BAB 2 - CEO 2D

Krok krok krok.

Tik tik tik.

Nyanyian katak yang bersenandung riang saat menyambut tetesan hujan yang membasahi bumi, benar-benar irama alam yang sempurna di pagi hari. Apalagi pagi ini tak ada cahaya mentari yang menyilaukan mata, ini merupakan cuaca yang sangat ditunggu-tunggu oleh mereka yang sering menghabiskan waktunya di atas kasur.

Di saat katak masih sibuk dengan senandungnya, Jihan menarik kembali selimut tebalnya. Dia benar-benar menikmati tidurnya seolah-olah semalam tak ada hal aneh yang terjadi padanya.

“Nghhh,” lenguh Jihan sembari meregangkan tubuhnya dengan mata yang masih enggan ia buka.

Satu detik, dua detik, sepuluh detik, Jihan merasa kesal karena tak dapat melanjutkan mimpi indahnya. Apa karena senandung katak yang saling bersahutan? Atau karena hujan? Dia pun menjadi penasaran, saat ini pukul berapa.

“Hey, Siro!” panggil Jihan dengan mata yang masih tertutup sambil memeluk erat bantal gulingnya.

“Aha?” Siro yang merupakan salah satu sistem operasi pintar di ponsel pun menjawab.

“What time?”

“It’s 7:50 AM!”

Jihan membuka paksa matanya dan langsung duduk. Guling yang ia peluk tadi terlepas dan jatuh ke lantai. Rambut yang acak-acakan, mata sembab karena menangis semalam sebelum terjun dari bangunan tua dan kantung mata yang menghitam karena akhir-akhir ini dia kurang tidur.

“10 menit lagi pukul 8!” teriaknya seraya berdiri dari kasur dan melihat cermin.

Dia melihat pantulan tubuhnya dicermin. Kulit kuning langsat dengan dada yang montok dan bokong yang sintal itu berbalut daster satin berwarna salem sepaha, tanpa lengan.

“Tak perlu mandi, begini saja sudah cantik!” pujinya saat melihat dirinya sendiri sambil tertawa.

"Mandi ah!" Jihan memutarkan badannya kebelakang bersiap-siap ingin menuju ke kamar mandi. Dan-

Gedebuk!

“Whoaa!!!” Teriak Jihan yang hampir jatuh terpeleset karena kaget bertabrakan dengan Aideen, namun dengan sigap Aideen meraih pinggul Jihan dan menarik Jihan ke pelukannya. Entah sejak kapan pria itu ada di sana. Sayangnya, karena pijakan mereka tidak seimbang, akhirnya mereka berdua jatuh ke lantai, tubuh Aideen mendarat terlebih dahulu dan ditimpa oleh tubuh Jihan.

Buk!

“Ugh!” Aideen menahan sakit saat kepalanya terbentur ke lantai. Sedangkan Jihan baik-baik saja karena dia mendarat tepat di atas tubuh Aideen.

“So-sorry,” ujar Jihan, “but it’s not my fault.”

“Jadi, ini salahku?” tanya Aideen sambil menaikkan alisnya.

“Hmm.”

Tanpa mereka sadari, mata mereka saling bertemu satu sama lain, saling menatap dalam-dalam seolah ada sesuatu yang sedang mereka cari di balik tatapan tanpa sengaja itu.

Jihan tersentak dan langsung menopang tubuhnya dengan kedua tangan untuk berdiri. Sayangnya, topangan tangannya belum stabil. Dan gadis itu jatuh lagi ke atas tubuh Aideen.

Buk!

Lagi! Jihan kembali jatuh menimpa tubuh Aideen, tapi kini berbeda, bibir mereka saling terpaut dengan mata yang saling menatap.

Deg deg deg!

Ritme jantung mereka terdengar saling bersahutan. Muka yang memerah dan suhu tubuh yang memanas. Ada sebuah perasaan yang tak dapat dijelaskan, perasaan yang perlahan tumbuh pada pertemuan kedua.

Sadar bahwa bibir mereka masih terpaut, Jihan langsung menjauhkan wajahnya yang memerah, gadis itu bergegas bangun dan berdiri.

“Maaf, aku mandi dulu,” Jihan memecah keheningan yang kian mencekam dan dia bergegas meraih handuk yang tergantung di belakang pintu kamarnya.

“O-okay!” Aideen menjadi terbata-bata karena canggung. Dia berdiri dan merapikan kemejanya yang berantakan. Sambil menunggu Jihan mandi, mata pria itu berkeliling melihat-lihat kontrakan Jihan yang seharusnya tidak layak untuk di tempati menurutnya.

Ruangan 6x3 meter yang disekat menjadi 2 bagian, 1 untuk kamar dan 1 untuk dapur yang dibatasi toilet itu, terlihat suram dengan perpaduan cat berwarna cream yang sudah kumal. Lampu yang menerangi kamar itu juga sudah mulai redup, apalagi di kamar itu tidak ada jendela untuk sirkulasi udara segar.

“Apakah ini gudang?” celetuk Aideen sambil duduk di sisi kasur yang beralaskan dipan besi tua.

Krieetttt.

Dipan itu berderit seolah-olah mengisyaratkan bahwa usianya telah renta.

“Huft!” Aideen menghela nafasnya sambil menggelengkan kepala.

Kurang lebih 10 menit waktu berlalu, Jihan keluar dari kamar mandi.

Ceklek.

“K-kau masih di sini?!” tanya Jihan setengah teriak. Gadis itu berusaha menutupi bahu dan paha telanjangnya yang tak tertutupi handuk sepenuhnya menggunakan kedua tangannya. Sayangnya sia-sia, karena tangannya terlalu kecil untuk menutupi.

Aideen mengangkat alisnya sambil sudut bibirnya melengkung ke bawah.

“T-tolong keluar sebentar, a-aku ingin mengenakan pakaianku,” pinta Jihan.

“Baiklah,” Aideen mengiyakan permintaan Jihan. Pria itu bangkit dari kasur menuju pintu keluar. Ia membuka pintu tersebut lalu keluar dan menutupnya kembali.

“Fiuhh,” Jihan merasa lega saat pria itu sudah tak lagi berada di dalam ruangan yang sama dengannya. Gadis itu mulai membuka handuknya.

Ceklek!

Aideen muncul lagi di balik pintu usang berwarna coklat itu lalu masuk dan menutupi pintu tersebut dengan tergesa-gesa.

“Arrghh!” pekik Jihan di saat yang sama. Gadis itu sangat terkejut saat Aideen kembali masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Karena pria itu masuk ke dalam ruangan, ia segera memasang handuknya kembali.

“Hujan,” tutur Aideen dengan wajah datarnya.

“Pu-putar“ ucap Jihan ragu, “kau harus membelakangiku, jangan berbalik sampai aku mengatakan selesai!”

“Ya-ya-ya. Kedepannya juga aku akan melihat semuanya,” celetuk Aideen sambil membalikkan badannya membelakangi Jihan.

“A-aku belum memberikan jawaban ya!” sergah Jihan dengan wajah yang memerah.

"Kau terlalu percaya diri!" sambung Jihan.

Aideen hanya tersenyum simpul saat mendengarkan sanggahan Jihan yang terdengar malu-malu dan canggung itu.

Setelah itu, suasana menjadi hening. Tidak ada percakapan diantara mereka berdua. Sesekali terdengar suara krasak-krusuk Jihan yang sibuk memakai baju. Pria itu merasa bosan karena menunggu dan berusaha mencari topik pembicaraan.

“Ke mana orangtuamu?” tanya Aideen memecah keheningan.

Jihan terdiam. Matanya kosong menatap lurus tak bertumpu.

“Kau boleh menanyakan hal lain selain itu,” jawab Jihan dingin.

Aideen mengerti dengan situasi yang sedang dihadapinya, ada hal menyakitkan yang sedang ingin dilupakan oleh gadis itu.

“Masih lama?” tanya Aideen.

“Selesai,” jawab Jihan sambil menguncir rambut panjangnya menggunakan kedua tangannya.

Aideen membalikkan badannya ke arah Jihan.

Bak mentari pagi yang bercahaya, keanggunan Jihan terlihat serasi dengan paduan dress casual berwarna sage. Bibir sensual yang dilapisi lipstick ombre merah dan nude, membuat wajahnya semakin fresh dan mempesona.

“Cantik!” batin Aideen, wajahnya memerah karena terpesona akan visual Jihan yang anggun itu.

“Panas ya? Maaf, kontrakan ku seperti ini,” tutur Jihan merasa bersalah. Sesekali gadis itu mengibaskan dressnya di depan cermin untuk memastikan bahwa dia cukup pede mengenakan dress itu.

“Tidak apa-apa,” balas Aideen, “Yuk!”

Aideen memetik jarinya.

Ctek!

Pintu teleportasi terbuka. Aideen mengulurkan tangannya kepada Jihan.

“A-aku t-ta-takut,” ucap Jihan ragu, “bagaimana jika aku tidak kembali?”

“Aku yang akan menjagamu. Percayalah.”

“Baiklah,” dengan ragu-ragu, Jihan menyambut tangan Aideen. Baginya, tak masalah jika memang dia tak kembali lagi ke dunia nyata, karena sebelumnya dia sudah memutuskan untuk mengakhiri hidup, hanya saja ini merupakan pengalaman pertama baginya untuk memasuki dunia lain.

...****************...

Jihan melangkahkan kakinya memasuki sebuah kamar yang sangat indah. Kamar yang dipenuhi perabotan yang di desain khusus hingga terlihat seperti berada di hotel berbintang kelas atas. Siapapun pasti tau bahwa perabotan tersebut mengeluarkan uang yang sangat banyak.

“K-kamar? Aku 'kan belum mengatakan 'ya' untuk menjadi istrimu,” ucap Jihan. Gadis itu menutupi dadanya menggunakan kedua tangan dan perlahan berjalan mundur menjauh dari Aideen.

“Pikiranmu terlalu kotor,” Aideen terkekeh melihat reaksi Jihan saat tau bahwa saat ini mereka berada di kamar.

Jihan tertunduk malu, pipinya merona. “Bukan begitu, maksudku-“

Kruyukk!

Perkataan Jihan terhenti saat perutnya memberikan sinyal.

“Lapar?” ledek Aideen tertawa.

Jihan hanya tersenyum paksa karena malu.

“Ughh! Ini sangat memalukan!” kutuk Jihan.

Aideen menarik tangan Jihan keluar dari kamar. Mereka menyusuri tangga yang melengkung dan indah. Mata Jihan tak henti-hentinya memperhatikan setiap titik di rumah mewah itu, dia merasa tak asing dengan rumah itu karena sebelumnya ia telah melihatnya di komik Wanita Kesayangan CEO Tampan.

Bagaikan istana, rumah Aideen sangat indah dengan koleksi perabot yang tertata rapi, desain yang elegan, lantai yang mengkilap dan yang jelas, hanya dari kasat mata saja dapat disimpulkan bahwa semua itu mengeluarkan uang yang tak mampu Jihan kumpulkan seumur hidup.

“Selamat pagi, Tuan!” sapa dua orang pembantu kepada Aideen dan Jihan.

“Sebelah kiri Dini, sebelah kanan Dina, mereka itu kembar,” bisik Jihan kepada Aideen.

“Ternyata kau pembaca setia,” ucap Aideen tersenyum. Pria itu tahu bahwa Jihan merupakan penggemar dari komik yang sedang ia perankan saat ini.

Mereka berdua duduk di meja makan yang panjang dengan hidangan makanan mewah yang menggiurkan.

“Makanlah, katakan jika ada yang kau inginkan,” ucap Aideen.

“Terima kasih!” Jihan terlihat bersemangat, dia menyicipi satu per satu makanan yang ada di atas meja. Hingga tiba dimakanan penutup, Jihan tiba-tiba mengerutkan keningnya.

“Bagaimana dengan Kyle?” tanya Jihan sambil matanya celingak celinguk ke sana ke mari, “Oh iya! Bukankah kau akan menikah dengan Kyle? Seharusnya di chapter 97, tapi aku baru membaca komiknya hingga chapter 96, karena chapter 97 baru update kemaren sore, kan?”

Aideen terhenyak. Wajahnya berubah. Tidak seperti Aideen yang Jihan kenal sejak kemaren. Dina dan Dini yang sedang mengangkat piring-piring kotor saling bertatapan seolah-olah sedang memberikan isyarat antara satu sama lain.

“Eh. Tunggu. Jika kau akan menikah dengan Kyle, kenapa aku harus menikahimu? Bagaimana dengan Kyle?” Jihan tersentak dan tiba-tiba memikirkan permintaan Aideen untuk menikah dengan pria itu.

“Apa kau sudah kenyang?” tanya Aideen mengalihkan pembicaraan.

Jihan yang semulanya santai di meja makan itu, kini menjadi sedikit tegang. Pertanyaan yang dia lontarkan tadi, apakah ada yang salah? Namun saat dia melihat wajah Aideen dengan seksama, sepertinya ada sesuatu yang terjadi. Dengan nalurinya, Jihan dapat mengerti, sepertinya ada yang tidak beres.

“Maaf,” ucap Jihan, “ku rasa, hari ini kita cukup sampai di sini saja, bolehkah kau mengantarkanku pulang?”

“Pulang?” tanya Aideen mengerutkan keningnya, “kita belum 2 jam bersama.”

“Aku-“

“Baiklah,”

Aideen mengerti dan tak ingin menahan Jihan lebih lama lagi. Karena saat ini, perasaannya juga sedang kacau karena Jihan mengingatkannya pada Kyle.

...****************...

BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

Cellestria

Cellestria

jangan lupa setelah tanda titik maupun seru. Huruf selanjutnya haruslah huruf besar ya 😁

2023-03-11

0

Nefertari Atika

Nefertari Atika

Aiden sayang

2023-02-25

1

Mister Y

Mister Y

suka banget ceritanya

2023-02-23

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!