Beberapa menit kemudian, kedua gadis kecil itu telah berhasil di tenangkan oleh ayah Ainsley Callista. Tangan Jacelyn pun telah di balit menggunakan kain dingin yang sejuk sehingga gadis kecil itu merasa cukup nyaman sekarang. Dengan lembut papa Ainsley Callista mengusap air mata di ujung mata Jacelyn menggunakan seujung kain jubah miliknya.
Saat ini, kedua gadis itu sedang meringkuk di kedua sisi pangkuan papa Ainsley Callista yang kini telah duduk di atas batu hukuman. Ainsley Callista meringkuk di sebelah kanan. Sedangkan, Jacelyn meringkuk di sebelah kiri.
Jacelyn merasa sangat terharu, saat ayah Ainsley Callista terlihat begitu mengkhawatirkan dirinya. Selama ini tidak pernah ada orang yang begitu mengkhawatirkan dirinya seperti yang di lakukan Papa temanya itu. Jacelyn terdiam sambil menahan malu karena semua perhatian yang di dapatkan olehnya dari Papa teman barunya itu. Namun, Jacelyn tidak menolak semua perhatian itu, justru Jacelyn merasa sangat nyaman dan ingin terus merasakan perhatian itu.
"Kalian berdua merupakan pasangan yang sangat buruk," ujar sang Ayah kepada kedua gadis yang berada di dalam dekapannya.
"Kalian berteriak lebih kencang dari terompet yang sedang di mainkan di sana." Sambil menunjuk terompet festival yang sedang di mainkan di tengah lapangan sana.
"Dan berlari berputar putar seperti sekor cacing yang sedang kepanasan."
Mendengar perkataan Ayah Ainsley Callista. Jacelyn mendongkrak kan wajah nya untuk melihat, apakah Ayah Ainsley Callista sedang marah atau tidak. Namun Jacelyn tidak menemukan jawaban apapun. Sebab, Suara lelaki itu terdengar kasar, namun di wajah nya tidak ada yang berkerut seperti orang yang sedang marah.
Sedangkan Ainsley Callista. Gadis itu malah terkikik saat mendengar apa yang di sampaikan oleh Ayah nya. Melihat hal itu, Jacelyn menyimpulkan jika Papa teman barunya itu pasti hanya bergurau saja.
"Lebah itu jelas membuat nya kesakitan, Papa." Kata Ainsley Callista.
"Aku juga berfikiran seperti itu," kata sang Ayah menyetujui perkataan Ainsley Callista. Sang Ayah berbalik menatap Jacelyn, yang ternyata sedang menatap dirinya. "Kau memang seorang gadis pemberani, karena telah menolong putri ku," pujinya. "Tapi, jika ada lain kali, cobalah untuk tidak menangkap lebah, oke."
Jacelyn mengangguk dengan patuh.
Lelaki itu menepuk lengan kecil Jacelyn. "Kau gadis kecil yang sangat cantik," Dia mengamati. "Siapa namamu, Nak?"
"Namanya Jacelyn, Papa, dan dia temanku. Bisakah aku membawanya pulang Papa?"
"Aku ingin menyimpannya di rumah." Kata Ainsley Callista.
"Oh Tuhan. Tentu saja tidak Ainsley Callista." Tolak sang Ayah dengan lembut.
"Dia bukan sebuah mainan sayang. Tetapi jika dia ingin, kita bisa mengajak nya pergi malam malam di rumah kita."
"Yey, Jacelyn kita akan pergi makan malam di rumah ku malam nanti." Sahut Ainsley Callista dengan bersemangat. Sedangkan Jacelyn hanya mengangguk setuju.
"Tepi. Hal itu tentu saja tergantung pada kedua orang tuanya," Timpal sang Ayah.
"Papanya sudah meninggal," ujar Ainsley Callista. "Bukankah itu menyediakan, Papa?"
"Ya, tentu saja," lelaki itu setuju. "Dia memiliki mata biru yang paling indah yang pernah ku lihat." Katanya sambil memperhatikan wajah Jacelyn.
Meski masih berusia kanak kanak. Tidak bisa di pungkiri jika Jacelyn memiliki wajah yang sangat cantik nan imut. Hanya saja wajah seperti Jacelyn tidak terlalu di sukai oleh Ayah Ainsley Callista. Sebab wajah itu merupakan wajah orang orang yang di benci oleh Kerajaan nya.
"Apa aku juga memiliki mata terindah yang pernah kau lihat, Papa?"
"Ya, kau juga, Ainsley Callista. Kau mempunyai mata coklat terindah yang pernah ku lihat. Kau benar benar memiliki nya."
Ainsley Callista merasa sangat senang dengan pujian yang di berikan oleh Ayah nya. Gadis itu mendekatkan wajah nya ke wajah sang Ayah untuk sebuah ciuman di pipi Ayahnya.
"Papanya meninggal sebelum dia dilahirkan," ujar Ainsley Callista kemudian. Ainsley Callista hanya mengingatkan informasi itu, yang dia dapat dari Jacelyn sebelum nya. Ainsley Callista merasa jika Papanya pasti ingin mendengar hal itu juga.
Lelaki itu mengangguk, kemudian berkata, "Sekarang, Putriku, aku ingin kau benar benar diam saat aku bicara dengan teman mu."
"Iya, Papa."
Lelaki itu kemudian mengalihkan perhatian nya kepada Jacelyn. Dia merasa sedikit resah saat melihat Jacelyn terpaku melihat kearah nya. Gadis kecil itu terlihat sangat serius, Bahkan terlalu serius jika di bandingkan dengan anak seusianya.
"Berapa umurmu, Jacelyn?"
Gadis itu mengangkat empat jari tangan nya yang mungil.
"Papa, tidak kah kau melihat? Umurnya sama dengan ku."
"Tidak, Ainsley Callista, umurnya tidak sama dengan mu. Jacelyn berumur empat tahun, sedangkan kau saat ini telah berumur lima tahun. Kau ingat?"
"Aku ingat, Papa."
Lelaki itu tersenyum pada putrinya, lalu kembali berbicara dengan Jacelyn. "Kau tidak takut padaku, bukan?"
"Dia tidak takut pada apapun. Setidaknya itu yang dia katakan padaku."
"Ssst, diam lah, putriku. Aku ingin mendengar temanmu berbicara sedikit saja. Jacelyn, apa Mqamamu berada di sini?"
Jacelyn menggelengkan kepalanya. Gadis itu mulai terlihat gelisah sambil melilit lilitkan rambut pirang terang miliknya. Namun, mata gadis itu tetap tertuju pada wajah Ayah Ainsley Callista.
Sedari tadi, Jacelyn sangat memperhatikan wajah lelaki itu. Wajah lelaki itu di penuhi dengan bulu kumis dan janggut. Dan saat lelaki itu berbicara bulu bulu kecil itu akan saling bergetar satu sama lain. Jacelyn berharap dirinya bisa menyentuh bulu bulu itu, supaya dirinya bisa mengetahui bagaimana rasanya.
"Jacelyn? Apa Mamamu ada di sini?" ulang Ayah Ainsley Callista.
"Tidak, Mama tinggal bersama Paman Oilbhries. Mereka tidak tahu jika aku berada di sini. Ini akan menjadi sebuah rahasia, dan jika aku menceritakannya, aku tidak akan pernah bisa kembali melihat perayaan festival ini. Bibi Olivia bilang begitu padaku."
Begitu gadis kecil itu mulai berbicara. Jacelyn ingin menceritakan semua yang dia ketahui. "Paman Oilbhries bilang dia sudah seperti Papaku, tapi dia hanya Kakak Mamaku dan aku tidak pernah duduk di pangkuannya. Aku juga tidak akan pernah mau jika aku bisa, tapi aku tidak bisa jadi itu tidak masalah, bukan?"
Ayah Ainsley Callista merasa kesulitan dalam memahami apa yang sedang Jacelyn jelaskan pada nya. Namun, lain halnya dengan Ainsley Callista yang langsung mengerti apa yang sedang Jacelyn katakan.
"Kenapa kau tidak bisa jika kau mau?" tanya Ainsley Callista.
"Kaki Paman ku patah."
Ainsley Callista langsung menutup mulutnya tak menyangka. "Papa, bukankah itu menyedihkan?"
Ayah Ainsley Callista hanya bisa menghembuskan nafas panjang, tanpa tahu harus berbicara apa. Percakapan kedua gadis itu di luar kendali miliknya.
"Ya, tentu saja," jawab lelaki itu setuju. "Sekarang, Jacelyn, jika Mamamu ada di rumah, bagaimana kau bisa berada di sini?"
"Dengan Adik Mamaku," jawab Jacelyn. "Aku biasanya tinggal bersama Bibi Olivia dan Paman Noriie, tapi Mama tidak mengizinkan ku lagi."
"Kenapa?" tanya Ainsley Callista.
"Karena Mama mendengar saat aku memanggil Paman Noriie dengan sebutan 'Papa.' Dia sangat marah dan langsung memukul kepalaku. Kemudian Paman Oilbhries bilang kalau aku harus tinggal bersama dia dan Mama selama setengah tahun sehingga aku bisa tahu siapa orangtuaku, dan Bibi Olivia dan Paman Noriie harus menerima ketiadaan ku. Begitulah yang di katakan Paman Oilbhries. Mama tidak mau melepaskan aku walau hanya setengah tahu, tapi Paman Oilbhries belum mulai acara minum-minum sehabis makan malamnya sehingga Mama tahu kalau lelaki itu pasti akan mengingat apa yang di katakan nya pada Mama. Lelaki itu selalu mengingatkan semuanya saat dia sedang tidak mabuk. Mama kembali mengamuk."
"Apa mamamu mengamuk karena dia akan sangat merindukan mu selama setengah tahun lain nya?" Tanya Ainsley Callista.
"Tidak," bisik Jacelyn. "Mama bilang, aku ini pengganggu."
"Lalu kenapa dia tidak ingin kau pergi?"
"Dia tidak suka Paman Norrie," jawab Jacelyn. "Itu sebabnya, dia melakukan hal yang berlawanan."
"Kenapa dia tidak menyukai Paman mu?" Ainsley Callista ingin tahu.
"Karena Paman Noriie memiliki hubungan dengan Stewart (kerajaan) sialan," jawab Jacelyn mengulang apa yang di dengarnya berulang ulang di rumahnya. "Mama bilang, aku bahkan tidak boleh berbicara dengan orang kerajaan Stewart sialan."
"Papa, apakah aku Stewart sialan?"
"Kemungkinan besar bukan."
"Bagaimana dengan ku?" tanya Jacelyn, kekhawatiran terdengar jelas dalam nada bicaranya.
"Kau orang kerajaan Northumbria, Jacelyn?" Papa Ainsley Callista menjelaskan dengan sabar.
"Apakah aku Northumbria sialan?"
Papa Ainsley Callista terlihat jelas tidak suka dengan apa yang Jacelyn katakan.
"Tidak ada satu orangpun yang sialan," jelas lelaki itu. ia hendak mengatakan sesuatu, namun kemudian dia tertawa sendiri kala mengingat apa yang hendak dia katakan.
"Aku sebaiknya mengingat untuk tidak mengatakan apa-apa di depan kalian, karena aku tak ingin kalian mengucapkan nya kembali di masa depan."
"Kenapa begitu, Papa?"
"Tak usah kau pikirkan," jawab lelaki itu.
Lelaki itu berdiri, sambil menggendong putri nya di satu lengan nya, dan Jacelyn di lengan yang lain. Kedua gadis kecil itu melonjak senang saat lelaki itu berpura pura mendak menjatuhkan kedua nya.
"Sebaiknya kita mencari Bibi mu sebelum mereka mulai khawatir, Jacelyn. Tunjukan aku jalan menuju tendamu, Gadis kecil."
Seketika, Jacelyn merasa sangat ketakutan. Gadis kecil itu tidak mengingat di mana letak tenda miliknya. Karena dia belum mengerti warna, Jacelyn bahkan tidak bisa memberikan sebuah gambaran pada Papa Ainsley Callista.
...🍁...
jangan lupa dukung terus karya aku yah🥰 terimakasih yang sudah mau membacanya ❤️ love you ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
bersamamu kebahagiaan ku
lanjut thor
2023-09-24
7
Masa Depan mu
Lanjut thor😶🌫️ awas kalo ngga lanjut aku banting ini hp😵💫
2023-09-24
7
harapan bersamamu
Asik thor lanjut/Drool//Drool//Drool/
2023-09-24
8