fourteen

Selamat membaca!

Aku duduk di sudut, di lantai, sambil menunggu dokter yang sedang menangani Radit di ruang gawat darurat. Aku memeluk kedua lututku dengan air mata yang terus meleleh tanpa kuingin mengusapnya. Ada Alya yang mondar-mandir dengan tidak sabar. Tangisannya masih bersisa sesenggukan yang tiada henti.

Tadi, setelah aku memohon, dua orang tetangga kosan dan Alya juga ikut memohon, akhirnya Reiki mau juga membawa Radit ke rumah sakit dengan mobilnya. Karena di kosanku tak ada mobil lain selain mobil Reiki.

Perkataannya yang menyebutku berkhianat masih terngiang di kepalaku. Namun keadaan Radit lebih mengkhawatirkanku.

Setelah tiba di rumah sakit, kami sibuk mengurusi Radit yang sangat membutuhkan pertolongan. Namun Reiki pergi begitu saja. Dia hanya mengirimiku chat singkat bahwa urusan kami belum selesai. Dan aku mengabaikannya, tidak peduli.

Hanya Radit yang memenuhi perasaanku saat ini.

Setelah penantian yang terasa lama, akhirnya seorang dokter keluar dari ruang gawat darurat yang menangani Radit dan langsung dicecar pertanyaan oleh Alya. Aku hanya sanggup menonton dari tempatku. Rasanya tubuhku terlalu lemas untuk sekedar bangkit.

"Gimana keadaan teman saya, Dok?" tanya Alya sambil menahan isaknya.

"Sekarang ini sudah kami tangani tapi pasien masih belum sadar," kata dokter seraya melangkahkan kaki. "Sabar ya, Mbak. Kami akan tinjau lebih lanjut keadaannya."

Alya mengangguk pelan dan menangis lagi. Begitupun dengan diriku yang terisak di pojokan. Ini sungguh menyakitkan. Radit adalah bagian dari aku dan Alya. Kami tiga serangkai sejak masa sekolah dulu, sejak remaja. Aku jadi teringat candaan singkatku tadi yang malah membawa petaka untuknya.

Aku merutuki diriku sendiri.

Tak lama Radit sudah dipindahkan ke ruang rawat, sedangkan kami belum boleh menemuinya, kata suster. Maka aku dan Alya saling diam duduk di bersisian di kursi tunggu.

Selama beberapa puluh menit dalam kebisuan, akhirnya Alya mulai buka suara. Sejak tadi aku memang tidak ingin mengatakan apa-apa. Rasanya dosaku saat ini terlalu besar. "Lo apain Radit, Ra?" tanyanya pelan tapi cukup aku dengar dengan jelas.

"Maafin gue, Al ... Hiks," aku menangis lagi sambil menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku.

Ku rasakan Alya memelukku erat dan membawaku kedalam dekapannya. Diapun menangis lagi. Kami terisak bersama.

"Bukan salah lo, Raju ... Gue tau bukan salah lo ..."

Tangisku semakin kencang saja.

Alya menepuk-nepuk punggungku pelan. Dia yang kemudian menghentikan tangisan lebih dulu. "Udah, udah, lo buang ingus di baju gue kan jadinya. Jorok, elah."

Aku menarik kepalaku dan menerima tissu yang Alya sodorkan. Lalu aku mulai mengelap wajahku, dan masih dengan sesenggukan.

"Untung gue udah pindah dari sana ya ..." kataku pelan. Mengingat bagaimana rasa sesalku andai masih tinggal di rumah keluarga Maheswara.

"Seram banget tuh orang!"

"Gila dia ..."

"Emang lo lagi ngapain sama Radit sampe si Reiki segitu emosinya?" tanya Alya hati-hati.

Aku menoleh dan menggeleng. "Ngapain emangnya? Cuma bercanda, Al. Kita bertiga kan emang sedekat itu ya kan?! Emang kita suka bercanda kayak sodara ... apa salah?"

Alya tersenyum kecil. "Berarti salah gue karena nggak ada di TKP."

"Ha?"

"Ya kalau ada gue kan, si Reiki nggak akan salah paham. Ya, nggak?! Berarti itu orang yang cemburu butanya kelewat parah."

Aku menghela nafas. Cemburu apa kok sampai seperti itu? Aku semakin ingin menjauh dari siapapun anggota keluarga Maheswara . Sungguh, aku ingin segera berlari kepelukan kedua orang tuaku dan kami hidup jauh-jauh dari sini. Tentu saja, pengecualian untuk Radit dan Alya. Mereka adalah paketan dalam hidupku.

Setelah diam sejenak aku berucap dengan perih, "Gue udah bikin Radit menderita, Al ... Radit pantas buat marah dan salahin gue."

"Ssssttt ..." Alya mengelus punggungku. "Kita kenal Radit lama, Ra. Udah pasti dia nggak akan nyalahin lo." gadis itu seperti baru teringat sesuatu. "Eh tadi tetangga kosan gue mau lapor polisi,"

"Trus?" aku terkejut. Tapi aku harap mereka benar melaporkan pria jahat itu ke polisi. Reiki yang jahat.

"Gue larang."

"Kok?"

"Gue yakin Reiki dan keluarganya pasti nggak semudah itu dipidana'in, kan?! Kita cuma rakyat jelata, Ra ... kita pasti kalah."

Benar juga.

Ahhh ... Keluarga Maheswara itu terlalu besar, berkuasa, dan berpengaruh.

Alya benar, kami memang bukan apa-apa bila mengkasuskan kejadian ini. Tapi dengan keadaan Radit yang seperti ini malah membuatku jadi membenci Reiki. Pria jahat itu ...

Aku benci padanya.

**

 

Aku baru saja kembali dari toilet saat menemukan Reiki sudah berdiri sambil memasukkan kedua tangannya di saku celananya. Dia bersandar di dinding yang menghadap ke ruangan tempat Radit mendapatkan perawatan.

Aku bimbang, haruskah aku kembali ke toilet agar terhindar darinya? ataukah aku langsung menerobos ke ruangan Radit saja? Yang penting aku tidak ingin bertemu Reiki saat ini, apapun alasannya.

Akhirnya aku memilih opsi kedua, aku langsung berjalan ke arah pintu ruangan tanpa menoleh sedikitpun kepadanya. Tapi belum saja mencapai pintu, kurasakan lenganku ditahan dengan kuat oleh seseorang. Siapa lagi? sudah pasti Reiki.

"Azzura, tunggu! Kita perlu bicara." ucapnya tegas.

Aku berusaha melepaskan cekalan tangannya walau ku tahu itu pasti tidak berguna. "Nggak! Gak ada yang perlu dibicarakan."

"Harus. Kita harus bicara."

"Aku gak mau."

Tau-tau dia sudah menyeretku seenaknya menjauh dari ruangan Radit. Walaupun aku memukul-mukul tangannya supaya lepas dari tanganku, tapi dia tetap bergeming. Aku tahu, melawannya pasti selalu berakhir dengan percuma. Alias aku kalah.

Aku malas untuk mengeluarkan suara. Selain tidak ingin menarik perhatian orang-orang yang sedang berada di rumah sakit, aku juga amat sangat dendam dengan pria yang sedang menyeretku sekarang.

Dia membawaku ke kantin rumah sakit. Setelah memaksa tubuhku untuk duduk di salah satu kursi, tangannya masih saja tidak melepaskanku. Dia pasti tidak ingin aku kabur tentu saja.

Aku membuang muka. Muak melihat wajah tampannya yang jahat. Aku ingin segera kembali ke lantai tiga tempat dimana Radit berada.

"Tatap aku, Sayang." ucapnya pelan namun tegas.

Aku tidak menurutinya.

"Tatap aku, atau kamu aku cium di sini." ancamannya berhasil membuatku menoleh padanya.

Dia yang salah, tapi dia yang lebih galak.

Aku menatapnya dengan benci. Serius, aku sangat benci padanya sekarang.

"Jangan tatap aku seperti itu, aku tidak suka."

Tatapanku tidak berubah hingga dia mengecup pipiku sekejap. Refleks aku menoleh kanan kiri pada orang-orang yang sedang berada di kantin. Aku khawatir tindakan pria itu barusan dilihat oleh orang lain.

Itu membuatku semakin kesal saja. Kenapa pria ini selalu memaksakan kehendaknya padaku? Bahkan hanya tatapanku saja dia yang mengaturnya. Ini mataku! Hello ...

"Katanya mau bicara? Cepetan! Aku harus menemani Radit." ucapku tak sabar. Lebih tepatnya aku sedang menahan emosi.

"Dia masih lebih penting dari pada aku?" tanyanya dengan nada tidak suka.

Ya Tuhan.

Ini manusia macam apa sih?

Sudah jelas-jelas dia bersalah telah melukai Radit, ralat- hampir membunuh Radit, tapi dia masih memikirkan dirinya.

Sekarang aku menatapnya sengit. Masa bodo. "Mas Rei gak merasa bersalah hah? Mas Rei hampir membunuh Radit dan Mas Rei masih tidak suka kalau aku memikirkan Radit?"

Dia hanya diam menatapku.

"Mas bilang aku berkhianat?" lanjutku. "Padahal aku sama Radit sudah seperti saudara sejak sekolah dulu. Kami biasa bercanda seperti itu, karena memang tidak ada perasaan apa-apa. Tapi kenapa–"

Aku menyentak tanganku yang akhirnya terlepas juga. Aku mengusap wajahku supaya aku tidak menangis lagi. Dan aku menunduk menatap meja.

Dia mengecup keningku singkat sambil berbisik, "Sorry ... aku hanya marah karena kalian terlalu intim. Dan aku tidak suka itu."

Hanya marah katanya?

Hanya marah dan hampir membunuh?

Gila.

Aku menatapnya lagi dengan tajam.

"Jangan heran, aku mendapat info dari orangku kalau kamu dan temanmu itu hanya berdua di dalam kosan." katanya lagi tanpa rasa bersalah.

Jadi dia memata-mataiku?

Kufikir dia hilang ditelan bumi tapi rupanya dia malah selalu mengintaiku dari jauh?

Makin gila.

"Aku hanya lepas kendali sedikit karena emosi, dan aku sudah dijelaskan juga tadi oleh Alya mengenai hubungan kalian bertiga. Aku pastikan kalau kakakmu itu akan sembuh seperti sedia kala."

Aku menggebrak meja.

Dengan entengnya dia mengatakan itu semua tanpa rasa penyesalan?

Dia bilang hanya lepas kendali sedikit padahal Radit hampir mati?

Aku.benci.Reiki.

Tanganku ditahannya lagi saat aku hendak pergi dari tempat itu. "Mau kemana, Sayang?"

"Aku 'harus' menemani Radit."

"Tidak perlu. Tadi ibunya sudah datang."

"Apa?" oh Tuhan ... bahkan Tante Vera sudah datang. Dia pasti sedih sekali melihat kondisi Radit sekarang. Aku harus menghiburnya juga.

Karena aku tahu Reiki pasti tidak akan melepaskan tanganku, maka satu langkah kuambil. Aku menggigit kuat sekali tangannya pria itu. Namun tak ada reaksi apapun darinya. Dia tidak berteriak ataupun bersuara. Wajahnya hanya datar seolah yang kulakukan hanyalah sebuah gigitan semut belaka. Tapi satu yang pasti, cekalannya di tanganku merenggang. Dan itu kumanfaatkan untuk melepaskan diri dan lari secepatnya untuk menjauhinya.

Setelah berhasil meninggalkan kantin rumah sakit, dan kupastikan dia tidak mengejarku, akhirnya aku bernafas lega di dalam lift yang akan membawaku ke lantai tiga. Aku hanya merasa harus segera menemui Tante Vera dan menjelaskan semua yang terjadi. Itu adalah tanggung jawabku.

Aku yang bersalah.

Ting.

Itu bukan suara lift terbuka, melainkan suara notif chat masuk ke dalam ponselku. Segera kurogoh saku jaketku dan melihat siapa yang mengirim chat padaku.

Sayang, kamu sudah berani melawan ya. Aku sudah tidak sabar untuk segera menghukummu. -Reiki-

...•••••...

Terpopuler

Comments

Ulfatun Nashihah

Ulfatun Nashihah

ihhh kesel sama sikapnya reiki, tapi aku syukaaaa ceritanya, next kaka

2020-11-01

1

Aya Shopia

Aya Shopia

aaaaaaaa akhirnyaaaa up juga kk....aku suka... next kk

2020-11-01

1

Virna Putri

Virna Putri

Mas Rei syereeemmm ih...ada bibit psyco apa ya????😨😨😨...makin penasaran kak...lanjut terus ya kak...🙏😍

2020-11-01

1

lihat semua
Episodes
1 blurb
2 Rumah Teman Mama.
3 Reiki
4 Aku Takut
5 Curhat
6 Seperti Sanchai
7 Duniaku
8 seven
9 Eight
10 Nine
11 Ten
12 eleven
13 Twelve
14 thirteen.
15 fourteen
16 Fiveteen
17 sixteen
18 seventeen
19 eighteen
20 Nineteen
21 Twenty.
22 Twenty one
23 Twenty two
24 Twenty Three
25 Twenty Four
26 Twenty Five
27 Twenty Six
28 Twenty Seven
29 Twenty Eight
30 Tweenty Nine
31 Thirty
32 Thirty One
33 Thirty Two
34 Thirty Three
35 Thirty Four
36 Thirty Five
37 Thirty Seven
38 Thirty Eight
39 Thirty Nine
40 Fourty
41 Fourty one
42 Fourty two
43 #Fourty three
44 #Fourty four
45 #Fourty Five
46 Fourty Six
47 #Fourty Seven
48 #Fourty Eight
49 Fourty Nine
50 Fifty
51 Fifty One
52 Fifty Two
53 Fifty three
54 Fifty Four
55 Fifty Five
56 Fifty Six
57 Fifty Seven
58 Fifty Eight
59 Fifty Nine
60 Sixty
61 Sixty One
62 Sixty Two
63 Sixty Three
64 Sixty Four
65 Sixty Five
66 sixty six
67 Sixty Seven
68 Sixty Eight
69 Sixty Nine
70 Seventy
71 Seventy One
72 Seventy two
73 Seventy three
74 Seventy Four
75 Seventy Five
76 Seventy six
77 Seventy Seven
78 Seventy Eight
79 Seventy Nine
80 Eighty
81 Eighty One
82 Eighty Two
83 Eighty Three
84 Eighty Four
85 Eighty Five
86 Eighty Six
87 Eighty Seven
88 Eighty Eight
89 Eighty Nine
90 Ninety
91 Ninety One
92 Ninety Two
93 Ninety Three
94 Epilog
Episodes

Updated 94 Episodes

1
blurb
2
Rumah Teman Mama.
3
Reiki
4
Aku Takut
5
Curhat
6
Seperti Sanchai
7
Duniaku
8
seven
9
Eight
10
Nine
11
Ten
12
eleven
13
Twelve
14
thirteen.
15
fourteen
16
Fiveteen
17
sixteen
18
seventeen
19
eighteen
20
Nineteen
21
Twenty.
22
Twenty one
23
Twenty two
24
Twenty Three
25
Twenty Four
26
Twenty Five
27
Twenty Six
28
Twenty Seven
29
Twenty Eight
30
Tweenty Nine
31
Thirty
32
Thirty One
33
Thirty Two
34
Thirty Three
35
Thirty Four
36
Thirty Five
37
Thirty Seven
38
Thirty Eight
39
Thirty Nine
40
Fourty
41
Fourty one
42
Fourty two
43
#Fourty three
44
#Fourty four
45
#Fourty Five
46
Fourty Six
47
#Fourty Seven
48
#Fourty Eight
49
Fourty Nine
50
Fifty
51
Fifty One
52
Fifty Two
53
Fifty three
54
Fifty Four
55
Fifty Five
56
Fifty Six
57
Fifty Seven
58
Fifty Eight
59
Fifty Nine
60
Sixty
61
Sixty One
62
Sixty Two
63
Sixty Three
64
Sixty Four
65
Sixty Five
66
sixty six
67
Sixty Seven
68
Sixty Eight
69
Sixty Nine
70
Seventy
71
Seventy One
72
Seventy two
73
Seventy three
74
Seventy Four
75
Seventy Five
76
Seventy six
77
Seventy Seven
78
Seventy Eight
79
Seventy Nine
80
Eighty
81
Eighty One
82
Eighty Two
83
Eighty Three
84
Eighty Four
85
Eighty Five
86
Eighty Six
87
Eighty Seven
88
Eighty Eight
89
Eighty Nine
90
Ninety
91
Ninety One
92
Ninety Two
93
Ninety Three
94
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!