...Happy reading!...
Pandanganku ke arah luar kaca, tepatnya ke langit yang sekarang warna birunya memudar. Mungkin tak lama lagi hujan akan turun. Ah, aku sudah tak sabar agar taksi yang sedang ku naiki ini segera sampai di tujuan. Aku ingin menghempaskan tubuhku pada ranjang yang empuk dan selimut yang hangat. Tidak, aku tidak berniat untuk tidur. Aku hanya akan bergelung di bawah selimut sambil memandang hujan di balik jendela kamarku.
Ya, kamar yang akan menjadi milikku nanti. Entah seperti apa rasanya dengan kamar baruku itu, aku tak peduli. Aku hanya akan menjalani apa yang harus ku jalani.
Perjalananku telah selesai. Setelah mengantar kedua orang tuaku ke bandara, kini taksi yang ku naiki telah tiba pada sebuah alamat. Oh kupikir ini alamat yang salah, karena aku tak pernah menduga kalau rumah yang berada di hadapanku ini adalah rumah yang sangat mewah. Rumah besar seperti istana. Well ... aku memang belum pernah lihat istana seperti yang ada di dalam dongeng, tapi rumah di hadapanku kini adalah rumah orang yang terlalu kaya.
Setelah menarik nafas beberapa kali, aku memberanikan diri untuk menekan bel yang berada di depan gerbangnya.
Cukup satu kali tekan, ada suara dari celah di bawah tombol bel yang kutekan tadi.
"Siapa?" suara itu terdengar.
"Aku Azzura. Aku mau ketemu tante Widia," jawabku langsung.
Seketika pintu gerbang yang ukurannya lebih kecil terbuka. Seorang yang ku perkirakan keamanan di rumah itu dengan ramhnya mempersilahkanku untuk memasuki rumah. Dia bilang kalau aku sudah ditunggu nyonya Widia sedari tadi.
Oh semoga Tante Widia itu orang yang ramah, baik, dan penyayang seperti mama. Aku harap begitu. Karena kalau tidak, aku akan kabur saja dari rumah ini.
Berjalan memasuki rumah, aku sempat terpana pada taman yang ada di halaman depan. Indah sekali. Ini rumah terlihat nyaman banget. Semoga dalam waktu satu tahun ini aku akan betah di sini. Merasakan menjadi orang kaya dalam setahun, membuat bibirku tersungging senyum geli. Aih ... betapa beruntungnya hidupku kali ini.
Ah ya ... see?
Seorang pelayan wanita berseragam menyambutku di depan pintu. Apa mereka keluarga pejabat? Menteri? Atau konglomerat? Ish, teman mama kali ini patut untuk ku acungi jempol.
Yap, selama mama menemani papa yang dipindah tugas bekerja di Jepang, mama menitipkanku pada seorang sahabatnya. Katanya, mereka sahabat lama yang baru bertemu lagi. Lalu kenapa dengan mudahnya mama menitipkanku pada seorang teman yang sudah lama tidak dia jumpai? Aku terlalu lelah untuk berdebat dengan mama papa. Aku tidak punya sekutu. Aku anak tunggal. Dan di usiaku yang sudah 21 tahun aku merasa kalau aku akan baik-baik saja bila aku harus nge-kos dan hidup sendiri. Tapi mama papa tidak bisa didebat. Ish!
Keluargaku bukan keluarga yang kaya raya. Aku bersyukur, karena mama papa dapat memberiku kecukupan. Sejak papa bekerja di perusahaan MHR corp. kehidupan kami terbilang cukup baik. Walau tidak bisa dikatakan melimpah, tapi kami merasa cukup. Makanya saat perusahaan mengirim papa untuk bekerja di cabang yang berada di Jepang selama setahun, papa tak menolak sedikitpun. Dan mama dengan setia menemaninya. Ku pikir tak apa, mungkin dengan papa rajin bekerja maka hidup kami akan lebih sejahtera lagi.
...----------------...
Widia Latifah Maheswara. Seorang wanita yang katanya seumuruan dengan mama, tapi begitu aku melihat langsung ternyata ... wow! Dia cantik banget di usianya yang sudah seumuran mama. Bukan berarti mamaku tidak cantik, hanya saja cantiknya wanita ini nampak berkelas, anggun dan bukan dari golongan biasa-biasa saja seperti mamaku, apalagi rakyat jelata.
Wanita cantik itu tidak perlu dijabarinlah ya, sempurna deh pokoknya. Namun yang paling membuatku senang adalah dia wanita yang sangat ramah dan hangat. Sykurlah, aku merasa tante Widia baik seperti mama. Dia menyambutku dengan penuh senyum dan kehangatan seorang ibu. Dapat ku katakan kalau mama tidak salah menitipkanku padanya.
"Kamu cantik banget, sayang. Persis mirip Nadhifa waktu masih muda dulu," kata tante Widia sambil membelai rambutku. Nampak binar bahagia saat dia melihatku. Lagi-lagi aku bersyukur akan hal itu.
"Hehe ... 'kan aku anaknya, Tan!"
"Iya ya. Eh, kamu boleh loh panggil Tante tuh dengan 'Mama'. Tante, 'kan jadi merasa punya anak perempuan lagi."
"Ah, Tante," elakku sungkan. "Eh, memangnya Tante punya anak perempuan juga?"
"Anak Tante ada dua, laki-laki dan perempuan. Yang perempuan seumuran kamu tapi sudah menikah tiga bulan lalu. Dan sejak itu dia ikut dengan suaminya menetap di Amerika."
Aku hanya mengangguk saja. Aku tak menyangka, cewek seumuranku yang hidupnya nampak mewah malah sudah menikah.
"Masih muda sudah menikah aja ya, Tan?" tanyaku penasaran juga. Jangan-jangan dijodohin lagi?
"Ya gitu anak zaman sekarang. Jatuh cinta dan gak mau berpisah. Jadi ceritanya, Dion pacarnya yang sekarang sudah sah menjadi suaminya itu akan bekerja di New york, dan Helena anak Tante ingin ikut pacarnya itu. Mereka gak mau Ldr-an. Tapi mana mungkin, 'kan Papa Helena membiarkan anak gadisnya tinggal sendiri di negeri asing dengan seorang laki-laki yang hanya berstatus pacar. Dan pastinya Tante juga gak akan mungkin membiarkannya. Maka pada akhirnya Papa Helena mengajukan syarat pernikahan bila mereka memang ingin bersama. Dan yah ... terjadilah pernikahan itu tiga bulan yang lalu," terang Tante Widia.
"Wow ... nikah muda!" ujarku dengan senyuman.
"Iya. Makanya, begitu melihat kamu tadi, Tante merasa seperti ada Helena lagi di sini." Tante Widia tak henti-hentinya merekahkan senyum. Jemarinya membelai punggung tanganku pelan. "Kamu berminat nikah muda juga?"
Aku terkejut. "Mana ada, Tan. Aku gak akan kepikiran itu sampai–"
"Sampai?"
"Ya sampai ketemu jodoh nanti. Nanti loh, Tan. Nggak dalam empat atau lima tahun ini."
"Loh kenapa? Siapa tahu jodoh kamu datangnya besok, 'kan?!"
Aku hanya mengendikkan bahu sambil tersenyum malu. Masa aku harus jujur kalau aku kurang berminat dengan jatuh cinta sekarang ini. Lebih tepatnya sih, belum ada niatan untuk benar-benar mencari jodoh. Ayolah, baru dua puluh satu tahun. Masa sudah harus memikirkan jodoh? Kuliah saja belum beres. Jangan dululah masalah rumah tangga datang.
Tapi seharusnya aku tidak boleh mendahului takdir, bukan?
***
Alarm ponselku membangunkanku di pagi hari yang terasa seperti mimpi. Ahhh ... aku menggeliat manja. Rasanya terlalu enggan untuk turun dari dekapan selimut yang sangat nyaman ini. Kamar yang Tante Widia sediakan untukku benar-benar sempurna. Sekarang aku bersyukur pada mama papa yang telah memberikanku kesempatan untuk menjadi seolah seorang putri raja selama setahun di istana ini.
Uuhh ... nyamannya ....
Ayo bangun, Zura.
Ah ya ... Aku harus bangun dan bersiap kuliah. Ada mata kuliah di pagi hari yang membuatku harus meninggalkan istana untuk sementara. Selain itu aku mesti bergegas sebelum ketinggalan berkenalan dengan Om Mandala Darmawan Maheswara di meja makan. Masa aku menumpang di rumah orang tapi yang punya rumahnya malah belum mengenalku? 'Kan malu.
Langsung saja aku bangkit untuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Hingga dua puluh menit kemudian aku sudah mengusap bedak tipis di wajah dan memakai lipgloss tipis. Aku tidak suka make up, tentu saja. Tapi berhubung aku sedang menjadi tamu di rumah orang lain, maka tidak ada salahnya aku memberikan tampilan yang sedikit menyegarkan di pagi hari, 'kan?!
Setelah menyangkutkan ranselku di sebelah bahu, aku keluar kamar. Aku berjalan pelan menuju tangga saat aku berpapasan dengan seseorang.
Pria tampan yang keren, matang, dan berwibawa. Auranya benar-benar luar biasa. Hingga aku merinding entah mengapa.
Saat itu, kenapa mata kami malah bertemu? Dia sedang mengancingkan tangan kemeja panjangnya.
Singkat saja. Tap!
Untung saja. Tapi, ternyata dia berlalu begitu saja berjalan ke arah berlawanan denganku. Padahal baru saja aku hendak melemparkan senyuman tipis pada pria itu, bermaksud untuk ramah. Karena sudah seharusnya aku bersikap sopan kepada siapa saja yang ada di rumah ini. Tahu diri, istilahnya. Tapi sepertinya dia sedang buru-buru menuju ruangan lain yang berarah sama dengan kamarku.
"Pa, ini loh Azzura," kata tante Widia yang mengenalkanku kepada om Mandala. Karena semalam aku tidak tau pukul berapa pria itu pulang, jadi aku tidak sempat bertemu dengannya untuk menyapanya. Tante Widia bilang kalau suaminya itu sedang banyak pekerjaan akhir-akhir ini.
Ku lirik wajah om Mandala itu ternyata tampan dan gentle banget. Laki banget deh. Bukan berarti papaku tidak gentle, hanya saja aura om Mandala kuat sekali. Seperti pria di lantai dua tadi juga. Mungkin begitu kali ya auranya orang-orang kaya.
Tapi tunggu,
Kenapa wajah om Mandala ini terlihat mirip dengan pria yang ku lihat tadi di depan kamarku?
Apa jangan-jangan itu adiknya?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Hafiz Ghany
kembali ku baca nd lagi.......
2022-01-04
0
Aya Shopia
lanjut kk july
2020-10-16
1