BAB 7 - NASKAH DEWA

Hari berganti hari, tak terasa tiga hari telah berlalu sejak dia meninggalkan dunia komik.

Jihan menjalani harinya seperti biasa, hadir ke kampus, pulang dan melanjutkan novel online yang selama ini menjadi sumber penghasilan tambahannya.

“Ugh! Aku tidak mendapatkan ide!” dia terlihat kesal karena telah menghabiskan waktu kurang lebih 1 jam di depan layar laptop namun tidak menghasilkan sebait kalimat pun.

“Apa yang sedang Aideen lakukan saat ini?” gumamnya lirih.

Tuing!

Ezryl muncul tepat di sudut ruangan di kontrakan Jihan.

“Bagaimana denganku?” tanya Ezryl tiba-tiba.

Di saat yang bersamaan.

“Arghh!!! Ezryllll!!!” pekik Jihan terkejut melihat Ezyrl yang muncul secara tiba-tiba dengan mengenakan jubah hitam khas Malaikat Maut dengan kupluk di kepala.

“Kau tidak penasaran dengan apa yang sedang kulakukan?” tanya Ezryl dengan wajah cengengesan.

Jihan memutar matanya sambil mendengus kesal.

“Baiklah, aku juga penasaran dengan apa yang kau lakukan, tapi kau langsung mengejutkanku!”

“Apakah kau ingin melihat bagaimana cara seorang malaikat maut mengambil nyawa manusia?”

“Ya! Aku ingin melihatnya!” seru Jihan sambil berdiri dari duduknya.

“Kemarilah,” Ezryl mengulurkan tangannya.

Jihan meraih tangan itu.

“Pejamkan matamu,” sambung Ezryl.

Jihan memejamkan matanya, dan kini mereka telah berada di sebuah mall.

“Buka matamu.”

Jihan membuka matanya tanpa terkejut karena sudah terbiasa berpindah dari sebuah tempat ke tempat lainnya dalam hitungan detik.

“Lihatlah ke arah pria tua yang sedang duduk di depan lift itu,” ucap Ezryl sambil menunjuk ke arah seorang kakek-kakek yang sedang duduk termenung sendirian, Jihan melihat ke arah yang dituju Ezryl.

“Kematiannya pukul 15:26.”

Jihan melirik arloji yang ada di lengannya.

Waktu menunjukkan pukul 15:25 WIB.

“Sebentar lagi dia akan menemukan ajalnya karena serangan jantung mendadak, temanku yang juga merupakan malaikat maut sedang berdiri di hadapannya menunggu rohnya keluar.”

“A-aku tidak bisa melihat temanmu,” Jihan mengucek matanya mencoba mencari-cari keberadaan malaikat maut yang lainnya.

“Manusia takkan bisa melihatnya, jika mereka melihat malaikat maut, maka malaikat maut itu akan sepertiku.”

“Ma-“

Perkataan Jihan terhenti.

Pria tua yang ditunjuk oleh Ezryl tadi memegang dadanya karena kesakitan, dalam hitungan detik, pria tua itu tumbang dari tempat duduknya.

Jihan kembali melirik arlojinya, matanya terbelalak dan tubuhnya mendadak kaku.

Ya, waktu menunjukkan pukul 15:26 WIB.

“Ayo, kita ke tempat lain, pejamkan matamu,” pinta Ezryl datar.

Jihan kembali memejamkan matanya.

Kini, mereka berada di sebuah jalan besar di mana mobil banyak yang lalu lalang.

“Lihatlah ke depan, ada seorang pengamen yang sedang menggendong anaknya.”

“Hei! Maksudmu, ibu-ibu yang sedang menggendong anak bayi itu?” tanya Jihan pucat.

“Ya.”

“Mereka berdua m-me-meninggal?”

“Tidak. Tapi ibunya,” Ezryl menjawab pertanyaan Jihan dengan wajah yang datar, dia terlihat sudah terbiasa dengan kejadian seperti itu.

“Pukul 15:28, akan ada sebuah sedan dengan kecepatan tinggi menabrak ibu itu sehingga anaknya terpental ke rerumputan yang ada ditepi jalan. Sedan itu melarikan diri. Tapi-”

Ezryl menghela nafas panjang.

“Akan ada sebuah mobil yang berhenti, lalu turun seorang wanita paruh baya ingin membantu ibu itu pukul 15:29, namun karena ibu itu sudah tahu bahwa usianya tak lama lagi, dia meminta wanita itu merawat anaknya, karena mereka sebatang kara. Pukul 15:30, ibu itu menghembuskan nafas terakhirnya karena pendarahan dan tulang patah.”

Beberapa detik setelah Ezryl berbicara, sebuah sedan menabrak ibu yang menggendong bayi tadi.

Bruk!

Terlihat seorang pengamen yang berpakaian lusuh sedang menggendong bayinya, ia tertabrak dan tumbang dengan kondisi yang mengenaskan serta darah berceceran.

Ezryl benar, bayinya terpental ke sebuah rerumputan yang ada ditepi jalan.

Jihan melirik arlojinya, pukul 15:28 WIB.

Sedan tersebut melarikan diri dan ibu itu dikerumuni orang-orang yang melihat peristiwa itu.

Orang-orang yang berkerumunan, terlihat sibuk mengeluarkan ponselnya untuk merekam tubuh yang sedang meregang nyawa melawan maut.

Jihan kembali melirik arlojinya, waktu menunjukkan pukul 15:29 WIB.

Benar. Ada sebuah mobil yang berhenti dan turunlah seorang wanita paruh baya ingin membantu ibu itu, diikuti kendaraan lain yang ikut berhenti menyaksikan kejadian itu.

"Permisi, maaf, permisi," ucap wanita itu menyibak kerumunan.

Sorot mata wanita itu menggambarkan kecemasan dan empati.

"Pak, Bu, maaf. Tolong bantu saya gendong ibu ini ke mobil saya. Karna nunggu ambulance takutnya tak sempat," ucapnya sambil mendongak memohon bantuan orang sekitar.

"Bu, tahan sebentar ya," ucapnya lembut pada ibu itu.

"T-tolong, j-ja-ga, a-nak, sa-ya. K-ka-mi h-hanya, be-ber-dua."

Ibu itu terlihat terbata-bata berbicara kepada wanita tadi sambil tangannya yang berlumuran darah dengan susah payah menunjuk ke arah bayinya yang terpental. Lalu, ibu itu menghembuskan nafasnya.

Dengan tubuh yang bergetar, Jihan kembali melirik arlojinya.

Ya! Waktu menunjukkan pukul 15:30 WIB!

Seketika tubuh Jihan menjadi tak bertulang karena syok melihat kejadian mengenaskan tepat di depan matanya.

Ezryl yang menyadari ketegangan Jihan, menutup mata Jihan menggunakan tangannya agar mereka berpindah tempat meninggalkan tempat kecelakaan itu.

Setelah berpindah, Ezryl melepaskan tangannya dari wajah Jihan.

Semilir angin bertiup lembut, Jihan membuka matanya perlahan.

Saat ini mereka berada di sebuah dermaga yang sepi tak berpengunjung dengan hamparan laut biru luas yang sedang diterjang ombak.

Tak ada percakapan diantara mereka.

Tatapan dua makhluk yang beda dunia itu terlihat kosong dan hampa.

“Ryl,” panggil Jihan memulai pembicaraan.

“Apakah kau tau, apa yang terjadi pada bayi tadi?” sambungnya.

“Bayi itu akan tumbuh menjadi gadis yang cantik dan riang. Hidupnya penuh dengan tawa tanpa kekurangan apapun. Semua kebutuhannya terpenuhi bak tuan putri.”

“Kenapa? Bukankah ibunya meninggal? Dan dia sebatang kara kan?”

“Kau ingat wanita paruh baya yang turun dari mobil tadi?”

Jihan mengangguk tanpa menjawab.

“Wanita itu merupakan pebisnis yang sukses dan terkenal dengan harta yang berlimpah. Dia telah menikah selama 13 tahun tanpa dikarunia anak. Bayi tadi, diasuh oleh wanita itu dan suaminya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Mereka memperlakukan bayi tadi bak permata yang sulit ditemukan.”

Penjelasan Ezryl sukses membuat Jihan tak dapat berkata-kata.

Ada permata dibalik luka.

Masa depan benar-benar penuh dengan misteri.

“Bagaimana denganku?” tanya Jihan penasaran sambil menatap ke arah Ezryl.

Ezryl menghirup udara dalam-dalam.

“Kosong.” Jawab Ezryl berat.

“Kosong?”

“Ya, kosong. Itulah kenapa dewa menghukumku.”

Jihan tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Ezryl, dia mengerutkan keningnya seolah sedang meminta jawaban yang dapat ia mengerti.

“Seseorang yang sudah ditentukan ajalnya, maka, tak kan ada lagi naskah yang harus dia lakoni. Kesalahanku adalah, membiarkan kau tetap hidup tanpa naskah,” suara Ezryl menjadi serak dan berat. Ada sesak yang tak dapat keluarkan.

“Huh,” Jihan mendengus, “lalu, dewa membiarkan aku mati dalam keadaan yang sangat buruk?!”

“Jika benar dewa itu adil, jika benar dewa itu penulis naskah terbaik, lalu kenapa naskahku yang terburuk?!” sambungnya dengan penuh emosi.

Mata Jihan melotot dengan rahang yang menegang.

“Kau tau! Sejak kecil, sedikitpun aku tidak pernah merasakan bahagia! Aku tidak pernah memanggil ayah! Aku tidak pernah makan dengan benar! Aku tidak pernah benar-benar menikmati hidup! D-dan. Dewa benar-benar baji-“

“Cukup!” Ezryl memotong pembicaraan Jihan sembari memeluk tubuh yang penuh amarah tersebut.

“Aku tau semua ini berat, tapi jangan semakin dibuat berat karena kau mengutuk dewa,” Ezryl membelai lembut rambut Jihan, “menangislah. Mengangislah seakan-akan ini adalah tangisan terakhirmu. Keluarkan, keluarkan amarahmu, buang semua sesak di dada, lalu kau bangkit, dan ciptakan naskah yang ingin kau jalani. Karena naskah dewa, telah selesai kau jalani. Itulah kenapa aku dan Aideen hadir di hidupmu. Agar kau bisa memilih, naskah mana yang ingin kau jalani.”

Duarrrr!

Hantaman ombak memukul batu karang disaat pecahnya tangis Jihan yang selama ini tertahankan. Gadis yang tak beruntung itu melampiaskan tangis yang selama ini tertahan tepat di dada bidang seorang pria yang seharusnya mengambil nyawanya.

Deruan ombak yang ditemani desiran angin, menjadi nyanyian merdu menyambut langit yang mulai menjingga.

Dua orang insan dengan naskah hidup tak beruntung di masa lalu, mencoba merelakan kepahitan lewat senja yang kian tenggelam.

...****************...

BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

Vinoya Chan

Vinoya Chan

mampir juga ya kak 🙏😊

2023-02-16

1

Vinoya Chan

Vinoya Chan

Mampir juga ya kak 🙏😊

2023-02-16

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!