BAB 11 - GAIRAH MEMBARA PENGANTIN BARU

Malam itu, tepatnya pukul 21.00, pizza yang mereka pesan melalui aplikasi online telah terhidang di atas meja ruang tengah lantai 3. Tak hanya pizza, Aideen juga mengeluarkan wine mahalnya untuk dinikmati bertiga. Mereka makan bersama sambil bercerita.

Satu botol, tiga botol, lima botol. Tanpa terasa, mereka telah menghabiskan lima botol wine bertiga. Akibatnya, Ezryl dan Jihan menjadi mabuk. Melihat kedua orang tersebut mabuk, Aideen memutuskan untuk mengakhiri jamuan minum-minum mereka pada malam itu.

“Kita sudahi minum-minumnya, kalian sudah mabuk," ucap Aideen.

“Apa kau bilang? Mabuk? Hei, aku tidak mabuk, lihatlah,” sanggah Ezryl sambil tersenyum konyol menatap Aideen.

“Benar, aku juga belum mabuk, aku ingin menikmatinya segelas lagi,” ucap Jihan. Gadis itu sebenarnya tidak kuat minum tapi tetap saja menyodorkan gelasnya kepada Aideen.

“Jihan,” panggil Aideen dengan tatapan khawatir.

“Mmmm,” Jihan merintih sambil menggeleng memberitahu bahwa dia masih menikmati minum tersebut.

“Sini ku ambilkan!” Ezryl langsung mengambil wine yang dipegang Aideen dan menuangkannya ke dalam gelas Jihan.

“Terima kasih, Ezryl! Kau selalu baik padaku!” ucap Jihan sambil tersenyum. Mendengarkan perkataan tersebut, spontan Ezryl mengelus-elus lembut poni Jihan.

Di waktu yang sama, saat melihat gadis yang kini telah menjadi istrinya di sentuh oleh pria lain, Aideen menjadi sangat kesal. Pria itu menatap tajam ke arah Ezryl.

“Baiklah, kalian bisa menikmati minumnya, aku akan mengeluarkan wine sebanyak yang kalian mau!” ucap Aideen geram, ia bangkit dari duduknya lalu menarik Jihan duduk di sofa yang ia tempati. Setelah itu ia bergegas mengambol mengambil wine yang ia simpan di lemari yang tak jauh dari ruangan itu, lalu kembali membawa dua botol wine lagi dan duduk di sebelah Jihan.

“Suamiku benar-benar peka!” ucap Jihan sambil memeluk lengan Aideen sehingga membuat wajah Aideen memerah karena perlakuan Jihan yang tak biasa itu. Alhasil, Aideen mengizinkan Jihan meneguk wine meski dia sudah sangat mabuk.

Aideen mengikuti kegilaan Ezryl dan Jihan yang terus menerus menggak wine padahal mereka tidak kuat minum, sedangkan Aideen, dia merupakan pria yang terkenal kuat minum di antara teman-temannya.

Jam menunjukkan pukul 23:45. Jihan yang sudah menegak beberapa botol wine kini tersungkur di sofa. Sedangkan Ezryl terkapar di lantai.

“Bangunlah, kau harus segera ke kamarmu,” ucap Aideen yang mulai mabuk pada Ezryl.

Tujuh botol wine untuk bertiga, cukup membuat Aideen pengar. Sadar bahwa ia telah mencapai batasnya, Aideen bergegas menggendong Jihan ala bridal style meskipun tubuhnya mulai sempoyongan. Saat mereka ingin beranjak menuju kamar, Ezryl menahan kaki Aideen.

“Kalian tidak boleh sekamar berdua!” bentak Ezryl sambil duduk.

“Dia istriku!” ucap Aideen penuh penekanan. Pria itu tak mengindahkan Ezryl, dia langsung bergegas meninggalkan Ezryl di ruang tengah.

Tanpa sadar, Aideen berjalan menuju ke kamarnya, bukan ke kamar Jihan. Dia meninggalkan Ezryl yang masih menegak wine yang tersisa di botol. Setibanya di kamar, Aideen merebahkan tubuh istrinya di atas kasur. Pria itu menyelimuti tubuh Jihan sebatas dada. Setelah merasa tak ada lagi yang perlu ia lakukan, Aideen beranjak dari kasurnya dan ingin menuju sofa yang ada di kamar itu, namun Jihan tersadar dan menahan tangan besar milik pria yang kini telah sah menjadi suaminya.

"Jangan tinggalkan aku sendiri, aku takut," ucapnya lirih dengan mata yang terpejam.

Aideen tersenyum lirih karena dia tahu bahwa istrinya sedang tak sadar karena di bawah pengaruh alkohol.

"Tidak, aku takkan meninggalkanmu, aku akan tidur di sofa."

"Kau bilang aku istrimu, lalu kenapa kau tidur di sofa?! Bukan seranjang denganku?!"

"Jihan, sadarlah, saat ini kau sedang mabuk," Aideen melepaskan tangan Jihan dari tangannya, lalu tangan itu membelai lembut kepala gadis itu.

"Kau tau, tanpa sadar aku mulai mencintaimu," ucap Aideen sambil menatapi wajah cantik istrinya. Dipandanginya lekukan demi lekukan yang terukir di wajah istrinya, jika diperhatikan dengan seksama, lekukan tersebut benar-benar terpahat dengan sempurna!

"Padahal, kita baru bertemu. Mungkin itu alasan orang memgatakan bahwa cinta itu tak mengenal waktu."

Jihan hanya diam, dia tak menggubris perkataan Aideen.

"Lalu sekarang, aku telah menjadi suamimu, dan kau telah menjadi istriku. Ck. Sungguh tak pernah terbayangkan oleh ku hal seperti ini terjadi dalam hidupku," Aideen tersenyum.

“Aku mencintaimu, suamiku!” ucap Jihan setengah sadar sambil memeluk dada bidang Aideen. Walaupun saat itu Aideen tak sepenuhnya mabuk, seketika dia langsung tersadar. Matanya langsung membulat dan menatap ke arah istrinya.

"K-kau, m-menci-umku?" Tanya Aideen terperangah.

"Ya, karena kau suamiku! Kau suami sahku! Aku tak ingin menjadi istri kertas!"

"Istri kertas?" tanya Aideen tak mengerti.

"Benar, aku tak ingin menjadi istri yang hanya menjadi pemeran pengganti demi melanjutkan komik. Aku benar-benar ingin menjadi istrimu seutuhnya! Se-u-tuh-nya!" Ceracau Jihan tanpa sadar. Gadis itu benar-benar telah mengungkapkan isi hatinya.

"Apakah kau benar-benar mencintaiku?" Tanya Aideen penasaran.

"Hmm," Jihan mengangguk.

Melihat kejujuran Jihan, perasaan yang sebelumnya samar-samar di hati Aideen, kini perlahan menjadi jelas. Cinta yang sebelumnya abu-abu, kini mulai tumbuh hanya karena ceracauan Jihan akibat minum air kejujuran. Benar kata orang, alkohol adalah air kejujuran. Siapapun yang meminumnya dengan jumlah yang banyak, saat mereka mabuk, tanyakan saja apapun pada mereka. Mereka akan menjawabnya dengan jujur.

Jihan menarik tengkuk Aideen sehingga wajah mereka bertemu dan tubuh Aideen jatuh tepat di sebelah tubuh Jihan.

Cup!

Sebuah ciuman mendarat ke bibir Aideen.

“Aku menandaimu, karena kau milikku, hehehe,” Jihan nyengir, namun tidak dengan Aideen. Jantungnya berdetak kencang dan wajahnya memerah karena tindakan Jihan.

Cup!

Lagi! Jihan mengecup lembut bibir Aideen.

“Kau priaku!”

Cup!

“Kau sangat tampan!”

Cup!

“Kau membuatku takut!”

Aideen mengernyitkan keningnya. “Takut?”

“Aku takut kau meninggalkanku saat aku mulai mencintaimu.”

“Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu.”

Mendengar perkataan itu, Jihan menarik tubuh Aideen lalu menempelkan bibirnya pada bibir Aideen dengan sangat bergaiirah. Ciuman mereka memanas seolah-olah ini adalah pertemuan dua orang kekasih yang sudah lama terpisahkan oleh jarak.

Karena kehabisan nafas, Jihan melepaskan ciuman itu, lalu menarik kembali tengkuk Aideen, namun Aideen menahannya.

“Jihan, jika kau menarikku lagi, aku tidak dapat menahan kesabaranku.”

“Aku takkan menolak setiap tindakan yang diberikan oleh suamiku.”

Lagi-lagi Aideen terperangah oleh kata-kata yang diucapkan Jihan. Gadis itu benar-benar membuat Aideen tak tahan.

“Jangan salahkan aku setelah ini, kau yang memintanya.”

“Aku sudah mengatakan bahwa aku takkan menolaknya!”

“Kau benar-benar menguji kesabaranku!”

Tanpa jeda, Aideen langsung mencium bibir Jihan tanpa memberikan celah sedikitpun untuk Jihan bernafas. Ciuman Aideen perlahan menyusuri mata, pipi, telinga dan tengkuk jenjang Jihan yang mulus itu. Semua terasa nikmat.

Di saat yang sama, Aideen merasa darahnya mulai menderu saat Jihan perlahan membelai setiap inci punggung Aideen. Tindakan Jihan cukup membuat Aideen terpancing memberikan tanda kepemilikan di lehernya. Aideen sedikit lebih lama memberikan tanda kepemilikan di leher Jihan sehingga membuat Jihan tak tahan untuk merintih.

“Ahh!”

Melihat respon Jihan yang begitu pasrah, Aideen mengambil napas panjang di antara napasnya yang memburu.

Dan seketika, tanpa jeda, Aideen memulai pertempurannya. Namun saat pertempuran di mulai, saat dia ingin menerobos benteng pertahanan milik istrinya, ia berhenti. Ternyata benteng tersebut benar-benar belum pernah ada seorang pun yang menerobosnya. Dia lah yang pertama menorobos benteng pertahanan milik Jihan tersebut.

“Kau benar-benar membuatku semakin ingin memilikimu! Terima kasih karena sudah menjaganya untukku,” Aideen mengecup lembut bibir Jihan.

Ada perasaan bahagia yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, disela-sela gairah membara, Aideen merasa sangat beruntung karena dapat menikahi Jihan.

“Cakar punggungku, gigit bahuku jika kau kesakitan. Sakitnya hanya sebentar, lalu kau akan menikmatinya,” bisik Aideen pelan.

Dengan sekuat tenaga, Aideen menerobos ‘benteng’ itu dan melanjutkan aksinya sebagai seorang 'suami'.

Malam kian larut, mereka terus berpacu dan berpesta menikmati malam pertama mereka sebagai pengantin baru, hingga akhirnya Aideen mendengar Jihan terisak-isak dengan tubuh yang menggelinjang dan kuku yang menikam tajam di punggungnya, menggores, meninggalkan sengatan tajam namun tetap tak mampu mengalihkan perhatiannya dari rasa nikmat yang sedang menerjangnya.

Sepertinya mereka akan sampai di ujung pergumulan mereka. Jihan mulai menghentak, menahan dengan tumitnya memeluk Aideen dan mendesakkan tubuhnya hingga tak ada lagi ruang yang tersisa. Mereka melekat erat, saling mendorong, menekan, menahan dan Jihan mulai meronta menggeliat mencari pelepasannya, seakan dia tidak lagi berkuasa atas tubuhnya. Mulutnya menggumam tanpa makna.

Beberapa detik kemudian, terdengar teriakan lantang dari suara yang merdu milik Jihan, Aideen mendekap Jihan dan dia pun melayang jatuh di kedalaman yang memabukkan, dia mengalami kepuasan yang luar biasa yang belum pernah dialaminya.

...****************...

Keesokan paginya, sinar mentari perlahan masuk ke dalam kamar mewah itu melalui jendela, Aideen dan Jihan masih tertidur lelap dalam posisi Aideen memeluk Jihan dari belakang.

“Ugh. Tubuhku nyeri,” rintih Jihan sembari perlahan membuka matanya karena silau mentari mengusik matanya. Tubuhnya kesemutan karena dekapan tangan kekar seorang pria.

“Hah? Tangan pria?” matanya terbelalak kaget, perlahan dia melihat ke belakang.

Aideen! Terlihat Aideen yang sedang terlelap di belakangnya tanpa sehelai baju pun, Jihan melihat ke arah tubuhnya, tak ada sehelai benangpun yang tersisa. Satu hal yang dia sadari, setengah tubuh mereka ditutupi selimut.

Pandangannya berkeliling, dia melihat pakaiannya dan Aideen berserakan di lantai. Pemandangan tersebut cukup membuat wajahnya memerah menahan malu.

“A-apa yang terjadi semalam?” pikir Jihan mengingat-ngingat kejadian semalam. Kepalanya cukup berat untuk mengingat lagi apa yang sudah mereka lakukan semalaman sehingga dia bisa terbangun dalam keadaan seperti ini.

Saat dia sedang memutar otak memikirkan kejadian semalam, tubuh Aideen bergerak namun dengan posisi tangan yang masih memeluknya. Secara perlahan Jihan mengangkat tangan Aideen dari tubuhnya. Sayangnya, Aideen yang menyadari itu semakin mengeratkan pelukannya.

“Biarkan seperti ini sebentar,” ucap Aideen dengan mata yang masih tertutup sambil mengecup lembut kepala Jihan.

Cup!

Sebuah kecupan yang benar-benar membuat pagi Jihan menjadi sangat berbeda dari biasanya.

...****************...

BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

Queen Bee✨️🪐👑

Queen Bee✨️🪐👑

adegan ini hanya diperuntukann untuk kamu 18+ yaa adik adikk

2023-02-25

1

Queen Bee✨️🪐👑

Queen Bee✨️🪐👑

Jihan pas mabuk agresif yaa

2023-02-25

1

Queen Bee✨️🪐👑

Queen Bee✨️🪐👑

kan udah jadi suami istri, gaa papaa donggg

2023-02-25

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!