa-apa, cuma kelelahan. Nanti begitu sehat, bakal langsung terbang kesini."
"Bokap lo emang pekerja keras sejati sih!"
"Iya. Gue pengen cepat-cepat wisuda trus cari kerja biar bisa bantuin bokap memperbaiki hidup kami."
"Hidup lo udah baik, kali ah."
"Iya sih, alhamdulillah. Ya intinya gue harus bisa jadi anak yang dapat diandalkan."
"Dengerin tuh, Al," sela Radit.
"Busyet dah lo berisik banget. Nonton tv tuh pake mata, bukan pake mulut!" sembur Alya pada Radit.
Aku tertawa pelan. Aku juga ingin kami begini selamanya. Sejak sekolah putih Abu kami sudah bersama, bahkan sampai wisuda nanti pun maunya akan bersama-sama. Aku merasanya kalau kami itu kembar tiga. Sudah terlalu banyak suka duka yang kami lewati bertiga. Pahit manisnya masa remaja dan dewasa. Dan aku tidak ingin kehilangan mereka yang sudah kuanggap lebih dari sahabat. Mereka saudaraku ... selamanya.
"Waikiki belum ada kabar?" Alya selalu kepo kapan Reiki bakal pulang. "Untung lo belum ditanam benih ya sama dia, jadi lo belum rugi apa-apa waktu dia jadi bang toyib begini."
Aku berdecak. "Jangan sebut nama dia kenapa sih, Al. Serem. Takut tiba-tiba muncul kayak jelangkung."
"Berarti lo kangen dong?" Alya menggerak-gerakkan kedua alisnya menggodaku.
"Nggak."
"Gak usah ngegas kali!"
"Biasa aja tuh!"
Iya. Aku. Kangen. Dia. Payah kan?! Aku berbohong pada mereka supaya mereka tidak khawatir. Aku juga berusaha mengubur rindu ini perlahan agar supaya lenyap dan hilang tak berbekas. Tidak ada patah hati jilid 2, yang ada hanya bagian dari cerita singkat saatku menjadi cinderella.
Cerita kematian Dimas waktu itu hanya sebatas itu saja info yang kami dengar. Bahwa Dimas sakit. Tak ada penjelasan lebih lanjut mengenai rumor dugaan tekanan dari keluarga Maheswara. Tapi yang pasti, sampai mati aku akan penasaran tentang apa yang Reiki lakukan pada Dimas, terlepas dari perasaan rinduku pada pria itu. Aku merasa kalau sedikit banyak Reiki ada hubungannya dengan Dimas.
"Udah ikhlasin Dimas kan?! Kayaknya nggak mungkin dia ada hubungannya sama Reiki." ucap Alya lagi.
Radit menginterupsi, "Al, kita udah janji buat nggak bahas masalah Dimas lagi kan?!"
"Iya-iya ... sorry."
Radit tidak ingin aku jadi kepikiran dan merasa sedih lagi. Aku tahu itu. Makanya sejak itu kami berjanji untuk tidak membahas masalah Dimas. Semua adalah takdir. Dan kami, atau lebih tepatnya aku, harus menerima dengan ikhlas.
"Mau kemana?" tanyaku pada Alya yang sudah bangkit dari tempat tidur dan berjalan mengambil kunci motor.
Radit pun menoleh mengikuti pergerakan Alya.
"Mau bayar pulsa. Barusan gue abis pesan pulsa di Mas Agus."
"Yaela deket ini, Al. Ngapain pake motor?" Radit berjalan menghampiri kasur dan duduk di dekatku.
"Suka-suka gue. Motor gue. Kaki gue. Betis gue. Kalo betis gue gede, lo mau tanggung jawab?"
"Nggak."
Alya hanya mendelik dan segera pergi keluar dari kosan. Tinggallah aku berdua radit yang bersantai di kasur Alya. Sudah biasa ini sih, jadi baik aku maupun Radit gak ada yang merasa risih.
"Cari pacar sana!" ucap Radit tiba-tiba. Dia ikut berbaring di dekatku. Kami sudah biasa seperti ini, tanpa main hati. "Nggak usah baperin si Om."
Aku tersenyun tipis. "Nggak baper tuh!"
Radit menghela nafas pelan. "Gue kenal lo udah lama, Ra. Gue tau lo sudah mulai tertarik sama dia." Aku belum ingin menyahut, hingga Radit menoleh ke wajahku yang memang sudah dekat dengan wajahnya. "Tapi, terlalu banyak rintangannya kalo lo tetap maksain–"
"Jangan sok jadi abang deh!" potongku dengan nada sok jutek.
"Gue emang seorang abang ya, karena gue lebih tua lima bulan dari lo."
"Iya iya ... gue ngerti kok."
"Ngerti apanya?"
Aku mencubit pipinya dengan sedikit keras. "Ngerti apapun yang lo maksud, Dit."
"Nggak pake cubit kali." dia mengelus pipinya yang baru saja kutanamkan kukuku.
"Pipi lo kan enak buat dicubit."
"Nggak kebalik?"
"Ha?"
Radit balas mencubit pipiku dengan keras hingga aku berteriak. "Sakit, gila!"
Dia tertawa keras, dan aku malah balas cubit bertubi-tubi di perutnya hingga dia kesakitan.
"Ampun, Raju! Ampun!"
"Bodo. Lo jahat ya!"
Saat aku dan Radit asik bercanda, tiba-tiba pintu kosan terbuka dengan kerasnya.
BRAKKK!!
Aku dan Radit sontak menoleh, tanpa repot-repot bangun. Karena dalam bayangan kami tentu saja itu Alya yang baru pulang.
Tapi nyatanya ...
Itu Reiki.
God.
Dengan wajah yang kaku dan mata yang menyorot tajam karena kilatan amarah, dia melangkah lebar dan menghampiri Radit. Pria itu menyeret Radit dan memukulnya bertubi-tubi tanpa ampun.
Kontan aku bangkit dan menjerit. Rasanya dadaku berdebar keras, dan tubuhku terasa panas. Sialnya, kakiku terasa kelu.
"Berhenti!" teriakku yang tak ada artinya. Karena Reiki terus saja memukul Radit.
Pukulan itu terlalu banyak.
Ini tidak seimbang. Karena kulihat Radit tak dapat berkutik disaat Reiki yang terlalu kuat. Wajah Radit sudah terlalu penuh darah, dan aku makin takut hingga tak terasa air mataku sudah mengalir.
Aku sesenggukan tak berdaya. Rasanya aku hampir pingsan saat Alya masuk dengan dua orang tetangga laki-laki yang langsung menarik Reiki dari Radit.
"JANGAN SENTUH CEWEK GUE!" seru Reiki sekuat tenaga.
Dengan tertatih akhirnya aku berhasil menuruni tempat tidur dan langsung menuju Alya di lantai yang saat ini sudah memangku Radit yang tak berdaya. Alya menangis, aku lebih menangis lagi.
"Radiiiitt ... Banguuuunn ...." Alya histeris.
Aku menepuk-nepuk pipi Radit yang berlumuran darah. "Ra-dit ... bangun ... hiks ...." aku menangis tak kalah pilunya dari Alya. Kami menangisi abang kami.
Kudengar tetangga yang ada disitu menyuruh kami untuk membawa Radit ke rumah sakit. Tapi aku dan Alya terlalu syok hingga tak mampu bergerak atau berfikir sehat.
Saat itu aku merasakan sebuah tarikan pada lenganku. Tarikan itu begitu kuat hingga menyeretku pergi keluar dari kosan.
Reiki yang sekuat tenaga mempertahankan cekalan tangannya padaku, karena aku berupaya sekuat tenaga juga untuk melepaskan diri.
Ini apa-apaan?
Pria itu mau membunuh Radit! Raditku dan Alya.
Dan sekarang dia seenaknya malah menyeretku pergi tanpa peduli dengan keadaan Radit.
"Lepaaaaaaaaassssss!" jeritku sekuat tenaga saat tubuhku hampir saja dimasukkannya ke dalam mobilnya. "Tolongin Radit ... hiks ... ke rumah sakit ... hiks ... tolooong ...."
Aku berlutut di depannya. Memandangnya dengan air mata yang mengalir deras dan sesenggukan.
Tangannya tak juga melepaskan cekalannya pada tanganku. Matanyapun masih menyorot setajam tadi.
"Beraninya kamu berkhianat?" suaranya dingin dan tajam, setajam matanya yang menatapku marah.
apa?
Ini tentang apa sebenarnya?
Kenapa aku harus berkhianat?
Memangnya aku berkhianat apa?
...•••...
...Yak! Reiki is back!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Hafiz Ghany
makanya jangan sebut nama Reiki😚
lgsg Dateng kn orang nya😩😩😩
2022-01-10
0
Gechabella
knpa coba..dateng2 maen antem aja kayak preman...tau dari mna zura ma radit ber2 an...pa jangan2 alya y
2021-07-05
0
erna sutiyana
zura ny lemah
2021-01-14
1