Petaka Di Rumah Tua
Aku baru sampai di rumah dan melihat ke dua saudaraku sudah duduk manis di ruang tamu dengan seragam sekolah yang belum mereka ganti. Sedangkan ayah sedang asik menonton berita yang ada di tv.
"Sudah pulang kak? Kok gak ngucap salam pas masuk?" Kata mama sembari menuju ruang tamu sambil membawa satu mangkuk godok pisang panas yang di lumuri gula merah.
"Ah... lupa ma," jawabku enteng.
"Makanya biasakan kak ngucap salam setiap masuk rumah, masa iya harus selalu diingatin mama terus," celoteh adik perempuanku yang bernama Rani.
Dia adalah anak bungsu di keluarga kami. Dia sudah tertarik belajar agama dari kecil. Itu mungkin karena masa kecilnya lebih sering di habiskan dengan mama, berbeda denganku yang selalu bersama ayah, taunya main dan main.
Rani bukan hanya taat pada agama tapi sayangnya dia juga memiliki suatu ke kurangan, yaitu dapat melihat makhluk halus yang biasa kita sebut hantu. Awalnya Rani sangat frustasi, dia benar-benar ketakutan, bahkan sempat bolos sekolah karena terus di ganggu makhluk tak kasat mata itu. Namun lambat laun dia mulai terbiasa namun sayang pribadinya menjadi lebih tertutup. Karena banyak teman-teman yang menjauhinya karena Rani berbeda dari mereka.
Itulah yang tak ku mengerti, dari kecil anak-anak itu sudah pandai menyisihkan dan memojokkan temannya yang berbeda dari mereka. Bahkan mengolok dan membully temannya hanya karena sedikit berbeda. Akhirnya yang terjadi pada anak-anak yang di sisihkan itu adalah pribadi yang anti sosial.
Padahal setiap kekurangan yang di miliki oleh anak-anak itu bukanlah keinginan mereka. Mereka juga ingin memiliki kehidupan yang normal seperti teman mereka yang lainnya. Namun sayang, takdir berkata lain, Tuhan memberikan mereka suatu beban bahkan dari mereka masih kecil. Dan malangnya adikku yang mendapatkan beban itu. Kenapa tidak aku saja?.
Ayah dan mama adalah dua manusia yang saling bertolak belakang. mama begitu taat dengan agamanya lain halnya dengan ayah, dia bahkan tidak pernah sholat sekali pun dari kecil. Tapi walau begitu dia selalu menyuruh kami untuk menunaikan kewajiban kami sebagai hamba Tuhan, yaitu taat beribadah 5 waktu.
Ayah sering bilang bahwa dia dari kecil tidak pernah diajarkan orang tuanya shalat, maka inilah hasilnya sekarang. Tapi lain halnya dengan kami. Walau ayah tidak pernah shalat dia selalu memaksa kami untuk beribadah dan berkata untuk tidak mengikuti jejaknya.
Tapi sepertinya adik laki-lakiku tepatnya anak kedua di keluarga ini tidak mau mendengarkan kata ayah. Dia tetap membandel untuk tidak shalat. Sedangkan aku,walau tidak begitu pintar soal agama, aku tetap shalat 5 waktu dan menutup aurat ku, walau hanya seadanya. Karena aku takut nanti ayah dan ibu marah.
Bisa di bilang akulah satu-satunya anak yang tidak pernah di marahi oleh ayah dan ibuku. Aku selalu ingin patuh dengan mereka. Aku tidak ingin membuat mereka bersedih hanya karena aku tidak menuruti kata mereka. Lain halnya dengan kedua adikku itu. Mereka lebih sering membangkang jika apa yang di perintahkan orang tua tak sesuai keinginan mereka.
Seperti saat ini, baru saja aku duduk tepat di samping ibu, Rudi adik laki-laki ku dengan cepat menolak apa yang di sampaikan ayah padanya.
"Aku gak mau yah, apalagi sekarangkan aku udah kelas 3 SMP, masa iya harus pindah sekolah? Kan tanggung?" jelas penolakan Rudi.
"Oke, kalau gitu gimana sama kamu dek?" Sekarang ayah balik menatap Rani. Rani yang di tanya hanya menggelengkan kepala sambil menyantap godok pisang yang di hidangkan ibu tadi.
"Huh...," mama menghela nafasnya. "Kalau gitu kakak aja ya?" mama menyentuh pahaku dan tersenyum.
"Apanya? Kenapa kakak? Dan apa yang dari tadi di bicarain?" Sumpah aku bingung banget. Baru datang terus tiba-tiba ibu nyuruh aku untuk hal yang aku gak tau untuk apa. Harusnya mereka jelasin dulukan ke aku sebelum tiba-tiba jadikan aku salah satu kandidat dalam perdebatan ini.
"Gini loh sa, nenek kamu di kampung udah sakit-sakitan, dia dibawa ke kota juga gak mau, katanya dia sayang ninggalin rumahnya di desa. Jadi ayah sama ibu sepakat buat ngirim salah satu dari kalian bertiga buat jagain nenek di kampung," ayah menjelaskan duduk masalahnya sekarang.
"Terus kenapa harus Risa bu?" Tanyaku dengan nada protes. Bukannya gak mau rawat nenek di kampung. Cuman masalahnya dari aku lahir sampai sekarang usiaku 19 tahun aku gak pernah jauh dari orang tua. Aku merasa takut jika harus tiba-tiba jauh dari mereka. Iya walau aku anak tertua, tapi pada kenyataanya aku adalah anak paling di manja dan di jaga banget oleh orang tuaku.
Bukan hanya dimana aku sekolah tapi siapa yang menjadi temanku harus masuk seleksi orang tua. Jadi kalau jumlah teman mungkin bisa di hitung pakai jari. Itulah akibatnya aku lebih senang menyendiri karena pada dasarnya aku memang tidak punya pergaulan yang luas.
"Rudi sudah kelas 3 smp, tidak mungkin dia pindah sekolah, sedangkan Rani dia masih kelas 5 Sd, dia masih kecil, mana bisa mengasuh nenek di kampung. Jadi pilihannya tinggal kamu sa, kamukan juga udah tamat sekolah dan lagian kamu udah besar,pasti bisa ngurusin nenek dan jaga rumahkan? Ngalah sama adek ya..?" Kata mama sambil mengusap pundakku.
"Oke deh... Terus kapan Risa harus berangkat?"
"Besok," jawab ayah singkat padat dan jelas.
Aku mengangguk dan memaksakan diri untuk tersenyum. Aku benar-benar tak ingin mereka kecewa. Setelah godok pisang habis di atas meja aku pun pergi ke kamar, mengemasi barang yang perlu aku bawa selama tinggal di rumah nenek.
Entah berapa lama aku di sana. Setahun? 5 tahun? Atau bahkan berpuluh tahun. Aku tak tau, dan juga tak mood untuk bertanya kepada kedua orang tua ku, mungkin sekaranglah gilirannya seorang Risa mandiri dan jauh dari kedua orang tua.
"Semangat Risa.... Kamu gak boleh lembek," kataku berteriak di kamar sambil mengepalkan kedua tangan ku ke atas.
"Kamu ngapa teriak-teriak Risa???" Ups... ternyata suaraku sampai keluar.
"Eh... Gak ada kok ma... ," aku berteriak lagi menjawab pertanyaan Mama.
Saat asik-asik mengemasi barang. Aku teringat sesuatu. " Oh iya... beli indomie ah... Biar nanti di kampung gak perlu nyari-nyari lagi," kataku sembari keluar dari kamar.
"Kak... mau kemana?" tanya Rani, yang sekarang sudah mengganti baju sekolahnya ke baju mode santai.
"Mau ke minimarket dek, ikut?" tanya ku yang di jawab anggukan oleh Rani.
"Ya udah, yuk," aku langsung mengambil kunci honda yang ada di atas meja tv.
"Pulangnya jangan ke malaman kak, ingat besok harus berangkat ke kampung," pesan Mama padaku.
"Sip ma," aku pun melajukan motor menuju minimarket bersama Rani di belakangku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Zeety Zola
itu bukan kekurangan kak tp kelebihan ...g smua bs punya indra k-6...
2022-10-31
1
Ratu Mutiarasari
ceritanya bagus bikin penasaran
2022-10-06
1
Ratu Mutiarasari
ceritanya lumayan menarik
2022-10-05
1