"Bagaimana keadaan papa, Dek?" tanya Vino dengan panik.
Saat dikabari jika Heru masuk rumah sakit, Vino yang kala itu sedang berada di luar kota, langsung kembali dan bergegas untuk melihat keadaan Heru. Dia sangat panik dan juga khawatir dengan keadaan ayahnya. Padahal kesehatan Heru baik-baik sja di hari sebelumnya. Mungkin Heru terlalu lelah menghadapi masalah perusahaan, makanya sampai terjadi hal tidak terduga seperti ini, pikir Vino.
Viona mendekat dan memeluk kakaknya dengan erat. "Kita tunggu dokter dulu, Kak," ucapnya sudah harap-harap cemas.
Vino mengangguk dengan tidak tenang. Mencium pelipis adiknya yang terlihat sangat pucat. Viona pasti khawatir dengan keadaan Heru. Sama halnya dengan dia yang juga panik serta cemas dan terus berpikiran positif jika ayahnya akan baik-baik saja.
Vino melerai pelukannya dan beralih menguatkan Lina yang terlihat kacau. Ibunya itu memang paling lemah daripada kedua anaknya. Lina sangat mudah menangis jika sudah dihadapkan dengan keadaan mencemaskan seperti ini.
"Tuan Heru sudah sadar dan kondisinya sudah lebih baik. Kalian bisa melihatnya," ucap dokter yang baru saja keluar pada Viona.
Vino membantu Lina berdiri dan ikut masuk ke dalam bersama Viona dengan tidak sabaran setelah diizinkan oleh dokter.
Saat masuk ruangan VVIP itu, Viona tertegun melihat keadaan Heru yang terbaring lemah dengan tangan yang dibebat selang infusan dan alat bantu pernapasan.
Sakit rasanya melihat sang pahlawan yang sedari kecil menjaganya kini dalam keadaan lemah. Viona tidak bisa berkata lagi. Dia segera mendekat ke ranjang tempat Heru terbaring.
"Papa …!" Viona berhambur memeluk Heru yang masih terbaring. Heru yang memang sudah sadar, dengan tangan lemahnya mencoba membalas pelukan sang putri tercinta dan tersenyum dengan samar.
Sebenarnya Heru tidak mau dilihat oleh anak dan istrinya dalam keadaan seperti ini. Dia malu jika terlihat sangat lemah. Malu karena tidak bisa kuat sedikit saja demi melihat anak istrinya tersenyum. Namun, sekarang dia malah membuat orang tercintanya khawatir dihadapannya yang bahkan tidak berdaya walaupun hanya untuk merangkul keluarga.
Memorinya kembali mengingatkan hal pilu itu. Kejadian sebelum dia tidak sadarkan diri di ruangan kerja. Heru meneteskan air matanya karena ternyata rasa pilu itu masih terasa. Rasa sedih itu masih kentara. Dia memang tidak berguna sebagai seorang pemimpin. Dia tidak bisa diandalkan.
"Papa, kenapa nangis?" tanya Viona dengan cemas saat dia melerai pelukannya dan mendongak melihat wajah sang ayah.
Dia segera mengusap sudut mata Heru yang berair dengan jemari halusnya. "Papa kenapa? Apa ada yang sakit? Apa yang sakit? Katakan! Biar aku panggilkan dokter."
Mendengar ucapan putrinya yang penuh perhatian membuat dada Heru berdenyut nyeri. Air matanya semakin deras menggenangi pipi. Tapi dia tetap tersenyum pada Viona dan melepas alat bantu pernapasannya. "Papa sayang kamu," ucapnya dengan lirih. Viona hanya bisa tersenyum dan kembali memeluk Heru.
Vino dan Lina yang melihat hal itu, amat sangat bersyukur melihat keadaan Heru yang sudah lebih baik. Mereka membiarkan Viona lebih lama memeluk Heru. Karena hanya Viona yang bisa menenangkan Heru di saat apapun. Viona anak paling tidak bisa berjauhan dengan Heru. Bahkan batin ayah dan putri semata wayangnya itu selalu terasa kuat meskipun mereka tidak sedang bersama.
****
Dengan telaten Viona menyuapi sang ayah. Tidak henti-hentinya dia tersenyum saat Heru yang usil malah menggigit sendok yang disuapkan ke mulutnya. Viona hanya mengomel pendek dan kembali menyuapi ayahnya dengan penuh perhatian.
"Sudah! Papa kenyang." Heru menutup mulut dan menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Viona sudah menghela napas dalam siap mengomel karena buburnya masih tersisa setengahnya. Tapi, Heru malah tertawa dan mengelus tangan Viona dengan lemah. Kondisinya sudah lumayan ada perkembangan walaupun belum sehari dia di rawat.
"Sekarang minum obatnya, ya!"
Heru hanya mengangguk pelan. Dia bahagia melihat Viona yang penuh perhatian padanya. Beberapa hari ini dia kehilangan perhatian Viona karena masalah tawaran itu. Tapi cepat sekali perhatian Viona kembali di saat dia sedang dalam keadaan yang terpuruk.
Setelah selesai membantu Heru meminum obat. Kebetulan datang Vino dan Lina yang baru saja membeli makanan. Viona meminta mereka menggantikannya untuk menjaga Heru dan Viona pergi ke masjid yang ada di bawah. Tepat di samping rumah sakit. Viona belum sholat isya karena dari tadi menemani Heru yang tidak mau Viona jauh darinya.
Kembali Viona memohon kepada Tuhan untuk segala kebaikan atas langkah yang harus dia pilih. Jujur, dia masih dilema untuk memutuskan tawaran yang beberapa hari lalu didengarnya.
Melihat kondisi Heru yang memperihatinkan setelah mendengar kabar perusahaannya, sampai dia tidak sadarkan diri membuat Viona semakin berat untuk menolak.
Dia tidak bisa melihat Heru terpuruk seperti itu. Viona harus melakukan segala cara supaya ayahnya sehat kembali. Viona tidak tega melihat Heru yang selalu kuat saat menghadapi sikap ke kanakannya, kini terbaring dengan tidak berdaya.
Jika melihat hal itu, Viona merasa menjadi anak yang paling tidak berguna. Anak durhaka yang memilih kebebasan daripada menyelamatkan keluarganya sendiri.
Tapi hatinya masih merasakan kebimbangan untuk meredam ego sendiri. Apa dia harus menyetujuinya saja?
Masih berat. Viona hanya bisa pasrah pada Sang pencipta untuk diberikan petunjuk yang terbaik yang harus diambilnya. Dia yakin jika pilihan Yang Mahakuasa adalah yang terbaik untuk dia, keluarga, dan juga para karyawan ayahnya.
Viona kembali ke kamar inap ayahnya setelah dia selesai dengan kewajiban yang disertai pengaduannya pada Sang pencipta. Dia tersenyum saat memasuki kamar itu. Heru sedang memandanginya dengan keadaan masih terbaring lemah ditemani Lina yang duduk di samping kanannya dan Vino yang sedang mengupas buah apel duduk di samping kirinya.
Heru sangat bersyukur mempunyai keluarga yang sangat menyanginya. Kebahagiaannya hanya sederhana. Bisa berkumpul saling menemani dalam keadaan apapun akan lebih menyenangkan jika keluarga yang dia sayangi tetap berada bersamanya di saat dia sedang terpuruk.
Tapi rasa bersalah pada keluarganya tidak pernah luput dia rasakan. Heru merasa bersalah karena tidak bisa menjadi kepala keluarga yang baik. Tapi keluarganya masih menghargainya sebagai seorang pemimpin. Itu saja sudah cukup baginya. Dia hanya ingin melihat keluarganya tersenyum sekalipun itu pahit.
***
"Apa ini tidak keterlaluan, Tuan?" tanya laki-laki yang berstatus asisten sekaligus sekretaris pribadi itu pada majikannya.
"Terpaksa. Aku tidak bisa bersabar lagi. Tuan Pratama selalu mengulur waktu. Dan aku sudah tidak sabar ingin menikahi anaknya," sahut sang majikan dengan angkuh.
"Tapi ini keterlaluan. Lagian kenapa juga Tuan harus ngotot melakukan ini? Jika Tuan ingin menikahi anaknya, seharusnya berjuang mendapatkan hatinya, bukan malah menghancurkan perusahaan ayahnya," cibir sang asisten dengan jengah.
Sang majikan hanya tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya pelan. Dia juga bingung. Seharusnya dia tidak bersikap sekejam ini pada Heru Pratama. Tapi mau bagaimana lagi. Perasaannya pada Viona yang dia rasakan sejak lama, kini kembali lagi. Perasaan konyol itu membuatnya hilang akal dan bahkan melakukan hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya, yaitu menghancurkan sebuah perusahaan.
Entah dari mana datangnya keinginan menikahi gadis itu. Tapi, dia juga bingung. Padahal saat ini dia juga masih mempunyai wanita yang jelas punya hubungan dengannya. Tapi, keinginan konyol yang terlintas dalam relung hatinya, membawa dia pada keserakahan ini. Dia melakukan segala cara untuk bisa memiliki gadis itu dengan leluasa. Tidak akan membiarkan gadis itu jauh darinya. Walaupun dia tahu, jika gadis itu mengetahui alasan dia menikahinya, sudah pasti gadis cantik itu tidak akan mudah menerimanya. Karena alasannya sangat terdengar konyol dan tidak masuk akal.
Tapi dia berjanji, jika suatu saat nanti gadis cantik itu sudah menjadi miliknya, dia akan mengatakan semuanya pada gadis itu. Mulai dari perasaan lugunya sampai keinginan konyolnya. Semuanya akan dia jelaskan dengan jujur tanpa ada yang dia tutupi lagi.
Sang majikan itu tertawa lagi. Dia merasa gila telah memiliki niatan ini. Kenapa juga dia rela melakukan ini hanya untuk memiliki gadis yang dia sukai di masa lalu?
Pasti ada yang bermasalah dengannya. Jika tidak, untuk apa dia menghancurkan rekan bisnisnya sendiri? Padahal Heru merupakan rekan yang sangat dia hormati dan paling dia kagumi. Hubungan kerja mereka juga sangat baik. Begitupun hubungannya dengan kakak si gadis. Semuanya baik-baik saja. Tapi dengan tega hatinya, dia malah menghancurkan Heru demi sesuatu yang terdengar kekanakan.
"Aku minta maaf dan aku janji akan memperbaiki semua kesalahanku perlahan di masa mendatang jika dia sudah sepenuhnya jadi milikku," janjinya dia ucapkan dengan sepenuh hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Michelle Avantica
jadi penasaran kek gimana awalnya Marshal suka sm viona di masa yg lalu
2021-02-07
1
👑
like lagi
2020-12-16
1
Elisabeth Ratna Susanti
sampai sini kudaratkan lima like dulu ya......
2020-08-04
2