Tak terasa, seminggu telah berlalu. Jihan, Aideen dan Ezryl, mereka sibuk dengan kegiatan dan peran mereka masing-masing. Kini Jihan mulai terbiasa menjalani hidupnya sebagai Nyonya Aideen, dia selalu mengikuti suaminya kemanapun ia pergi, bahkan ke kamar mandi sekalipun, dia terbiasa berinteraksi dengan orang-orang yang ada di sekeliling suaminya, baik itu di rumah maupun di kantor. Tak ada bedanya dengan Ezryl, perlahan ia mulai terbiasa menjadi model di perusahaan Needia yang dimiliki oleh Aideen, dia tak lagi kikuk di depan kamera, bahkan sekarang dia seolah-olah telah menguasai beberapa pose-pose di depan kamera.
Malam itu, mereka sedang melepaskan penat di ruang tengah lantai 3. Kekenyangan karena telah menyantap makan malam setelah pulang dari kantor.
“Kau mendapatkan respon positif dari staf-staf dan para relasi, bagaimana jika kau menjadi Brand Ambassador Needia?” tanya Aideen sambil melihat ke arah Ezryl yang tengah sibuk memainkan ponselnya. Pria itu mengambil tangan kanan Jihan dan meletakkan ke atas pahanya.
“Brand Ambassador?” tanya Ezryl dan Jihan secara bersamaan. Keduanya terkejut dengan ucapan Aideen.
“Ya. Saat ini posisi BA sedang kosong sejak pemutusan kontrak dengan BA sebelumnya,” ucap Aideen menjelaskan. Pria tersebut memain-mainkan jari istrinya tanpa tujuan.
“Oh. Aku mendengarnya saat di ruang pemotretan, mereka menyebut-nyebut nama Dwayne. Katanya Dwayne ketangkap sedang bercinta dengan tunangan CEO di Needia dan CEO nya adala-“
“Kau bersedia dikontrak atau tidak?” tanya Aideen sengit. Perkataan Ezryl benar-benar memancing setan yang ada dalam dirinya. Dia telah berusaha keras melupakan Kyle, namun Ezryl kembali mengingatkannya tentang Kyle. Jihan yang sadar akan ketidaknyamanan Aideen, berusaha membuat candaan.
“Gila! Aku sungguh tak menyangka, seorang malaikat maut akan menjadi BA di Needia! Wah wah wah. Kau harus mentraktir ku makan enak!” seru Jihan sambil tertawa. Gadis itu menarik tangannya dari tangan Aideen lalu ia menepukkan kedua tangannya sambil kembali tertawa, matanya terlihat membelalak menatap ke arah Ezryl memberi kode bahwa 'kau tak seharusnya mengatakan itu'.
Ezryl yang sadar akan kode yang diberikan Jihan, menjadi salah tingkah, ia juga ikut mencairkan suasana. Dia benar-benar lupa bahwa BA Needia sebelumnya lah yang telah merebut calon istrinya dulu sehingga mereka batal menikah.
“Wahh! Suatu kehormatan bagiku menjadi BA di perusahaanmu, apalagi produknya sudah terkenal hingga ke luar negri!” Ezryl tertawa terbahak-bahak, meski tawanya terlihat tidak natural, “Jihan, kau ingin makan apa? Katakan, aku akan membelikanmu!”
“Apakah kartu yang ku berikan semalam tidak cukup untuk kau membeli makanan enak?” Aideen menatap tak senang ke arah Jihan. Tatapannya cukup membuat tak nyaman, apa perasaan mencekam yang terpancar.
“Cu-cukup, maksudku, aku hanya ingin merasakan traktiran dari BA Needia, hehehe.”
“Kau bahkan tak pernah memintaku untuk mentraktirmu? Wahhh, ketidakadilan apa ini?” tanpa sadar, Aideen kembali menunjukkan rasa cemburunya pada Ezryl.
“Dasar tukang cemburu!” umpat Ezryl seraya bangun dari sofa, “sudahlah, ku rasa aku mulai mengantuk. Dan aku harus segera tidur, mengingat besok pemotretanku seharian penuh.”
Ezryl beranjak ke kamarnya meninggalkan Jihan dan Aideen di ruang tengah, saat berjalan membelakangi mereka berdua, wajah Ezryl berubah menjadi datar. Dia juga merasakan kecemburuan yang membakar seluruh tubuhnya, kerap kali dia mengutuk dirinya sendiri karena masih saja memiliki perasaan pada Jihan yang sudah berstatus istri orang.
Di waktu yang sama, Aideen ikut berdiri dari duduknya sambil menggendong Jihan ala bridal style, lalu masuk ke kamar dan merebahkan Jihan ke atas kasur.
“Kau bilang, lingerie-nya sudah dibeli? Pakailah, aku ingin melihatnya,” bisik Aideen sambil menggigit telinga Jihan.
“Aww!” pekik Jihan sambil duduk lalu dia bergegas ke kamar mandi membawa paper bag yang ada di atas meja kecil, “baiklah, tapi kau harus menutup matamu.”
Aideen hanya mengangguk sambil tersenyum penuh kemenangan, dia tak sabar ingin melihat istrinya dengan penampilan yang memanjakan matanya.
Selang beberapa menit, Aideen merasa Jihan terlalu lama di dalam kamar mandi, dia berjalan mendekati kamar mandi dengan rasa penasaran.
“Jihan?”
“I-iya!” sahut Jihan dari dalam.
“Are you okay?”
“Okay, tapi aku malu!”
“Keluarlah, aku akan menutup mataku,” Aideen berbohong, itu hanyalah tipu muslihatnya agar Jihan membuka pintu.
Perlahan, pintunya di buka, Jihan terlihat seksi dengan ‘pakaian dinas’ yang di-request oleh Aideen. Lingerie berwarna hitam transparan yang dihiasi renda, terlihat indah dengan tali kecil yang menggantung di bahu Jihan, bentuk tubuh Jihan samar-samar terlihat dibalik lingerie itu.
“Kau bilang akan menutup matamu? Ahh! Ini sangat memalukan!” Jihan menutup matanya dengan kedua tangan karena malu yang tak tertahankan, pipinya memerah saat mata Aideen menatapnya tanpa berkedip dari atas hingga bawah.
“Kau benar-benar membuatku gila!” Aideen ******* bibir Jihan dengan rakus, walaupun saat itu di kamar mandi, ia tidak peduli, ia malah menggendong istrinya dan mendudukkannya ke atas wastafel tanpa melepaskan ciuman panas mereka. Jihan yang tadinya menutup mata, kini perlahan mengalihkan tangannya ke kepala Aideen dan menjambak-jambak rambut suaminya.
Tangan Aideen yang nakal mulai memainkan tugasnya, menyusuri bukit dan lembah yang menjanjikan kenikmatan, menghasilkan alunan merdu dari bibir istrinya. Karena nafsu yang sudah diubun-ubun, Aideen segera melepaskan pakaiannya, menurunkan dan membalikkan tubuh Jihan membelakanginya, lalu menghentakkan ‘miliknya’ ke dalam lembah kenikmatan dengan sekali dorongan. Jihan terisak-isak tanpa henti dengan aksi Aideen yang tak biasa itu. Lenguhan demi lenguhan bersenandung merdu, membuat Aideen tak kuat menahan pelepasannya.
Setelah mereka berdua mencapai puncaknya, Aideen memberi jeda selama beberapa detik untuk mengatur nafasnya sambil mendekap tubuh proporsional milik istrinya.
Saat merasa energinya telah kembali dan nafasnya mulai teratur, Aideen menggendong Jihan ke kasur, lalu menaiki tubuh istrinya karena tak mampu menahan gairah yang membara, dia mendorong dengan kuat tubuhnya ke tubuh Jihan, lalu kembali memasuki lembah kenikmatan itu.
Aideen benar-benar membuat Jihan tidak dapat tidur sepanjang malam. Mereka bercinta tak terhitung sudah berapa kali sehingga Jihan benar-benar tak berdaya dan terkulai lemas.
...****************...
Keesokan paginya, Jihan tak mampu bangkit dari tidurnya. Seluruh tubuhnya kesakitan karena ulah Aideen. Aideen yang menyadari itu, tersenyum puas sambil mencium pipi Jihan.
“Aku akan mengambilkan sarapan untukmu,” ucap Aideen sambil keluar dari kamarnya.
Beberapa menit kemudian, Aideen kembali masuk ke kamar sambil membawakan roti dan susu untuk Jihan. Jihan berusaha duduk agar dapat menikmati sarapannya.
Tiba-tiba ponsel Aideen berdering. Aideen mengankat ponselnya dan berbicara dengan serius, lalu mematikan ponselnya kembali. Raut wajahnya menggambarkan bahwa dia sedang memikirkan sesuatu.
"Ada apa?" tanya Jihan sambil memegang tangan Aideen.
"Ada masalah di kantor, aku harus ke kantor sekarang."
"Aku ikut."
"Tapi kondisimu saat ini-"
"Tidak apa-apa, ini hal biasa. Asal kau berjanji untuk tidak menggodaku saat di kantor nanti."
"Hmm. Aku tak janji, tapi akan ku usahakan," Aideen menyeringai dengan nakal, lalu mencium dahi Jihan, "terima kasih, sayang."
...****************...
Saat di kantor, Chris dan seorang pria yang dipanggil Brad merupakan penanggungjawab dari pemotretan launching new product, terlihat sedang berbincang dengan Aideen mencari jalan keluar dari masalah yang sedang mereka hadapi.
"Kenapa hal ini bisa terjadi?" tanya Aideen sambil melonggarkan dasinya.
"Salah seorang dari wartawan Dispek diam-diam mengikuti Carla dan mendapati Carla sedang bertransaksi membeli narkoba," jawab Brad, "setelah berita ini viral, Carla ditangkap polisi."
"Terus pengganti Carla sudah ada?" tanya Aideen.
"Kami sudah mencoba menghubungi beberapa pihak agensi, tapi penawaran dari mereka tidak masuk akal dan biaya operasional membengkak jika tetap menerima penawaran tersebut," tutur Chris.
"Staf kita!" seru Aideen tiba-tiba mendapatkan ide, "bagaimana dengan staf kita? Ada yang bersedia?"
Chris dan Brad saling bertatapan.
"Sebenarnya, banyak yang menawarkan diri, tapi tidak ada yang sesuai kualifikasi, Tuan," Brad menjawab Aideen dengan ragu-ragu.
"Hmm..." Aideen menyandarkan dirinya dengan kuat ke kursi kerjanya, dia benar-benar frustasi, bagaimana tidak, ini adalah produk kedua yang akan di realese di musim ini, produksinya sudah berjalan dan sudah mendapatkan ribuan pre-order dari pihak-pihak yang telah bekerjasama dengan perusahaannya.
Brad dan Chris saling memikirkan ide dan mata mereka berkeliling seolah-olah sedang mencari sesuatu. Mata mereka terhenti di sosok Jihan yang sedang fokus menatap layar laptopnya. Mereka menatap Jihan dari atas hingga bawah, lalu mereka saling bertatapan, seolah-olah sedang berdiskusi melalui mata.
"Tu-tuan," panggil Chris yang terlihat ragu-ragu.
"Ya?"
"Ba-bagaimana dengan Nyo-nyonya?"
Jihan langsung tersentak. Dia melihat ke arah Aideen, Chris dan Brad yang sedang menatap ke arahnya.
"A-aku? Jadi model?" Jihan menunjuk ke arah dirinya.
Aideen memegang dagunya sambil berfikir dan menatap Jihan dari atas hingga bawah.
"Bagaimana? Jika kau merasa keberatan, tidak apa-apa, kami akan mencari solusi lain," Aideen tidak ingin menyusahkan istrinya, dia hanya akan meminta jika Jihan bersedia.
"Jika aku sesuai kualifikasi, tidak masalah, aku akan membantu Needia, hanya saja, ini yang pertama kalinya bagiku, jadi aku tak berpengalaman."
"Tidak apa-apa, Nyonya. Kami akan membantu Nyonya nanti saat di lapangan!" Brad berdiri dari duduknya, dia terlihat kegirangan, seolah-olah masalah ini sudah mendapatkan jalan keluar.
Chris menginjak kaki Brad memberikan aba-aba akan kelancangan Brad karena Aideen menatap tajam ke arahnya.
"M-m-maafkan saya, Tuan," ucap Brad sambil duduk kembali di kursinya.
"Tidak apa-apa, aku akan menjadi modelnya. Mohon kerjasamanya," ucap Jihan sambil menutup laptopnya.
...****************...
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments